Supergroup? Apakah Jaminan Sebuah Band Bisa Sukses dan Digemari?

Supergroup? Apakah Jaminan Sebuah Band Bisa Sukses dan Digemari?

Sumber foto : Official Facebook Konspirasi

Apakah sebuah band yang terdiri dari para personil 'pilihan', yang kemudian sepakat membuat 'supergroup' ini bisa jadi jaminan bandnya menjadi sukses dan digemari? 

Sekitar tahun 2005/06 sebuah stasiun TV di Indonesia pernah melahirkan suatu ajang pencarian bakat dalam format band bernama Dreamband. Ajang pencarian bakat ini salah satunya melahirkan band Kotak, yang hingga saat ini masih eksis dan digemari. Hal ini menarik, mengingat para musisi yang mengikuti audisi dalam ajang tersebut adalah musisi pilihan, dengan kemampuan bermusik diatas rata-rata. Tidak berselang lama setelah itu, ada juga format acara sejenis di stasiun TV lainnya. Bedanya, para musisi yang terlibat disini sudah terlebih dahulu eksis di industri musik tanah air, yang belum mempunyai seorang vokalis untuk melengkapi formasinya.

Nama-nama seperti Erwin Prasetya (Ex-bassis Dewa 19), Adnil (Ex-gitaris Base Jam), Didit Saad (Ex-gitaris Plastik), Angga (synth/keyboard), dan Ronald (Ex-drummer Gigi/DR PM), adalah musisi yang terlibat dalam acara ini, yang sedang mencari vokalis untuk band mereka. Setelah melakukan audisi selama beberapa minggu, akhirnya terpilihlah nama Elda sebagai vokalisnya. Band itu kemudian dikenal dengan nama Evo, yang sempat melahirkan hit single berjudul “Agresif” dan “Terlalu Lelah”.

Dilihat secara estetika musiknya, band ini cukup mumpuni dan berpotensi besar untuk digemari banyak orang. Tapi ternyata ekspektasi itu tidak sesuai harapan, dengan ambisi yang besar, band ini bahkan hanya sanggup merilis satu album saja (Evolution-Red). Tidak berselang lama setelah mereka merilis album perdananya, para musisi yang tergabung dalam band tersebut bubar jalan dengan projek masing-masing. Elda sendiri sekarang lebih dikenal sebagai vokalis Stars & Rabbit, dan sudah merasa nyaman dengan Adi Widodo, partner duo nya di Stars & Rabbit.

Baik itu band Kotak dan Evo keduanya bisa dibilang ‘Supergroup’, dimana para personilnya adalah orang-orang pilihan, yang kemudian tergabung dalam sebuah band. Hal seperti ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru di industri musik, baik itu di Indonesia, bahkan di dunia. Di Amerika misalnya, ketika sebuah band rock paling diperhitungkan di planet bumi ini, Guns N’ Roses mengalami goncangan yang hebat usai ditinggalkan tiga orang personilnya, Slash (gitaris), Duff McKagan (bassis), and Matt Sorum (drum), hingga akhirnya ketiga orang itu sepakat membuat band baru bernama Velvet Revolver, dengan menambahkan nama Dave Kushner, dari band punk Wasted Youth, dan vokalis Scott Weiland, dari band Stone Temple Pilots.  

Lalu ketika tiga pecahan dari Guns N’ Roses ini muncul ke permukaan, apakah ‘Supergroup’ ini bisa menyaingi kebesaran nama Guns N’ Roses? Sayangnya tidak, karena mereka masih saja ada dalam bayang-bayang nama besar band terdahulunya, bahkan ajaibnya Slash dan Duff McKagan kembali menjalani tur bersama Guns N’ Roses belum lama ini. Mereka kembali tergabung bersama Axl Rose dalam beberapa panggung di banyak negara, selama menjalani tur dunia nya bersama Guns N’ Roses. Mungkin dalam hatinya Axl berkata, “apa kan gua bilang, lo lo pada ga bakalan bisa tanpa gua”.

Cerita tentang para ‘Supergroup’ di atas, membawa pada sebuah band dalam negeri bernama Konspirasi. Band ini terdiri dari para personil ‘berbahaya’, dari beberapa band yang punya nama besar. Vokalis band ini adalah Che, seorang vokalis dan penulis lirik jempolan, dari band Cupumanik, sedangkan sang gitaris adalah Edwin, yang besar dengan bandnya, Coklat. Di posisi bassis ada nama Romy Sophiaan, dan seorang penggebuk drum yang menjelma menjadi penyanyi, Marcell.

Nama-nama ini bukan orang baru dalam dunia musik, yang bahkan sudah meniti karir pada era awal 90an, seperti Marcell misalnya. Jauh sebelum menjadi seorang penyanyi, dia adalah drummer band cadas, Puppen. Sebuah band yang kerap disebut sebagai salah satu yang mempelopori pergerakan musik independen di Indonesia, bersama dua band lainnya, Pas Band dan Pure Saturday.

Mereka berempat sepakat memilih musik grunge sebagai identitas karyanya. Dengan ‘amunisi’ yang mumpuni ini, tentunya di atas kertas, band ini akan punya daya ledak yang besar, dengan kekuatan yang mereka punya, yakni musik dan lirik yang matang. Tapi apakah itu berbanding lurus dengan kesuksesan mereka di industri musik tanah air? Jawabannya mungkin bisa terlihat dari konsistensi mereka, yang hingga kini masih melahirkan karya baru, dan aktif menularkan romansa musik alternatif di negeri ini. Atau dalam istilah yang dibuat Che, “mereka bertanggung jawab karena mengotori ‘wajah’ musik negeri”.

Pertanyannya adalah, apakah mereka akan berakhir seperti band Evo atau Velvet Revolver? Kita lihat saja, dan simak karya-karya yang mereka buat. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner