Exclusive Interview : Merayakan Bunyi Bersama Duo Bottlesmoker (Bagian Pertama)

Exclusive Interview : Merayakan Bunyi Bersama Duo Bottlesmoker (Bagian Pertama)

Awal ketertarikan Bottlesmoker tentang merespon bunyi-bunyian di sekitar 

Angkuy menuturkan jika pada awalnya mereka membuat bebunyian dari perangkat lunak komputer, sampai akhirnya bisa beli beberapa alat musik dan mulai eksplor dari alat musik tersebut. "Suatu waktu kita mentok dan bosan sampai ingin eksplor lebih jauh lagi. Hingga sekitar tahun 2013-2014, muncul Skrillex yang saat itu mulai mempopulerkan dubstep, dan membuat generasi musisi elektronik yang baru. Saat itu banyak anak muda cukup mudah membeli alat untuk membuat musik elektronik, karena device nya hanya laptop dan controller, hingga membuat banyak musisi yang terbilang awam dengan mudah melabeli dirinya sebagai musisi elektronik.

Hal itu membuat kita merasa kok ini instan banget ya? Segampang itu. Karena waktu itu cukup rame juga dengan fenomena EDM dan Dubstep tersebut, sampai akhirnya kita kepikiran untuk mengubah fenomena itu, dengan hal yang tradisional. Karena dulu sejarah musik elektronik itu sendiri bahkan diawali dari bebunyian benda-benda sekitar, yang dalam artian lebih organik, tradisional, dan kita ingin membalikan lagi hal itu, seperti misalnya membuat kick drum dari meja yang dipukul, atau dari bekas galon air. Seperti itu lah. Kita seperti menantang diri sendiri dengan cara tradisionalnya musik elektronik. Selain itu juga kita ingin mengenalkan pada publik jika musik elektronik itu bukan hanya (menurut istilah Angkuy) jedag jedug saja.

Nobie menambahkan jika stigma orang tentang musik elektronik pada saat Skrillex muncul itu beranggapan bahwa musik elektronik itu adalah musik  yang instan. "Banyak orang beranggapan jika musik elektronik ya hanya untuk party, musik elektronik ya narkoba, musik elektronik dikaitkan dengan hedonisme lah bisa dibilang. Disitu jadi keluar esensi dari musik elektronik itu sendiri, karena semuanya instan, serba digital, dan semua orang pun bisa. Jadi kita ingin membalikan hal itu.

"Untuk membalikan hal itu salah satunya kita pernah realisasikan juga bareng DCDC Dreamworld pertama saat Asian Tour, dengan merespon bebunyian dari benda-benda yang ada di sebuah kota. Itu juga karakternya elektronik, tapi bukan yang ‘jedag jedug’, tapi lebih ke eksperimental, lebih ambience. Itu juga kategorinya masih elektronik. Nah dari situ mulai dapat feedback yang bagus lah dari teman-teman, dan akhirnya dikembangin terus. Kita mulai eksplorasi dari hal lain, seperti buah-buahan misalnya. Jadi punya lahan eksplorasi baru lah bisa dibilang. Dan kita terus eksplor dari hal-hal seperti itu", ujar Angkuy. 

Outputnya dari projek itu menghasilkan apa?

Angkuy : Audio series yang DCDC Dreamworld. Kita kasih nama kompilasi itu Drawing Cities Decoding Chords. Singkatan DCDC versi kita. Jadi kita datang ke satu kota, untuk menangkap bunyi-bunyi yang khas dalam setiap kota, karena kan setiap kota punya karakter suara yang berbeda- beda. Kaya di Bandung misalnya, ada angkot, ada tukang cuanki mungkin, sedangkan kalo kita ke Padang mungkin ga ada tukang cuanki. Ya seperti hal-hal itu lah. Itu kita compile jadi satu audio series. 

Waktu kita tur ke Asia tenggara, setelahnya ada feedback-feedback lain, mulai dari yang sifatnya komersil sampai non komersil, dan munculah ide untuk mengeksplorasi per-kategori, misalnya everyday object, dari mulai buah-buahan, sayuran, dan banyak lagi. Itu mulai di publish sekitar tahun 2015, dan mendapat respon yang bagus, sampai saat kita tampil di Laneway Festival tahun 2017, mereka minta kita untuk bikin musik dari benda-benda yang ada di sekitar kita secara live. Sampai akhirnya ada beberapa pesanan-pesanan untuk dibuatkan seperti itu juga.

Untuk menangkap atau merespon bunyi yang ada di sekitar, itu ada observasi khusus ga? Seperti apa observasinya?   

Nobie : kalau seperti dalam video mungkin sama kaya bikin storyboard nya dulu lah, apa aja yang mau diambil, benda apa aja yang bisa mewakili instrumen drum, gitar, bass, dan yang lainnya untuk dimasukan jadi sebuah komposisi musik.

Angkuy : Biasanya sih, kesimpulannya ada tiga elemen yang harus mewakili karakter Low, Middle, High. Tiga itu aja dulu yang penting. Awalnya kita nangkep bunyi semuanya, dikumpulin, ga tahunya kita malah pusing (tertawa), karena kebanyakan bunyi-bunyian yang kita rekam, dan kita juga belum tahu rumusan tiga elemen itu tadi. Karena baru pertama kali ya. Sekarang udah enak lah, udah punya polanya.    

Bersambung

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner