Dino ‘Kuburan’ : Sang Konseptor dan Peracik Gimik Panggung

Dino ‘Kuburan’ : Sang Konseptor dan Peracik Gimik Panggung

Setiap saya membayangkan sebuah panggung selalu saja ada dorongan dari diri saya untuk terus melahirkan inovasi baru dan berbeda di atas panggung

Bicara tentang musik rasanya ada satu hal yang kiranya bisa jadi padu padan yang cukup berhubungan dengan itu. Memang bukan mengarah pada urusan teknis bermain musik, tapi lebih kepada dunia musik dan panggung hiburan yang menjadi bagian dari bisnis dunia hiburan. Adalah gimik yang biasanya bisa berbanding lurus dengan dunia pertunjukan, agar sebuah penampilan bisa terlihat luar biasa dan mencuri perhatian.

Salah satu kolektif musik yang mengamini hal tersebut adalah Kuburan. Band yang terkenal berkat lagu “Lupa Lupa Ingat” merupakan band yang cukup concern dengan gimik di atas panggung, sebagai bagian dari pertunjukan mereka. Menelusuri lebih jauh tentang alasan dibalik moncernya ide-ide mereka dalam melahirkan gimik pertunjukan di atas panggung, nyatanya hal tersebut kemudian mengerucut pada salah satu personilnya, Dino.

Usut punya usut, ternyata Dino besar terlebih dahulu sebagai pemain kabaret, sebelum akhirnya terjun ke dunia musik. Lucunya, bahkan ketika temannya mengajak dia main musik Dino bingung menentukan posisinya di band, sampai akhirnya ada kekosongan di posisi drummer. Dengan semua keterbatasannya Dino kemudian belajar bermain drum dan menjadi drummer band Kuburan.

Uniknya, meski Dino menemukan ‘dunia’ baru di bidang musik, ternyata dunia lamanya di kabaret masih terbawa, hingga hal tersebut kemudian melahirkan konsep-konsep panggung Kuburan yang terasa cukup kentara unsur kabaret, seperti misalnya gimik-gimik yang dibuat Dino lewat beberapa peran di atas panggung, dari mulai pocong hingga seseorang yang berperan sebagai stand mic.

Ditemui disela-sela kesibukannya menjadi co-host untuk program DCDC X Ngedrum School, Dino menuturkan jika panggung itu dunianya, di mana Dino lahir dan besar di dunia pertunjukan. Dari mulai main kabaret sampai main musik.

“Dari mulai yang malu-malu sampai ga tahu malu, itu semua saya rasakan di panggung. Saking sukanya dengan dunia panggung, akhirnya hal itu membuat saya jadi sering kelebihan energi buat membuat konsep panggung yang lain daripada yang lain. Jadi, kalau dipikir lagi soal kabaret dan musik sebenarnya cuma cara saya mengekspresikan diri saja, karena setelah dipikir lagi ternyata yang benar-benar saya cintai itu ya dunia panggung itu sendiri. Mau itu panggung kabaret atau musik, selama disana saya bisa merealisasikan ide atau imajinasi saya dalam bentuk pertunjukan sih rasanya senang-senang saja”, ujar Dino.

Kecintaan Dino pada dunia panggung sudah dia rasakan saat dia masih menjadi penonton di beberapa keriaan yang dia saksikan. Hal itu ternyata bisa menjadi trigger bagi Dino untuk bisa jadi penampil juga. Dino juga mengaku jika setiap dia membayangkan sebuah panggung selalu saja ada dorongan dari dirinya untuk terus melahirkan inovasi baru dan berbeda di atas panggung. Misalnya saja ketika Kuburan diundang untuk tampil di sebuah acara yang mengusung tema pedesaan. Saking ingin sesuai dengan tema acara, Dino sampai nyewa seekor kambing untuk dibawa ke atas panggung, agar terasa suasana pedesaannya. Padahal pihak panitia tidak sampai segitunya mengharuskan kami untuk segitu niatnya agar bisa sesuai dengan tema pedesaan. Lucunya, pada panggung-panggung awal Kuburan seringkali mereka nombok demi memenuhi gimik yang akan mereka tampilkan di atas panggung.

Karena hal itu, mungkin tidak sedikit orang yang menganggap jika Kuburan band yang penuh dengan gimik, bahkan mungkin tidak terlalu fokus ke musiknya. Tentang hal ini Dino mengaku santai saja, karena memang dari awal dia ingin Kuburan itu bisa jadi penampil yang menghibur ketika bermusik di atas panggung.

“Dari zaman Kuburan punya tiga orang vokalis, sempat me-nasional dengan single “Lupa-Lupa Ingat”, sampai kemudian Kuburan ada dititik sekarang sih rasa ‘gegeloan’ di atas panggungnya jangan sampai hilang. Bahkan tidak hanya di atas panggung, tapi juga di ranah sosial media misalnya. Karena sekarang kita ada pada zaman serba digital tidak sedikit konsep-konsep ‘gegeloan’ di atas panggung kemudian direalisasikan dalam bentuk konten di sosial media. Misalnya saja dengan adanya karakter Pinky Cong. Saya pikir itu merupakan buah pikiran/konsep pertunjukan di atas panggung, yang akhirnya jadi karakter yang bisa ‘bermain’ di ranah digital”, ujar Dino.

Dino mengaku jika ada semacam adiksi tersendiri ketika itu berhubungan dengan panggung. Ada kepuasan yang dia rasakan ketika bisa menuangkan ide/gagasannya ke dalam sebuah konsep pertunjukan.

“Ketika itu berhasil terealisasi besoknya ingin melakukannya lagi dan lagi. Tapi ya kalau masa sekarang mah jarang ya yang ngundang manggungnya juga hahaha. Buat saya yang memang besar di panggung dan telah merasakan keseruannya dunia panggung dan pertunjukan, rasanya ada sesuatu yang kurang jika kami, orang-orang panggung ini dibatasi ruang geraknya. Ya semoga saja pandemi memang benar-benar berakhir dan panggung-panggung pertunjukan bisa kembali ramai. Aamiin”, ujar Dino menutup obrolan dengan DCDC.   

BACA JUGA - Keasikan BMX Menurut Billy, Gustav, dan Buux

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner