Klimaks Bermusik dari Mesin Tempur dan Teenage Death Star

Klimaks Bermusik dari Mesin Tempur dan Teenage Death Star

Inilah dua kolektif musik dengan attitude paling serampangan di atas panggung, dengan hujan celotehan yang sembarangan.

Lupakan nama-nama band bermusikalitas mumpuni dengan kebiasaan pamer skill bak dewa musik yang membuat jarak antara dia dan penikmat karyanya. Parade lick gitar dengan pemilihan notasi yang tidak mudah dimainkan, ataupun progresi chord yang tidak lazim digunakan, dengan dinamika naik turun demi menjaga rima yang membangun mood sebuah lagu, seperti yang bisa kita temui di lagu-lagu Mars Volta atau bahkan Dream Theater yang musiknya terbilang rumit.

Lalu, apakah musik mereka kemudian menjadi jelek karena kerumitan pola mereka dalam membuat musik? Tentu saja tidak. Musikalitas mereka tidak bisa diragukan secara teknikal maupun estetikanya. Hanya saja, menurut saya secara psikologis ada semacam kelelahan mencerna semua pola-pola rumit seperti itu. Toh, nyatanya lagu-lagu seperti Daniel Johnston, Bob Dylan, K.O.C, ataupun Jason Ranti misalnya, yang hanya bermodal satu gitar saja bisa straight to the point mewakili perasaan lewat nada dan liriknya.

Namun selain itu, dibalik musik yang njelimet dan hal-hal mendasar nan sederhana dalam komposisi musik folk, musik juga bisa mencapai klimaksnya ketika ditingkahi tingkah brutal personil sebuah band di atas panggung. Ketika musik pada akhirnya dimainkan di titik maksimal, lepas dari teknik musiknya itu sendiri. Adalah Mesin Tempur dan Teenage Death Star, dua kolektif musik dengan attitude paling serampangan di atas panggung. Pembawaan mereka yang chaos dengan hujan celotehan mereka yang sembarangan membuat mereka menjadi yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner