Review Album : Sunrise – self titled

Review Album : Sunrise – self titled

Rating 3 / 5

Kenangan masa silam yang terungkit oleh sebuah album musik perdana dari kuintet asal Ibukota

Banyak orang menganggap bahwa musik Emo sebelah mata. Baik dari identitasnya yang terkesan kampungan dan lain sebagainya. Tapi dibeberapa pihak, khususnya di era awal kemunculan Saosin atau Deftones, aliran musik yang pada umumnya bertuliskan lirik tentang penyesalan atau fenomena putus cinta dari seseorang itu, sempat banyak yang menggandrunginya. Hingga lambat-laun, kegandrungan itu tertutupi oleh suguhan musik baru dari pergantian masa ke masa seperti sekarang ini.

Semakin hari, ranah musik Indonesia terus mengembangkan potensi musik yang tentu hal ini tak lepas dari peran teknologi canggih semacam : intertnet sebagai pusat referensi. Termasuk Emo, yang kini dimainkan kembali oleh Sunrise lewat album penuh pertamanay bertajuk self titled. Berbarengan dengan dirilisnya album itu dari grup yang beranggotakan Adri Dwitomo (Vokal), Chandra Erin (Vokal/Gitar), Putra Pra Ramadhan (Drum), Machdis Arie (Bass), dan Fabian Azami (Gitar). Mereka juga melepaskan sebuah kampanye yang bertanda pagar #MakeEmoGreatAgain untuk dikonsumsikan pada pendengarnya. Dan teruntuk album penuh yang baru dilucuti oleh mereka, didalamnya terdapat 8 track dengan komposisi musik yang mengingatkan pada yang mendengar ke beberapa band Emo yang sempat populer dulu.

Seperti pada lagu pertama, “Baby, Without You I’m Completely Lost” berisikan pedanan unsur musik yang sangat baik. Diantaranya seperti lirik Spoken Word yang dikemas dengan petikan gitar bernuansa sunyi ala post-hardcore, langsung berganti dengan teriakan seperti beberapa lagu 30 Second To Mars. Setelahnya, lagu kedua berjudul “Sad Song” yang sempat disuarakan sebagai single, menyeruak dengan tempo musik lamban berganti cepat serta menyeruak teriakan lantang sang vokalis, dan ditutup dengan tempo musik yang berat. Selain itu, di lagu kedua ini tak seutuhnya berlirikan bahasa inggris, melainkan bahasa Indonesia pun dilantangkan tanpa mengubah nuansa musiknya. Masuk di lagu ketiga, yang juga dikukuhkan sebagai single oleh band asal Kota Jakarta ini berjudul “A Story To Tell (Unbreakable), menyimpan beberapa partitur sederhana, seperti riff gitar atau seruan layaknya supporter pemain bola sangat terasa disini.

Berlanjut ke lagu keempat yang juga merupakan single mereka, “Break Break” adalah sebuah upaya dari Sunrise untuk membuat earworm para pendengarnya, dan anehnya itu berhasil. Baik itu dari pelafalan judul lagu menggunakan satu kata yang diulang, atau di lirik pada bagian reff-nya yang terkesan sangat melodic. Lanjut pada lagu ke lima, “Vergeten”, adalah sebuah ajakan dari Sunrise untuk meratapi perihnya penderitaan seseoran yang membutuhkan rekannya kala ia kesusahan, dan lagu ini cukup terasa mendarah daging. Sampai lagu ketujuh, “Losing My Way”, Sunrise seperti menggabungkan partitur musik era awal Linkin Park, lalu digabungkan dengan launnya vokal Chino Moreno saat tampil bersama Defotnes, dan menjadikan satu karya baru dari mereka. Dan dua lagu sisanya, “F#ck Yeah” dengan beatdown hardcore New York-nya, dan I’ts (Never) Alright yang berkolaborasi dengan Petra Sihombing, adalah penutup yang sangat berkesan dari Sunrise.

Album ini baru bentuk permulaan dari mereka, entah seperti apa jadinya jika materi musik seperti ini dikembangkan oleh Sunrise. Berharap saja, semoga memang dilakukan oleh mereka pada materi-materi selanjutnya. 

Foto diambil dari akun Facebook resmi Sunrise

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner