Menggali Dua Sisi Robi Navicula

Menggali Dua Sisi Robi Navicula

Simak hasil obrolan panjang bersama Robi (vokalis Navicula; Bali) perihal influence musik grunge, visi bermusik, hingga sosok Efek Rumah Kaca.

Navicula dikenal sebagai band dengan lirik kritik sosial. Alasannya, karena di luar aktifitas bermusik, Robi bekerja sebagai konsultan di beberapa LSM bidang lingkungan. Awalnya, Robi tak habis pikir, kenapa informasi isu-isu sosial hanya marak di kalangan LSM, pemerintah, dan institusi-institusi tertentu saja. Baginya, isu-isu seperti ini harus lebih terdengar luas ke seluruh publik.

Mengingat Robi sangat suka musik, maka ia merasa harus berbicara dengan bahasa yang ia mengerti. Ditambah fakta, bahwa musik itu sendiri adalah bahasanya anak muda, jadi terbentuk sebuah konsep bahwa Robi bersama Navicula adalah seorang jurnalis yang memakai musik sebagai sebuah medium pengirim pesan.

Robi mengakui, ia memang tumbuh dengan lagu-lagu Iwan Fals. Maka jelas, ia sangat ter-influence sama vokalis balada bernama lengkap Virgiawan Listanto itu. Beliau adalah icon yang berjuang di zamannya. Ketika orde baru sudah tumbang, maka perjuangannya relatif selesai.

Menurutnya lagi, ketika zaman berubah, bentuk perjuangan pun akan berubah. Apa yang diperjuangkan dan apa yang harus dilawan pun ikut berubah. Siapa yang menjadi musuh pun berubah. Saat zaman membutuhkan icon baru, band-band seperti Efek Rumah Kaca-lah yang berjuang di eranya kita. Isu paling krusial menurut Robi Navicula adalah isu lingkungan, sehingga Navicula berjuang dengan mengangkat isu lingkungan.

Robi melebarkan kisahnya. Baginya, sebenarnya memang tidak ada batasan dalam menyuarakan seni. Semua balik lagi ke pilihan masing-masing orang. Navicula juga menetapkan visi karena memang memilih jalur itu (jalur kritik dan invokasi). Karena akan percuma bila bikin lirik tentang pencerdasan, tanpa didasari kejujuran dan kesadaran dari nurani kita sendiri. Robi juga jadi pengajar bidang pertanian di Bali International School, sehingga topik seperti ini sudah sangat familier dengan pribadinya – maka bisa jujur dalam proses kreatifnya. 

Bicara pilihan, Robi Navicula tidak memandang miring anak-anak yang mengusung grunge berdasarkan wawasan musik sebatas Kurt Cobaik saja. Bijaknya, mungkin bisa jadi memang Nirvana satu-satunya influence mereka. Meski faktanya, grunge menyediakan sangat banyak pintu. Dari sejarahnya, grunge merupakan cross-over dari banyak sub-genre. Mulai dari punk, avant-garde, funk, metal, psychedelic, dan lain sebagainya.

Saya sempat melihat stigma unik kala main-main ke anak-anak komunitas grunge Bandung. Beberapa dari mereka punya cara pandang bahwa musisi grunge Indonesia lebih fit untuk manggung di mini-stage ketimbang panggung besar. Sedangkan menurut pribadi Robi Navicula (sebagai punggawa grunge dan hard-rock dari pulau seberang), kedua sama saja. Hanya Robi lebih suka suasana intim – di mana tidak ada batasan antara penonton dan si pemusik. Ketika dari atas panggung, Robi bisa mencium bau-bau keringat, soul dari sebuah gigs bisa lebih terasa grunge banget. Meski begitu, tetap ada keuntungan sendiri kala manggung di stage yang besar. Utamanya adalah sound yang maksimal. Bisa nyetel volume amplifier ukuran 4x12 sampe full, adalah kebahagiaan tersendiri bagi semua anak band.

Sedangkan Navicula sendiri punya influence lebih itu luas, dan datang dari band-band asal Seattle (Amerika Serikat – tanah kelahiran grunge) yang sebetulnya justru tidak mengusung murni grunge. Robi menyebutkan beberapa nama, seperti Soundgarden (yang berwarna pshychedelic-metal) dan Alice In Chains (yang kental nuansa metal). Nirvana sendiri, menurut Robi adalah band punk. Darah audionya mirip The Melvins. Nuansa punk-nya lebih ‘doom’. Jangan lupa untuk terus bereksplorasi, layaknya yang dilakukan Radiohead, MUSE, dan Silverchair – tiga band senior yang sukses ‘mendamaikan’ fans musik alternatif dan grunge, berkat kelenturan genre-nya.

Memasuki topik ‘how to build and manage a band’, Robi menekankan pada kualitas chemistry yang harus dijaga. Kedekatan adalah aset penting. Selama masih bernama band, perselisihan pasti ada. Tapi bila sudah jadi teman dekat, di saat lagi berantem terus ada makanan datang, ya tinggal makan saja bareng-bareng. Kepercayaan juga penting. Ketika Navicula memainkan materi lagu yang masih berupa sketsa, Robi secara penuh mempercayakan rancangan tersebut pada kolega bandnya.

Bicara aspek non-teknis, seperti visi dan konsep band, maka Robi berujar harus ada kesadaran, bahwa melalui bermusik kita ingin memperjuangkan sesuatu. Ada hal-hal yang lebih penting untuk disampaikan. Robi sangat salut dengan Superman Is Dead. Karena sebagai public figure, trio punk Bali itu sangat sadar diri, bahwa ada tanggung jawab besar yang mereka emban. Musisi yang baik harus menjadi contoh yang baik pula. Beri sesuatu yang benar-benar berarti untuk para fans.

Konsep Navicula menurutnya adalah jurnalisme lewat musik sebagai medianya. Robi jadi penulis lirik sekaligus jurnalisnya, supaya mudah. Personil lain tidak perlu jadi seorang aktivis juga. Karena yang Robi pribadi saya butuhkan untuk mendukung konsep seperti ini, cukuplah orang-orang yang bisa bikin musik sebagus-bagusnya. Ibarat sebuah majalah, ketika kita jadi jurnalisnya, maka yang dibutuhkan cukuplah orang-orang yang bisa bikin desain lay-out yang keren, mencari kualitas kertas yang bagus, memastikan distribusi enak.

“Hidup itu hanya sekali. Jika kita dapat kesempatan melakukan sesuatu yang baik, manfaatkanlah sebaik-baiknya.” (Robi Navicula)

Sumber foto : Akun Facebook Robi Navicula

BACA JUGA - Proses Kreatif: Menguak Lirik-Lirik Kritik Sosial Mr Hit

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner