A brief story : How we did our first album (part 3)

A brief story : How we did our first album (part 3)

Rekaman Sesi Kedua

Recording sheet sesi 2

Sesi kedua rekaman jatuh di tanggal 31 di bulan & tahun yang sama. Di jeda waktu inilah kita berpikir keras untuk penambahan sisa 1 lagu lagi. Apakah mau nambah atau udah aja 3 lagu (berarti total 7 lagu). Ada debat dan ribut dulu diantara kita. Yang 2 orang ga setuju kalo harus bikin lagu lagi. Menurut mereka waktunya terlalu mepet, takutnya nanti bikin lagu nya jadi asal – asalan dan ga bagus. Menurut mereka, bikin lagu harus serius, santai dan detail. Ga bisa sembarangan. Ga bisa diburu – buru. Okelah. Dan ternyata betul. Seinget saya, setelah menghabis waktu sekitar 1 minggu untuk pasea, debat & pundung tentang masalah ini, akhirnya struktur lagu terakhir ini baru terbentuk sekitar 1 minggu sebelum rekaman. Ketika saya, arip dan suar lagi iseng – iseng nge-jam di studio gudang coklat, arip dapet ide sebuah petikan intro yang kalo ga salah waktu itu gara – gara dengerin lagu “kayleigh” marillion. Intro itu dimaenin berulang – ulang terus saya coba kasih bass, dan waktu itu yang pukul drum adalah suar. Setelah merasa ada bahan untuk digarap, barulah pemain drum yang benernya diminta untuk ngisi bagan drum lagu tersebut. Lama kelamaan mulai terbentuk dan terbentuk. Tinggal masalah vocal. Dan lirik. Dua – duanya mau di kerjain sama suar.

Malam tanggal 30, beres latihan terakhir di gudang coklat, saya pulang ke rumah dianter suar pake motor. Besoknya tanggal 31 pagi jam 10an kita mau berangkat ke Jakarta lagi untuk rekaman sesi kedua dimana kali ini kebagian shift 2 – 3 yang berarti mulai jam 4 sore dan selesai besok subuhnya. Saat dijalan menuju pulang, saya tanya suar: “way, pokal lagu anyar geus aman?”. Dia jawab aman. Oke sip. Pas sampe rumah dan suar mau pulang, ujug – ujug dia bilang: “nada pokal na mah aman…lirik na can aya euy. Maneh jieun nya”. Terus dia cabut cul leos. Saya we lieur.

Alhasil, semaleman mikir keras buat bikin lirik lagu terkahir ini. Sempet kepikiran apa di batalin aja gitu yah? Ini kagu kayanya belom siap lahir bathin. Jadi keingetan omongan 2 pemaen lain yang sebelumnya bilang kalau bikin lagu buru – buru gini the takut jadinya malah ngaco. Dan ini kayaknya udah menuju kea rah situ. Drum masih seadanya karena pemain drumnya juga awalnya kurang setuju kalo harus nambah lagu. Pemain gitar satu lagi juga sama. Malah dia belom tahu harus maennya gimana. Sampe pas sesi rekaman lagu ini dimulai juga masih ga tahu harus gimana. Akhirnya subuh – subuh saya berhasil bikin lirik. Seadanya aja, ga tahu lah mau dinyanyiin nya gimana. Kalo ga cocok mungkin nanti di buat lagi di studio.

Pita master rekaman sesi 2

 

Oh iya..beberapa hari sebelum berangkat rekaman ke Jakarta, kita juga harus berurusan sama keluarga dari vokalis cewek yang waktu itu mau ikut rekaman ke Jakarta ngisi vokal di salah satu lagu kita. Dia adik kelas saya, Suar & Arip di SMA 8 Bandung. Kita harus ke rumahnya, ketemu orang tua cewek ini untuk minta izin secara resmi layaknya orang yang mau lamaran. Ditambah kita juga harus bikin surat pernyataan akan bertanggung jawab kalau ada apa – apa sama si cewek ini. Suratnya ditandangan materai & diketahui ketua RT setempat. Dan dia juga ke jakartanya harus ditemenin sama sepupunya yang laki – laki. Ya kita maklum lah. Anak cewek imut – imut pergi ke luar kota sama anak band yang gak dikenal sama sekali. Setiap orang tua pasti akan begitu. Saya pun. Dan kita lupa gak sempet bilang terimakasih sesudahnya ke orang tua dia.  

Recording sheet & trident

Sesi kedua rekaman ini agak sedikit bermasalah, tapi lumayan menyita waktu. Buat kita yang jatah shiftnya pas – pasan mah kerugian besar euy. Ada masalah teknis di mixer trident itu, ada beberapa track yang rusak jadi harus di servis dulu, which is sebenernya keuntungan sedikit karena bisa ngulik vokal lagu baru. Dan ternyata menurut suar liriknya cocok. Malah ini adalah satu – satu nya lagu di band ini yang saya tulis, dan sama sekali ga kena “edit”. Apa yang saya tulis dan itu yang jadi lagu. Alhamdulilah. Kita sepakat lagu baru dadakan dan seadanya ini direkam duluan. Soalnya takut lupa. Dan seperti yang sudah diduga, lagu ini tidak membutuhkan waktu lama untuk direkam, karena maennya hampir 60% asal dan banyak improve. Bukan sok jago, tapi karena banyak lupa. Dan si pemain gitar juga masih tetep ga tahu harus maennya gimana, makanya akhirnya kebanyakan dia cuma maen “noise” aja, “feedback”, “wah wah” dan “over distortion”. Yang mana akhirnya, suara – suara itu yang jadi “pewarna” lagu yang sama si gitaris itu disebut “lagu asal da kitu – kitu keneh”. Tapi akhirnya kelar juga. Ditambah 1 lagu dadakan itu, akhirnya si album genap jadi 8 lagu. Lagu itu akhirnya di kasih judul ; “kosong”. Lagu asal yang akhirnya menghidupi saya dan anak istri sampe saat ini. Alhamdulilah.

Oh iya, di sesi kedua rekaman ini juga, ternyata masih ada sisa pita yang akhirnya diputuskan untuk diisi. 1 lagu dadakan dibikin lagi di studio. Sebuah lagu instrumental berdurasi 47 detik yang recording nya one take shot alias maen live 1 kali jalan direkam dan jadi. Lagu ini kalo ga salah cuman ada di rilisan album pertama band ini yang paling awal, karena yang rilisan berikutnya (ceepee) lagu ini ga dimasukin. Ato kebalik yah? Teuing atuh.

Saya & arip sedang bikin meng-guide basic tracking drum. Saya yang ada rambutnya, arip yang kaya ananda mikola.

Sekarang pita master dari cerita rekaman diatas sudah ada di tangan saya. Ga tau mau di apain. Pengennya sih di digitalize supaya ga rusak. Tapi ada kemungkinan pita ini malah udah rusak. Udah keliatan ada jamurnya, dan saya ga berani buka takutnya udah rapuh.  Kita masih kesulitan cari studio yang bisa playback pita 2”. Ini jadi masalah besar dalam rangka mau merecovery & merestorasi pita ini. Sudah dicoba ke studio lokananta solo, tapi ternyata alatnya rusak. Terkahir saya dapet kabar, ada studio milik sebuah major label di Jakarta yang punya mesin tape loader untuk pita 2”, tapi mesin itu punya pendeteksi umur & kondisi pita, jadi kalau menurut mesin itu pita master kita ini umurnya sudah ketuaan dan atau kondisi nya tidak bagus, mesin itu akan menolak. Belum lagi harga per shift nya yang mencapai 9 juta, lumayan jadi pikiran juga. Tapi ya sudah, akan  terus diusahakan. Kalau tidak berhasil, dan pita ini tetap dalam kondisi sekarang, saya sudah cukup bersyukur kalo pita ini sudah kembali ke tangan saya. Ke tangan band ini. Karena mau gimanapun, pita master ini adalah sesuatu kebanggan buat saya, ada cerita yang bisa saya bagi ke orang lain dari pita ini. Dan paling tidak pita master ini adalah bukti kerja keras saya dan kawan – kawan di tahun 1995, sebagai awal lahirnya sebuah grup musik yang namanya Pure Saturday.

Di lain kesempatan mungkin saya akan cerita tentang bagaimana lika liku pembuatan album kedua sampe akhirnya pindah ke era digital (album 3 & lainnya). Kalo inget ya. Cheers.

 

gudangcokelat, jl. moh.ramdan 106 bandung

Bassist of:
Pure Saturday
D'Ubz Bandung
A4/Akustun Band

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner