Mengulik Sisi Menarik Analog dan Digital

Mengulik Sisi Menarik Analog dan Digital

Ada banyak kanal digital dalam pilihan mendengarkan musik yang memfasilitasi itu semua. Memfasilitasi lagu dalam bentuk digital MP3 sebagai media yang memutarkan sebuah lagu

Ada dalam masa peralihan mendengarkan musik dari bentuk fisik seperi kaset atau CD ke digital seperti MP3. Bagaimana ketika dengan mudahnya sebuah lagu didapat, didengarkan, dan dilupakan dengan begitu cepat. Ketika mendengarkan musik sudah tidak lagi menjadi ‘sakral’ dengan membuka kemasan kaset/cd, melihat artwork albumnya, membaca lirik di setiap lagunya, sampai membaca ucapan terima kasih ditiap sampul albumnya. MP3 membuat semuanya menjadi instan dan nyaris menghilangkan ‘isi’ dari setiap lagu yang diputar.

Ada banyak kanal digital dalam pilihan mendengarkan musik yang memfasilitasi itu semua. Memfasilitasi lagu dalam bentuk digital MP3 sebagai media yang memutarkan sebuah lagu. Ada dalam setiap perangkat komputer atau handphone, yang menemani mengusir sepi dengan sajian lagu yang diputar. Atau ketika ragam kanal digital musik ini hadir disela-sela tugas yang menumpuk dalam tugas pengetikan skripsi atau sebuah makalah yang dikejar deadline.

Keberadaan Spotify, Itunes, bandcamp, Soundcloud,  atau Deezer, membuat mini compo dilupakan keberadaannya. Namun walau begitu, sebenarnya kehadiran beberapa kanal musik digital ini dianggap biasa saja tanpa makna yang mempunyai arti lebih, sejalan dengan lagu yang diputar begitu cepatnya, beralih dengan satu kali klik ke pilihan lagu berikutnya, yang membuat sebuah lagu tidak dalam satu bentuk yang utuh. Play, klik next, lagu berikutnya dan begitu seterusnya.

Jangan berharap bebunyian detil dari kanal musik digital tersebut, apalagi jika sampai berharap menemukan esensi sebuah lagu dari bentuk prematur digital seperti itu, dan membawa pola pikir yang mulai beralih kepada pola pikir praktis, juga terlalu menyederhanakan sesuatu. Membuat sebuah lagu hanya sebagai sajian suara latar saja, yang padahal sebuah lagu adalah sebuah cerita dengan segala macam estetika yang dibawanya.

Empat paragraf awal yang mewakili pola pikir saya lima tahun yang lalu, sampai beralih ke masa sekarang, ketika mempersoalkan bentuk konfensional dan digital adalah sesuatu yang sudah tidak lagi menarik untuk dibahas, seperti halnya aksi #nowplaying para ‘hipster’ ketika pamer selera musik di dunia dalam twitter atau instagram.

Seperti sebuah siklus berputar, yang pada akhirnya berakhir dengan titik awal yang sama. Mungkin begitu juga dengan pilihan mendengarkan musik. Ketika media untuk mendengarkan musik bermula dari piringan hitam, beralih ke kaset, CD, sampai MP3, pada akhirnya orang akan bosan dengan bentuk lagu yang prematur hasil olahan digital itu, dan kembali kepada pilihan mendengarkan lagu dalam bentuk fisik (konfensional). Ini terbukti dengan mulai banyak lagi orang yang tertarik dengan rilisan fisik seperti vinyl atau kaset sebagai pilihan mereka mendengarkan lagu. Orang-orang mulai mencari dan menggali bentuk lagu secara utuh dengan hal esensial yang dibawanya. Semoga saja orang tertarik membeli rilisan fisik karena memang mencari bentuk utuh lagunya, dan bukan hanya mengikuti trend saja. Tapi lepas dari itu, toh nyatanya era mendengarkan musik secara digital itu ada sebagai bagian dari sebuah peradaban manusia dengan ragam hal menarik yang dibuatnya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner