Idealisme Bisnis Ala Gebeg Melalui Anti Class

Idealisme Bisnis Ala Gebeg Melalui Anti Class

Dikenal garang dibalik drum-kit, ternyata Gebeg merupakan sosok yang sabar ketika berbisnis. Buktinya, Anti-Class merilis artikel produk baru hanya ketika produk-produk yang lama sudah sold-out, dengan tujuan menghindari stock produk yang menumpuk.

Rileks, humoris, santai, hangat. Akan ada banyak kesan terasa, setiap kita bertemu dengan sosok senior bernama Gebeg– sebanyak nama julukan yang kita bisa sematkan pada beliau. Mulai dari “A Drummer Who We Couldn’t Hate” (karena beliau ramah banget), “Bandung’s Drums Dad” (karena band-nya yang banyak banget plus musiknya multi-genre), hingga “Sultan Drummer Bandung” (mengingat pembawaannya yang kalem; ibarat raja di suatu keraton rock). Ngomongin sosok ini nggak cukup satu tulisan. Jadi, khusus edisi ini kita akan membahas kisah Gebeg dibalik Anti-Class, usaha clothing yang dia rintis sejak 2014.

Arti dari nama Anti-Class sendiri lebih menyimbolkan karakter Gebeg – salah satu ikon musik Bandung yang punya produktivitas dan jam terbang sangat tinggi. Filosofi nama Anti-Class merupakan cerminan dari keseharian Gebeg: fleksibel dalam berteman, membaur dalam bergaul, universal dalam sosial, bahkan jarambah dalam musikal.

“Tidak ada maksud untuk menyatakan ‘anti’ terhadap suatu hal kok,” ujar Gebeg kalem. “Saya merasa aneh aja, kalau dalam urusan berpakaian, manusia membuat tingkatan-tingkatan kelas. Itu tidak perlu,” sambungya. “Sama tidak perlunya dengan pihak yang mengkotak-kotakkan musik. Padahal mah, benang merahnya sama. Baju sama-sama dipakai, musik sama-sama didengar,” beber pria bertubuh gempal ini.

Gebeg mengawali produksi Anti-Class setelah modalnya terkumpul, tanpa terburu-buru. Produksi pertamanya adalah t-shirts sebanyak 13 lusin. “Saat itu teh, yang pakai kaos Anti-Class baru saya sama Icha aja, berdua. Saya pakai dari panggung ke panggung,” kisah Gebeg dengan dialek Sunda-nya yang khas.

Satu kesimpulan yang kami dapat perihal idealisme bisnis ala Gebeg: “Lebih baik sedikit-sedikit dulu, yang penting enggak sampai ada utang. Bisnis harus enjoy. Kalo cicilan mobil masih bisa kebayar, berarti bisnisnya aman. Sakitu heula, weh~ (tertawa)”.

Setelah tiga tahun, varian produk Anti-Class mengalami pengembangan cukup signifikan. Dari awalnya hanya produksi kaos, kini Anti-Class sudah memproduksi aparel topi, jeans, sweater, dan tas. Enggak nyoba produksi sepatu? “Enggak, ah!” jawab Gebeg spontan – mungkin beliau khawatir harga sepatunya nanti malah menimbulkan ‘kelas-kelas sosial baru’.

Urusan varian produk Anti-Class, hal terpenting bagi Gebeg adalah tidak memaksakan. Jika seorang Gebeg merasa tidak cocok pakai vest, berarti Anti-Class tidak perlu produksi vest. Konsep produk Anti-Class ini benar-benar santai. Apa yang sekiranya cocok di Mang Gebeg, maka itu akan dijadikan artikel produk.

Kesimpulan nomor 2 yang kami dapat perihal idealisme bisnis ala Gebeg: Anti-Class hanya memproduksi jenis-jenis aparel yang sesuai dengan passion keseharian seorang Gebeg. Tidak perlu tergiur, atau latah terhadap tren pasar. Jika kita punya karya positif dan attitude yang baik, niscaya kreativitas akan berbuah rezeki.

Banyak yang belum tahu, bahwa kini Gebeg menjalankan Anti-Class ini sudah ibarat one-man-show. Terkadang sang istri membantunya, tapi seringkali Gebeg sendirian yang mengerjakan aneka hal lain. “Saya masih sering membalas DM Instagram sendiri, malah nganter-nganter ke JNE juga sama sendiri aja. Repot sih repot. Apalagi kalau udah bentrok sama urusan musik. Capek sih, tapi da resep (tertawa)

Kesimpulan nomor 3 perihal idealisme bisnis ala Gebeg: “Selama masih bisa dikerjakan sendiri, tak perlu rekrut pegawai dulu. Mencari rezeki enggak perlu seperti orang yang buru-buru pengen kaya. Bisnis mending satu-satu aja. Enggak perlu gatel sama ambisi yang lain. Misalnya, punya profit sedikit, langsung mikir mau buka usaha lain, misalnya record label. Mending fokus.”

Dikenal garang dibalik drum-kit, ternyata Gebeg merupakan sosok yang sabar ketika berbisnis. Buktinya, Anti-Class merilis artikel produk baru hanya ketika produk-produk yang lama sudah sold-out, dengan tujuan menghindari stock produk yang menumpuk. Sesimpel itu. Gebeg juga merasa bahwa bisnis online mengajarkannya kesabaran – sekalipun faktanya, Anti-Class sudah ada yang membajak (di Bandung sendiri). “Bawa seuri weh. Ulah serius teuing,” slogan khasnya pun akhirnya terlontar.

Kesabarannya pun berbuah manis. Saat ini, Anti-Class memiliki permintaan pasar (demands) yang merata. Pesanan tak hanya datang dari Bandung dan Jawa Barat saja, melainkan dari Kalimantan, Makassar, bahkan dari Singapura dan Kuala Lumpur.

Tipikal konsumennya pun unik-unik. Ada orang yang mau beli produk Anti-Class dengan syarat harus ketemu dulu sama Kang Gebeg. Ada pula yang curhat ke beliau langsung, bahwa dia harus nunggu gajian dulu, harus nabung dulu. Semua demi membeli satu produk Anti-Class. Mengharukan, dan pastinya akan membuat passion seorang Gebeg semakin kuat terhadap bidang ini.

Saat ditanya perihal adakah kriteria khusus mengenai sosok-sosok yang akan dia berikan semacam endorsement, Gebeg justru ingin dari semua kalangan musik – sebagaimana namanya. Obrolan kami pun ditutup dengan pertanyan, bagaimana deskripsi seorang Gebeg menurut Gebeg sendiri? “Drummer, enterpreneur, announcer, tukang ngacapruk, suami soleh (tertawa).”

 “Jika Musik Memang Tak Bisa Berdiri Sendiri, Nggak Usah Mengkotak-kotakkan Musik” - Gebeg

Sumber foto: Dokumen DCDC Music

BACA JUGA - Taring Akan Menancapkan Pisau Tajamnya Pertama Kali di Thailand

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner