Forum Orkes Dunia Akhirat: “Kami Ingin Membuktikan Bahwa Musik Orkes Masih Hidup dan Berkembang”

Forum Orkes Dunia Akhirat: “Kami Ingin Membuktikan Bahwa Musik Orkes Masih Hidup dan Berkembang”

Musik orkes adalah salah satu musik unik yang asli dari Indonesia. Diawali dari perkenalan musik yang dilakukan musisi orkes legendaris seperti Pancaran Sinar Petromaks (PSP) dan Pengantar Minum Racun (PMR), musik ini memiliki ruang tersendiri dalam pergerakannya. Tetapi, musik ini seolah tidak selalu dalam keadaan yang stabil. Untuk beberapa waktu, musik orkes tidak terlalu menjadi perhatian, terutama untuk generasi muda saat ini.

Berniat melanggengkan aliran musik “khas” Indonesia, Forum Orkes Dunia Akherat (FODA) mengadakan acara dengan orkes sebagai satu-satunya fokus. Sebagai tonggak yang kembali menegakkan musik orkes, mereka menggarap acara bertajuk “Konferensi Orkes Indonesia”. Konferensi ini diadakan pertama kali di tahun 2016. Pada tahun ini, “Konferensi Orkes Indonesia” jilid kedua kembali akan dilaksanakan.

Menuju ke acara tersebut, pada Minggu (12/2) lalu FODA mengadakan satu acara khusus untuk teman-teman orkes berbagi waktu dengan legenda orkes PMR. Secara eksklusif, mereka mengadakan acara “Temu Kangen PMR”, yang diadakan di DAM Karaoke & Lounge, Bandung. Sigit Artha sebagai Presiden Direktur FODA Bandung berbagi cerita tentang acara yang mereka garap, pandangan secara general dari orkes, dan harapan dari teman-teman orkes.

 

Bagaimana cerita sampai acara “Temu Kangen PMR” bisa digelar?

Sebenarnya, acara ini lanjutan dari acara yang digelar tahun kemarin, dimana bintang tamunya itu PSP. Untuk tahun ini, “Temu Kangen PMR” bisa digelar karena PMR sebelumnya main di salah satu event di Bandung, di Hari Sabtu (11/2). Ternyata, teman-teman PMR kepingin ketemu sama teman-teman orkes di Bandung. Gak hanya ketemu, PMR juga mau sekalian manggung, karena mereka juga pingin acara yang lebih intim. Forum Orkes Dunia Akherat (FODA) menggarap acara ini dengan tujuan sharing, sekaligus nonton PMR tampil. Ternyata, ada orkes dari beberapa daerah yang juga ingin ikut main. Sempat ada kendala, sampai akhirnya kira-kira di H-14, Keyz sebagai ketua panitia memutuskan supaya acara ini tetap berjalan dan dia mengurus segala macamnya.

Inti acara ini sebenarnya semacam road to, tapi kami pakai Bahasa Indonesia. Jadinya adalah, “FODA bekerjasama dengan DAM Karaoke & Lounge menuju Konferensi Orkes Indonesia Jilid 2” (jilid pertama diadakan di tahun 2016 bersama PSP). Jadilah acara “Temu Kangen PMR”. Sejak sore, PMR sudah datang di venue. Mereka banyak sharing sama teman-teman orkes yang juga sudah datang sebelum acara mulai. Teman-teman PMR bagi-bagi tips tentang gimana caranya bikin grup orkes.

Jika disimpulkan dari acara “Temu Kangen PMR”, meskipun secara penonton memang kurang banyak, tapi alhamdulillah si pesan dan kesan yang pingin kami sampaikan mengenai targetnya, karena kami memang berfokus ke massa komunitas orkesnya, bukan ke penonton umum. Hasilnya pun, banyak masukan untuk teman-teman orkes yang manggung hari itu.

 

Kapan acara “Konferensi Orkes Indonesia 2017” akan digelar?

Konferensi itu rencananya diselenggarakan pada 27 maret 2017, bertepatan dengan setahun dari konferensi pertama. Tapi, setelah mendengar beberapa masukan, kayaknya acara ini akan diundur. Entah di Bandung atau Jakarta, dan bekerjasama dengan teman-teman disana. Karena, ternyata banyak teman-teman yang pingin terlibat. Yang saya lihat, ide awalnya itu dari Fathul (Nunung CS), Nedi (PHB), dan Ade (PSP). Mereka mencetuskan ide yang akhirnya disambut sama teman-teman musik orkes.

 

Menuju “Konferensi Orkes Indonesia 2017”, apa saja yang akan disiapkan sebagai rangkaian menuju acara utama?

Bakal ada lagi gigs regular tematik. Kalau misalkan kami ada budget secara kolektif, kami ingin ngajak teman-teman dari luar Bandung. Karena, selama setahun ngumpulin database orkes di Indonesia, ternyata jumlahnya ada banyak. Bahkan, ada beberapa grup musik yang sebenarnya bukan orkes tapi ingin disebut orkes. Acara itu bakal dalam satu rangkaian, dan misalkan ada lagi di Kota Bandung, kami ingin bisa lebih menyebar.

 

Apa output dari “Konferensi Orkes Indonesia” Jilid Dua?

Tadinya, outputnya pingin launching kompilasi, seperti tahun kemarin. Di tahun kemarin, ada 20 orkes se-Indonesia, meskipun memang masih didominasi sama Bandung. Ternyata, setelah ngobrol sama perwakilan dari Jakarta, kami punya satu kesamaan visi dan misi: “kalau memang mau mengangkat orkes, bikin dengan ‘benar-benar’ serius”. Akhirnya, di “Konferensi Orkes Indonesia 2017", kami ingin memajang artefak-artefak dari para legend sampai ke generasi sekarang, supaya orang-orang tahu bahwa jenis musik orkes ternyata serius.

 

Apa yang membuat musik orkes ini spesial?

Mungkin spesialnya adalah orkes adalah musik asli dari Indonesia. Selain itu, gak hanya orang-orang terdahulu doang yang main musik orkes, tapi generasi sekarang pun masih mau mainin musik orkes. Anggapan kami, musik orkes itu keren. Kami bangga dengan konten lokal tersebut. Ditambah lagi para legend kembali aktif, kami jadi makin semangat. Yang awalnya kami gerak masing-masing, sekarang udah ada wadahnya dan kami gerak bareng-bareng. Gak cuma di eranya PSP dan PMR yang didukung oleh Warkop, bahkan sampai sekarang pun ada. Sampai beberapa lagu PHB aja dibikin soundtrack film, di jaman mereka menyandang predikat “raja pensi”, kenapa nggak sih yang sekarang diblow up juga. Musik kayak kami pun sudah merambah ke dunia televisi. Nunung CS sekarang udah mulai mengisi lagu-lagu di salah satu program. Kalau misalkan bukan generasi sekarang yang nerusin, musik itu gak akan hidup.

Kami masih disebut dangdut kontemporer, jadi kami harus mencetuskan diri, kalau bisa daftar ke hak cipta atau apa lah yang mengurus musik, bahwa inilah musik orkes. Kami punya aliran musik yang khusus, meskipun yang mengawalinya katakanlah Rhoma Irama. Ditambah lagi, masih ada legend yang kembali aktif (PSP dan PMR).

 

Seperti apa dinamika musik orkes? Apa yang menyebabkan musik orkes ini mengalami fase “timbul-tenggelam”?

Dari sepengetahuan saya, di sekitar tahun 1976, musik ini muncul dari ide awal milik Almarhum Kasino dan Almarhum Nanu (Warkop). Mereka ngobrol sama Soneta, lalu mengaplikasikan musik tersebut sebagai pengiring di radio, dan mereka bikin kaset lawak tapi musiknya dengan pola musik orkes, dibawa jadi soundtrack, sampai akhirnya mereka pun main film. Sempat naik dan akhirnya turun, ya itu karena star syndrome, atau kesibukan masing-masing. Akhirnya, hal tersebut jadi boomerang untuk mereka sendiri.

PSP dan PMR, mereka ini sama-sama disupport oleh Warkop. Dulu, PSP dan PMR punya sebutan “Orkes Moral” (orkes yang membahas moralitas dan saat itu yang ramai adalah pergerakan mahasiswa di dunia politik dan lain-lain). Di masa vakum, muncul PHB, meskipun secara gak sengaja.

Mereka (PHB) awalnya klub sepak bola, tapi kalah melulu, dan akhirnya bikin musik. PHB jadi grup orkes dengan tema yang mahasiswa banget. Awalnya, PHB hanya jago kandang. Tapi, ketika masuk era millennium, mereka sering main di pentas seni SMA, makanya sebutannya adalah "Orkes Milenia". Tapi, makin sini, mulai bermunculan band-band yang lebih keren lah, katakan. PHB secara pamor mulai turun, tapi mereka tetap punya massanya sendiri meski memang tidak sebanyak band-band yang sekarang. PHB sendiri sebenarnya gak berharap ada regenerasi, main mah main aja.

Jadi, kalau mau dirunut, tahun 70-90an awal adalah eranya PSP dan PMR, selanjutnya PHB. Ternyata apa yang dilakukan PSP, PMR, dan PHB menginspirasi beberapa orang yang menganggap itu keren, meskipun skill gak punya, background musik gak ada, tapi modal percaya diri, nekat, dan berani. Darisitulah baru mulai bermunculan, seperti Nunung CS, Orkes Ketombe, dan lain-lain. Akhirnya, sekarang mulai muncul bibit-bibit baru.

 

Apakah orkes itu memang harus menyuguhkan hal-hal humor? Padahal, musik ini pertama kali dibuat dengan tema yang berkaitan dengan idealisme mahasiswa.

Sebenarnya itu yang sempat jadi pertanyaan. Seperti nonton acara FODA pertama, tiap grup punya banyolan masing-masing. Mengapa begitu? Karena mereka melihat dari pendahulunya. Mereka mengawali dari musik-musik lawak. Diawali dari situ, akhirnya hampir semua grup menerapkan pakem bahwa di orkes ini harus ada humornya, apapun bentuknya. Meskipun memang membahas tentang kritik atau idealisme mahasiswa, orkes gak menyajikannya dengan terlalu lantang.

 

Sebagai yang melanggengkan musik orkes dari generasi muda, apa yang membuat musik ini menarik? Padahal, banyak musik-musik lain yang lebih hits saat ini.

Kalau saya pribadi, musik ini beda. Kayaknya, alat apapun itu sah untuk dimasukin dan bisa jadi sesuatu. Kalau kami mau “ngerusak” lagu dari orang lain jadi gaya orkes pun bisa. Si yang punya lagu aslinya pun malah merasa keren, ditambah yang ngecovernya legend. Makanya, sekarang banyak juga grup-grup orkes lain yang ngecover, atau ngambil lagu-lagu yang biasa orang dengerin dan digubah jadi versi orkes. Lagu yang ditarik ke musik orkes itu jadi ada warna sendiri. Buat saya, hal itu tuh keren, ketika bisa mengaransemen lagu yang awalnya bagaimana, ditarik ke orkes jadi begini, dan tetap keren.

 

Lalu, bagaimana perkembangan musik orkes dari teman-teman dari generasi muda?

Sebenarnya masih stagnan. Karena begini, kan bisa disebut kami hilang selama beberapa tahun generasi. Eranya PSP dan PMR mah berdeketan, menuju ke PHB ada beberapa tahun, lalu dari PHB ke yang sekarang lumayan jauh. Orkes yang sekarang bermunculan belum ada yang punya karakter mereka masing-masing. Mereka hanya sebatas bercita-cita untuk punya band “humor”. Balik lagi, ketika mulai kembali bergeliat, pergerakannya masih masing-masing.

Ketika FODA kebentuk dan kami ngobrol bareng PSP dan Om Ade. Saat itu, Om Ade kaget karena ternyata apresiasi ke musik orkes itu banyak. Daripada banyak tapi tidak satu visi misi, mending diwadahi, karena orkes adalah salah satu musik yang perlu dilestarikan. Inilah salah satu cara supaya kami bisa satu visi misi dan tidak menganggap satu sama lainnya sebagai saingan.

 

Nah, kalau musik orkes memang seolah-olah punya pakem tersendiri, apakah ketika ada grup musik yang tidak memakai keseluruhan pakem sama dengan bukan orkes? Misalnya, sudah tidak ada guyonan.

Gak juga. Sebenarnya humornya bisa dilihat gak cuma dari segi lagu dan musikalitas yang ceria. Kayak contohnya, lagunya Koes Plus yang “Mari Berjoget” yang dicover oleh PHB. Si liriknya gak ada yang dirubah, lagamnya juga, hanya dijadikan versi orkes, tapi ditambahin instrumen DJ dan ada ngerapnya. Apakah itu disebut “keluar” dari musik orkes, ya nggak juga. Itu hanya ngecover yang lebih eksploratif.

 

Jadi, unsur wajibnya orkes itu apa saja?

Nah itulah hal yang kemarin dibicarakan bareng Dado (manajer PMR), yang harus ada di musik orkes itu apa. Ketika sudah tercetus semua, barulah kami bikin “Wikipedia” sendiri, sebagai definisi dari musik orkes.

 

Apa bedanya orkes dan dangdut?

Beberapa poin yang jelas adalah, kami lebih bicara tentang keseharian, dan ada unsur mahasiswa. Selain itu, jelas ada guyonan di tengah lagu. Selain itu, sah-sah aja kalau pemain musik orkes gak pakai koreo atau goyangan seperti musisi dangdut, meskipun memang yang nonton sih pasti joget. Lebih ke bebas lah. Bahkan jalan-jalan kayak Om Kapur kemarin (di acara Temu Kangen PMR), itu sama sekali gak masalah. Setidaknya itu versi saya.

 

Terakhir, tolong ceritakan tentang FODA, dan tujuan dari teman-teman FODA!

Forum ini aktif sejak tahun 2016. Awalnya, FODA dibentuk karena pertama, kami ingin punya database yang nantinya bisa diakses oleh semua pihak. Kedua, orkes ini bisa eksis karena karya, bukan karena banyak manggung. Mau sering manggung tapi gak ada karya sendiri tetap percuma. Akhirnya, kami ingin ikut membantu promosi dan distribusi teman-teman orkes yang katakanlah dipandang sebelah mata oleh beberapa media. Kami ingin buat media sendiri, dengan harapan minimal adalah orang tahu aja dulu.

Seperti tahun kemarin, kami buat Kompilasi Orkes Nusantara. Ke depannya, bisa jadi ada kompilasi-kompilasi untuk ngajak teman-teman orkes lain yang belum sempat terlibat di kompilasi pertama, atau bisa jadi kami bikin kolaborasi antara legend dan yang muda-muda. Misalnya, kemarin ada ide kalau PSP dan PMR bikin materi, lalu kami mengundang orkes-orkes generasi sekarang untuk kolaborasi. Hal tersebut itu bertujuan supaya mereka punya pengalaman lain. Gak cuma menggarap karya sendiri, tapi pengalaman kolaborasi, apalagi bersama legend. Kami ingin ada di ranah sejarah musik Indonesia, karena selama ini musik orkes belum ada yang mendalami secara serius.

Dari awal, kami memang ingin menunjukkan bahwa komunitas kami masih ada. Begitupun ketika bicara grup musiknya. Ketika ngomongin Bandung, orkes gak hanya tentang Pemuda Harapan Bangsa (PHB), ngomongin Jakarta juga gak hanya Orkes Nunung CS. Komunitas kami makin berkembang secara regenerasi dan punya warna masing-masing. Contohnya, OPJ yang manggung di acara Temu Kangen PMR”. Mereka datang dari Sumedang membawakan konten lokal di karya yang mereka buat. Tidak hanya ngobrolin soal kegiatan sehari-hari, cinta-cintaan, atau mahasiswa, tapi di si orkes pun mengangkat konten lokal jadi sebuah karya.

Ke depannya, kami ingin, kalau bisa, ada gigs regular, meskipun kami memang melihat bahwa grup orkes belum sebanyak grup musik dari aliran lain. Dari segi penonton, massa kami belum sebanyak massa aliran lain, meskipun memang mereka ada, atau semetal-metalnya orang dikasih orkes mah pasti goyang, tapi secara kuantitas memang belum sebanyak yang lain. Makanya, kami pingin bikin acara regular, entah mungkin sebulan atau dua bulan sekali, sampai nanti ada “gong”nya di acara “Konferensi Orkes Indonesia”.

View Comments (1)

Comments (1)

  • cakmanson
    cakmanson
    12 Mar 2017
    Kami dari Orkes Analog, Bali<br /> Sangat mendukung FODA untuk meng-eksiskan kembali musik orkes.<br /> Kami siap menggoyang Indonesia.
You must be logged in to comment.
Load More

spinner