Lose It All: “Kami Berusaha Membuka Suara tentang Keresahan yang Kita Alami Sehari-Hari”

Lose It All: “Kami Berusaha Membuka Suara tentang Keresahan yang Kita Alami Sehari-Hari”

Berjeda tiga tahun dari album perdananya bertajuk New Beginning, unit hardcore-metal asal Bandung yaitu Lose It All merampungkan amunisi terbarunya, pada 17 Januari 2017. Sebuah album full-length dengan titel Contentious menjadi senjata terbaru dari Lose It All. Grimloc Records yang digandeng oleh Lose It All di album terbaru ini menyatakan bahwa Contentious mengembalikan spirit dari metallic hardcore di era akhir tahun 1990 hingga awal 2000.

Sebelum Contentious dirilis, “Menyayat Lembah Lemuria” menjadi single pertama yang disebar ke khalayak ramai. Lagu ini menceritakan tentang pandangan orang awam mengenai polemik yang mengikuti sejarah dari Benua Atlantis. Selanjutnya, single kedua yaitu “Retorika Penikam Kalam” menyusul, dengan pembahasan tentang bentuk polemik lainnya, di dunia pendidikan.

Secara gamblang, teman-teman Lose It All berbagi cerita tentang Contentious, dan wawancara ini diwakili oleh Azi (Drum).

 

Konsep apa yang diangkat oleh Lose It All dalam Contentious? Baik dari segi musikalitas, konsep, maupun tema album?

Oke, konsep dari segi musikalitas sebenarnya sangat simple, pingin ngebuat musik dengan aransemen yang simple, easy listening, berbobot, tapi tetap cool dan memorable di telinga. Karena, materi album ini sebenarnya telah dipersiapkan sekitar 1,5 tahun yang lalu, maka penggarapannya pun bisa dikatakan sangat sangat tertata dengan berbagai tahapan proses kreatifnya. Dari mulai benang merah pembuatan soft material, observasi dan practical terhadap sound yang akan kami tampilkan, sampai dengan penyusunan deskripsi lirik yang nantinya menjadi tema keseluruhan dalam album ini. Tema Contentious sendiri secara harfiah dapat dikatakan sebuah hal yang berkaitan dengan provokasi, pertengkaran dan perselisihan.

 

Mengapa Lose It All memilih untuk menggarap album yang bertema?

Kami mencoba one step beyond dari album New Beginning. Kami mencoba menaikan level, pemikiran dan ide kreatif ke arah yang lebih serius, dan kami rasa bahwa sebuah tema akan membuat musik tersebut lebih terarah dan lebih efisien dalam penggarapannya.

 

Apa saja referensi Lose It All ketika menggarap album Contentious?

Referensi sebenarnya secara sound dan musikal lebih mengemas sound mid low ala new metal di medium 2000an, di mana era kejayaan tipikal sound Roadrunner Records dengan band-band seperti Soulfly, Fear Factory dan Slipknot sangat santer dengan telinga kami era itu. Kemudian, dikombinasikan dengan sentuhan riff-riff chugging and groovy metalcore medium 2000-an era Vision Of Disorder dan Earth Crisis yang lebih modern dalam pengemasan outputnya. Dalam segi lirikal, sebenarnya kami mengangkat sebuah hal, tema dan konten yang membuahkan pro-kontra, polemik bahkan perdebatan yang panjang tanpa solusi ketika dikeluarkan ke khalayak umum.

 

Apa sajian spesial dari Lose It All di album yang terbaru?

Sajian spesial mmmhhhh… Jika kami melihat dari goalnya album Contentious sendiri, kami sudah dapat menyajikan suguhan kualitas musik yang sepadan, mulai dari segi sound, aransemen. dan lirik yang straight to the point. Intinya sih, kami menyajikan musik yang lebih mudah dicerna dan enak didengar.

 

Bagaimana proses kreatif dari penggarapan album Contentious?

Proses kreatifnya secara ide awal dikumandangkan oleh Azi yang bereksperimen dalam hal proses songwriter mentahnya yang kemudian hal tersebut di bawa ke forum proses kretif band untuk dipoles dan diaransemen kembali secara berbarengan. Setelah  komposisi musik jadi, maka ditulislah tema utama dalam penulisan lirik yang dikerjakan oleh Lucky, sehingga menjadi sebuah kesatuan dengan tema Contentious itu sendiri. Setelah itu, kami mengacu  pada tema dan benang merah untuk research dan development dalam hal sound dan karakteristik yang akan kami terapkan ketika recording.

 

Bagaimana ceritanya Lose It All bisa jadi salah satu roosternya Grimloc Records?

Sebenarnya album Contentious sendiri diprakarsai dengan pertemuan Gaya dari Crossover Records yang ingin bekerjasama dalam hal produksi album tersebut. Dari situ, Gaya mencoba menawarkan kepada Ucok dari Grimloc Records dalam hal pendistribusian album tersebut. Maka, ketika materi tersebut masuk dan “OK” dengan kriteria Grimloc Records, terjadilah sebuah kesepakatan yang sangat berkesan bagi kami dalam merilis album full length kedua kami yang bertajuk Contentious.

 

Mengenai “Retorika Penikam Kalam”, Lose It All mengangkat tema tentang carut marut dunia pendidikan. Seberapa krusial tema tersebut sampai harus disuarakan oleh Lose It All?

Tema tersebut sengaja diangkat karena tema tersebut menjadi sebuah topik yang krusial dan terdapat berbagai polemik di dalamnya. Dunia pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan dasar dari dulu sampai sekarang mungkin sangat minim perhatian dari pemerintah. Kami berbicara dunia pendidikan di kota-kota kecil, bahkan di desa-desa tertinggal. Pertentangan dalam hal kurikulum, anggaran biaya, sampai kualitas SDM yang diciptakan dari sistem pendidikan di Indonesia yang belum menemui solusi tepat dalam mengatasi masalah tersebut. Dari hal tersebut menjadi sebuah tajuk yang krusial kami angkat, ketika pendidikan adalah sebagai upaya dalam mencapai harkat kemanusiaan makhluk yang berpotensi tetapi tidak didukung dengan sistem dan kebutuhan yang memadai.

 

Hardcore adalah satu musik perlawanan. Seperti halnya Lose It All, banyak band hardcore lainnya yang memberontak lewat musik. Tetapi, apakah itu berarti hardcore hanya akan terus berkutat di hal-hal yang berbau senada?

Bagi kami, musik hanya sebagai medium saja. Apapun jenis musiknya, tetap kami mengacu kepada apa tujuan awal kami membuat tema sebuah album tersebut menjadi bermakna. Semua terasa sama mungkin jika dilihat dalam sebuah pengemasan yang sama saja sih, bisa termasuk mengikuti trend yang ada ataupun musiman. Disinilah letak proses kreatif sisi seorang musisi itu berperan, keluar dari sebuah zona nyaman menjadi pembeda dari lingkaran trademark bahwa musik itu harus selalu mengikuti apa ramai, laku dan juga trend.

 

Menurut Lose It All, seberapa efektif musik menjadi penyalur aspirasi dari suatu hal yang tidak seharusnya?

Untuk masalah efektifitas itu tergantung dari source dan cara-cara yang kami jalankan. Sejauh ini, aspirasi akan sebuah tema yang kami usung memang terasa langsung dengan apa yang kami temui dan rasakan sehari-hari. Seperti Contentious sebenarnya diangkat dari beberapa anekdot dan polemik akan sebuah konten yang kami lihat dan baca di media sosial saat ini. Sebuah hal yang seharusnya tidak kita ributkan dan perdebatkan tanpa solusi semata, tapi sudah seharusnya kita lebih menghargai opini orang akan sesuatu hal dan memberikan solusi ataupun komentar yang lebih berkualitas dan membangun dari sisi psikologisnya.

 

Jika musik-musik hardcore, khususnya Lose It All, kebanyakan mengangkat pembahasan tentang ketidaksesuaian sistem, apakah ada dampak signifikan yang terlihat oleh Lose It All setelah lagu-lagu semacam itu dirilis?

Dampak positifnya memang belum secara signifikan kami rasakan, mungkin secara individu bisa saja rasanya lain. Intinya, kami berusaha membuka suara tentang keresahan yang kita alami sehari hari, tetapi disini kami mencoba berbagi rasa terhadap audience tentang apa yang kami rasakan dan mereka juga rasakan secara bijak, dewasa dan bertanggungjawab.

 

Dengan beragam band hardcore yang menyuarakan perlawanan, apakah ini berarti band hardcore memang dibentuk untuk menjadi “demonstran”?

Pembentukan sebuah band memang tidak selalu  bisa diidentikan dengan sebuah perlawanan, tergantung dari tujuan awalnya kami membuat musik itu untuk apa dan pencapaiannya seperti apa. Bentuk perlawanan pun bisa bermacam-macam makna dan hakikatnya. Bisa perlawanan terhadap failed system, perlawanan terhadap diri sendiri  dan lainya. Intinya, sebuah band itu dibentuk berdasarkan kejujuran dalam tingkat dan prosesnya dalam bermusik itu sendiri.

 

Apakah ada cara khusus dari Lose It All untuk menyampaikan pesan dalam lagu, agar tiap pendengar musik Lose It All tidak hanya terfokus pada musik, tetapi pada pergerakan yang ingin disinggung oleh Lose It All?

Dalam Contentious ini sendiri, kami menyertakan sebuah eksplanasi terhadap lirik-lirik yang kami angkat di dalamnya. Jadi, audience tidak semata-mata menelan bulat apa arti dari keambiguan sebuah lirik itu sendiri. Audience bisa lebih dewasa dalam mencerna dan menggali lebih dalam issue dari sebuah lirik tersebut.

 

Kembali pada album Contentious, kepada siapa album ini sebenarnya ditujukan?

Contentious ditujukan kepada semua individu atau audience yang merasakan hal yang sama dengan apa yang kami rasakan. Karena, tujuan utama lirikal dalam Contentious tersebut adalah persamaan rasa dengan output psikologis yang lebih bijak dan dewasa dalam menghadapi sebuah konten yang tidak seharusnya diperdebatkan.

 

Adakah target yang ingin dicapai oleh Lose It All lewat Contentious?

Targetnya sebenarnya kami hanya ingin meningkatkan level pola berfikir, ide kreatif dan pengetahuan dalam bermusik itu sendiri. Untuk pencapaian lainnya, kami hanya mengolah dan mengikuti alurnya saja. Menjadi terkenal, laku dan go internasional itu hanyalah bonus dari sebuah kerja keras dari pemikiran dan aplikasi apa yang kami perjuangkan selama ini.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner