Lima Zine Favorit Hernandes Saranela (Bagian Satu)

Lima Zine Favorit Hernandes Saranela (Bagian Satu)

Sumber foto: koleksi pribadi Hernandes Saranela

"The highest form of ignorance is when you reject something you don't know anything about" - Wayne Dyer.

Bicara soal subkultur atau berbagai ranah atau komunitas musik bukan arus utama tak mungkin mengabaikan peran zine. Sebuah media alternatif cum mandiri alias swadaya yang diproduksi serta disebarkan entah secara personal atau kolektif. Dari mana dana untuk memproduksi media yang kadang cuma selembar atau beberapa lembar itu? Ya jelas dari kantong pribadi dan makanya itu sekaligus menjelaskan kenapa terbitnya pun tidak menentu. Namun, ada hal yang jauh lebih penting dari persoalan tersebut. Tak lain adalah konten-konten informatif (bagi pembaca, atau minimal penulisnya) yang memiliki tema sangat spesifik. Karena itulah rupa-rupa zine sangat variatif dan uniknya tepat ke sasaran pembaca. Misal, zine soal punk, metal, dan sebagainya. Mau tak mau, suka tak suka, ya kalau penasaran dan ingin belajar soal ranah-ranah musik tadi ya salah satunya menggali informasi dari zine.

Apa yang membedakannya dari media konservatif semisal majalah atau tabloid secara tersirat tadi sudah saya sampaikan. Yakni mekanisme produksi hingga cara mengonsumsinya. Setiap orang bisa bikin zine dan bahkan kalau dana sangat mepet bisa cuma satu eksemplar. Kalau ada yang mau baca (atau memiliki) dipersilakan menyalinnya secara gratis. Garis perbedaan paling tegas yang memperkenalkan pada sebagian khalayak soal istilah copyleft, dan bukan copyright.

Khusus untuk soal zine ini, saya punya pengalaman yang sangat berkesan terutama yang terbit dan menyebar dari Bandung. Bisa dilacak sendiri bagaimana zine-zine terbaik (setidaknya bagi saya) kebanyakan lahir dari Kota Kembang itu, dan sebagian perintisnya pun masih bergerilya sampai detik ini. Tanpa bermaksud memandang kota-kota lain dalam posisi yang tidak signifikan, nama-nama seperti Kolektif Kontrakultura, hingga bukunya Kimung bertitel "Ujungberung Rebels - Panceg Dina Galur" masih membuktikan kalau kota ini masih yang terdepan dalam urusan literatur alternatif yang mengangkat subkultur.

Oh ya, harap diingat pula bahwa saya mengalami masa membaca dan mengoleksi zine ini jauh sebelum era internet menerabas masuk ke relung-relung keseharian dan kesadaran kita. Dan pastinya di masa tersebut, zine bukan semata penanda identitas ke-indie-an tapi benar-benar dimanfaatkan sebagai media alternatif kolektif yang bisa diakses secara gratis, apalagi dirayakan dalam wujud-wujud kegenitan budaya urban semacam festival. Okay, langsung saja, berikut adalah lima zine favorit saya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner