Tasik, Jadi Saksi Kedalaman Lirik Iksan Skuter

Tasik, Jadi Saksi Kedalaman Lirik Iksan Skuter

Iksan dengan Dug Dug Boy nya itu, menjadi yang paling bertanggung jawab sebagai orang yang membangkitkan rasa nasionalisme, ditengah banyaknya perbedaan yang disikapi dengan cinta yang sama terhadap negeri ini

Ada satu kutipan menarik dari Iksan Skuter, yang dia ucapkan ketika tampil membawakan lagu "Bapak", dalam gelaran DCDC Ngabuburit, di kota Tasikmalaya. Kutipannya lebih kurang seperti ini, “surga memang di telapak kaki ibu, tapi bapak yang memberi jalan kesana”.  Lagu dengan isian lirik yang dalam ini, punya semacam ikatan tersendiri, terlebih bagi mereka yang punya ikatan batin kuat dengan seorang bapak. Dan tidak hanya di lagu “Bapak” saja, di lagu-lagu lainnya juga Iksan cukup jeli menangkap sudut pandang menarik untuk dijadikan lagu, yang punya ketajaman lirik dan narasinya.

Pernah tergabung dengan sebuah band so called “mainstream”, Iksan akhirnya memutuskan untuk berjalan sendiri dengan musiknya. Dan ini terbukti berhasil, dengan dibuktikan oleh 9 album solonya, selama lebih kurang 18 tahun dia berkarir di bidang musik. Ragam tema yang ada dalam lagunya, dari mulai lingkungan, politik, nasionalisme, sampai lagu-lagu curahan hati tentang orang-orang terdekatnya, seperti Bapak dan Sahabatnya, punya kedalaman lirik yang dia gali jadi narasi yang menarik untuk diikuti, dan tidak jarang bisa membekas di banyak pendengarnya, yang merasa ada ikatan dengan lagu yang dia buat.

Sampai akhirnya tahun ini dia berkolaborasi dengan Jason Ranti dan Sisir Tanah dalam sebuah projek, yang berawal dari seringnya mereka  bertemu di event yang sama. Hingga akhirnya timbul ide untuk berkolaborasi lewat Projek Bahaya Laten. Projek ini awalnya diprakarsai oleh 4 orang, dengan melibatkan Senartogok. Namun karena satu dan lain hal, Senartogok tidak meneruskan projek ini, hingga hanya tersisa Iksan Skuter, Jason Ranti, dan Sisir Tanah. Menurut penuturan Iksan, persamaan ketiganya adalah mereka sama-sama mengembalikan musik kepada hal yang alamiah. Hal ini dilatarbelakangi karena kritikannya terhadap para musisi yang enggan berkarya karena keterbatasan. Lewat projek ini ketiganya punya semangat yang sama untuk berkarya, meskipun punya keterbatasan.

 

Bicara tentang karya, ada satu hal yang mengiringi Iksan dalam setiap penampilannya, termasuk ketika dia tampil di gelaran DCDC Ngabuburit, di tiga kota, Ciparay, Garut, dan Tasik. Selain gitar akustik yang memang dipakai untuk mengiringi dia bernyanyi, ada satu instrumen Stomp Box Akustik yang diberi nama Dug Dug Boy. Kenapa dinamakan Dug Dug Boy? Hal ini menurut Iksan karena merujuk pada bunyi yang dihasilkan oleh instrumen tersebut. Menariknya, alat ini dia buat mandiri dengan beberapa temannya, demi meminimalisir budget untuk membeli alat ini. Instrumen yang sepintas terlihat sederhana ini, nyatanya punya peranan yang cukup penting, demi membangun mood bermusik dia ketika di panggung.

Misalnya saja ketika dia menjadi konduktor di lagunya yang berjudul “Shankara”, yang kemudian dia teruskan dengan lagu “Indonesia Pusaka”. Barisan penonton yang dimpimpin Iksan untuk bernyanyi bersama tersebut, dikuatkan dengan ketukan si Dug Dug Boy tadi. Barisan penonton yang bernyanyi bersama di lagu “Indonesia Pusaka” jadi satu pemandangan yang indah, jika nyatanya harapan terhadap bangsa ini masih ada, dan Iksan dengan Dug Dug Boy nya itu, menjadi yang paling bertanggung jawab sebagai orang yang membangkitkan rasa nasionalisme, ditengah banyaknya perbedaan yang disikapi dengan cinta yang sama terhadap negeri ini. Apalagi ini dikuatkan dengan kutipan lirik Iksan yang berbunyi “Moyangku mercusuar dunia. Menjelajah penguasa samudera”.  So powerfull!

 

Keseruan DCDC Ngabuburit, Tasikmalaya, tidak hanya berhenti di penampilan Iksan Skuter saja, karena sebelumnya juga ada penampilan dari Rude Monday, yang hadir menyajikan musik bernuansa reggae dengan cita rasa lokal. Hal ini tergambar dari lagu-lagu mereka yang banyak menyuguhkan lirik berbahasa sunda, seperti lagu “Astuti”, yang punya artian Astrea Tujuh Puluh Tilu (Astrea tahun 73). Atau ketika mereka menangkap momen ramadhan dengan sebuah lagu yang punya isian lirik seperti ini “heh neng tong ngadeketan aa, aa nuju puasa” (neng jangan deketin aa, aa lagi puasa). Pembawaan sang vokalis yang suka bercanda membuat band ini lebih “hidup”.  

Band Starvedhero menjadi band berikutnya yang tampil. Dengan olah tata suara looping yang dikombinasikan dengan balutan musik pop punk, mereka cukup berhasil menyajikan musik yang enak didengar, dan menarik terutama dengan cara mereka mengolah harmonisasi vokalnya. Hal itu pun makin dikuatkan dengan band Little Lizard yang memainkan blues, dan poin lebih untuk gitaris mereka yang memainkan gitar dengan permainan menarik, dengan teknik slide yang membuat musiknya lebih terasa nge-soul.

 

Selain itu ada juga kemeriahan bagi-bagi takjil gratis, untuk warga Tasik di sekitaran Sliwangi Food Market, dimana para talent dari mulai Iksan Skuter, sampai empat presiden ikut memberikan langsung takjil gratis tersebut. Hingga sampai waktu berbuka tiba, acara diteruskan dengan buka bersama DCDC Comunity. Kenyang dengan hidangan berbuka puasa, coklat friends diajak untuk terlibat dalam ragam permainan yang dipandu oleh Edi Brokoli dan Andre Vinsens. Menariknya, jika di kota lain Andre bertindak sebagai algojo yang menantang coklat firends dalam permainan adu panco, kali ini perannya digantikan seseroang misterius yang ditunjuk sebagai algojo, dengan kostum yang sangat unik. Bagaimana tidak? sang algojo memakai kresek plastik sebagai kostumnya, dan police line sebagai penutup matanya, Satu keantikan yang mendongkrik, yang tak pelak hal ini banyak memancing gelak tawa coklat friends yang hadir di kawasan Siliwangi Food Market, Tasikmalaya. Antusiasme coklat friends Tasik bisa terlihat dalam permainan ini. Selain karena memang acaranya yang fun, hadiahnya juga menggiurkan, dimana jika mereka bisa menang dalam permainan tersebut, mereka bisa mendapatkan satu item produk dari DCDC's Friends Trade Market. 

 

Gelaran DCDC Ngabuburit, Taskmalaya ini ditutup dengan "rusuhnya" obrolan ke empat presiden dari Republik Pacantel, Republik Gaban, Republik Jalanan, dan Negara Kesatuan Republik The Panasdalam, dengan empat orang presiden yang punya ketajaman argumen, dan cita rasa humor yang tinggi, yakni Budi Dalton, Man Jasad, DR Zastow, dan Pidi Baiq. Namun sayangnya malam itu DR Zastrow dari Republik Jalanan berhalangan hadir. Namun ketiga presiden lainnya tetap bisa “menggila”, dengan semua celotehan dan adu argumennya yang disajikan sangat lucu. Pembahasan tentang logo bendera negara sampai sudut pandang mereka tentang perbedaan, semuanya tidak ada yang lolos dari gelak tawa coklat friends yang hadir disana. Menariknya lagi, ditengah talk show ada kejutan dari “presiden” Tasik, kang Uyung Arya, dengan pergerakannya yang bernama URG TSK, yang selain hadir sebagai tokoh di kota Tasik, kang Uyung juga turut memberikan keseruan Talk Show 4 Presiden lewat sesi cerdas cermat, dimana kang Uyung betindak sebagai orang yang memberikan pertanyaan-pertanyaan unik dan lucu. 

 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner