Song Review : Seniman Menurut Pandangan Adhitya Sofyan

Song Review : Seniman Menurut Pandangan Adhitya Sofyan

Seniman terkadang menjadi anomali tersendiri, ketika seniman tidak menjadi pilihan yang popular dibanding profesi dokter atau arsitek. Lewat lagunya Adhit seakan melawan doktrinisasi akan hal ideal yang berkembang di masyarakat lewat lagunya

Dalam mini album terbarunya, Adhitya Sofyan menyelipkan sebuah lagu berjudul “Seniman”, yang berisikan tentang sebuah hasrat, cita-cita, atau mungkin mengingatkan tentang hidup dan untuk apa hidup. Sedikit mengingatkan dengan lagu Nugie yang berjudul “Lentera Jiwa”, pun bercerita tentang hal yang sama, berisikan tentang sebuah pilihan akan cita-cita. Hanya bedanya, Nugie bicara dalam konteks yang lebih luas, dari ragam profesi. Sedangkan Adhitya Sofyan, dia lebih mengkerucutkan lagi secara spesifik ke profesi seorang seniman

Seniman terkadang menjadi anomali tersendiri, ketika seniman tidak menjadi pilihan yang popular dibanding profesi dokter atau arsitek. Image yang terbangun bertahun-tahun lamanya akan ketidakjelasan profesi seniman ini harusnya sudah usang, dan dibuang dari tiap-tiap benak anak kecil, yang harusnya tidak terkekang dengan doktrin standar hidup yang dibentuk orang tuanya. Seperti cerita klasik dalam sebuah film atau novel, dimana konflik semacam ini sudah usang dan mungkin tidak lagi relevan, mengingat banyak juga seniman dengan kemampuan finansial yang cukup mapan.

Adhitia Sofyan lewat lagunya seakan melawan arus doktrinisasi akan hal ideal yang berkembang di masyarakat, dengan penegasan lirik “ku tak butuh matematika, ku tahu ku kan besar jadi seniman”. Kata matematika sendiri seakan penggambaran sebagai momok bagi anak kecil, dengan semua hitungan dan rumusnya, dan seniman sendiri adalah penggambaran dari kata bebas. Di mana perasaan dan daya khayal adalah sinergi yang mutlak dipunyai oleh seorang yang ingin jadi seniman. Lewat petikan gitarnya, Adhitia Sofyan sedang bernostalgia dengan cerita masa kecilnya yang punya ketertarikan lebih dengan musik, untuk kemudian merayakan kesunyian dengan secangkir kopi, dan petikan gitarnya, yang menuntun imajinasi dan melahirkan asumsi dalam lirik-lirik lagunya. Jadi sebuah point of view, mengerucut dan jadi bahan diskusi menarik bagi pendengarnya, termasuk tentang polemik seniman itu sendiri. Tapi lepas dari itu, biarlah untuk beberapa menit lagunya berlangsung Adhit menyajikan memoar masa kecilnya lewat sebuah lagu.  

Sumber foto : http://beehy.pe

BACA JUGA - Musisi Selow VS Musisi Selebor

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner