Dinamika Dunia Musik Lokal di Semester Awal 2021 (Bagian Pertama)

Dinamika Dunia Musik Lokal di Semester Awal 2021 (Bagian Pertama)

Semester awal tahun 2021, meski dunia musik tanah air masih sepi panggung, namun nyatanya selalu ada cerita yang mereka (para musisi) bagi sepanjang enam bulan pertama tahun 2021 ini

Saya ingat tagline sebuah acara radio pada medio 2000 an awal bernama Monday Mess yang ditayangkan di radio OZ. Ariel atau El, vokalis dari band Vincent Vega kala itu menjadi penyiar acara tersebut. Ada satu tagline yang selalu diucapkan El setiap kali membuka acaranya, “Monday Mess...when music got something to say”. Dari mulai saat itu saya percaya jika perkara musik pada akhirnya bukan hanya soal lagu, komposisi, atau hal-hal teknikal seputar aransemen musik saja, namun dibalik itu ada cerita-cerita yang menarik untuk diangkat ke permukaan, dari mulai konflik antar personil, cerita dibalik lagu/album, hingga gimik-gimik yang mereka buat dalam upaya memunculkan namanya ke permukaan. Semuanya menarik untuk dibicarakan, atau dalam konteks artikel ini, untuk dituliskan.

Semester awal tahun 2021, meski dunia musik tanah air masih sepi panggung, namun nyatanya selalu ada cerita yang mereka (para musisi) bagi sepanjang enam bulan pertama tahun 2021 ini. Dari mulai perilisan single/album, beberapa pertunjukan virtual yang digelar musisi secara mandiri, perselisihan musisi di kolom komentar sosial media, hingga satu persatu beberapa musisi terkasih harus berpulang pada semester awal 2021 ini.

Mengawali tahun 2021, ada satu berita kurang menyenangkan dari band Revenge The Fate, di mana sang bassis  Sona dinyatakan mundur dari Revenge The Fate. Sona sudah tidak lagi tergabung dalam Revenge The Fate sejak bulan Mei 2020, namun baru diumumkan secara resmi oleh Revenge The Fate enam bulan setelahnya, dan diamini oleh Sona pada awal tahun 2021 ini lewat pernyataan resminya di instagram. Berbanding terbalik dengan Revenge The Fate yang menyiarkan kabar kurang menyenangkan, pada awal tahun 2021 ini band Jeruji mengumumkan sesuatu yang menggembirakan lewat perilisan single baru mereka yang berjudul “Bangkar”.

Setelahnya, satu persatu berita-berita menarik pula menyenangkan hadir ke redaksi DCDC pada awal tahun 2021. Dari mulai pola kreatif Diskoria lewat sebuah platform bernama Studio Pop, yang menggandeng nama Laleilmanino dan Eva Celia untuk memproduksi lagu dalam waktu kurang dari 24 jam. Lagu ini  diberi judul “C.H.R.I.S.Y.E.”, yang terinspirasi dari legenda pop Indonesia, Alm. Chrisye. Melengkapi kabar gembira dari ranah musik cadas dan pop, ranah musik alternatif rock juga tidak mau kalah dengan memunculkan amunisi terbaiknya lewat single “Epos Tikus” dari band Satu Per Empat. Band ini cukup penting menjadi rujukan band alternatif terbaik ‘hari ini’, lewat semua pola kreasi dan warna yang mereka tawarkan. Ada sedikit kekosongan dalam katalog musik alternatif yang rasanya pantas diisi band ini, mengingat mereka datang menawarkan sesuatu yang fresh pula menyenangkan untuk dunia musik tanah air.

Masuk bulan Februari ada tiga band yang merilis dan menulis catatan penting lewat single dan albumnya. Mereka adalah Santamonica, Forgotten, dan Carnivored. Santamonica ‘si anak hilang’ dan hampir berjuluk ‘band mitos’ itu akhirnya muncul kembali ke permukaan dengan merilis single baru, yang merupakan hasil gubahan mereka atas lagu “Wanderlust” milik grup Kimokal. Dengan perilisan ini mereka seakan memijakan kembali kakinya di belantara musik tanah air, yang katanya terjal ini.

Dari musik metal ada dua band yang menuliskan catatan penting pada Februari 2021 ini. Yang pertama hadir dengan album barunya, dan yang kedua hadir dengan album lama rasa baru. Tahun 2021 ini Forgotten seakan hadir kembali dengan menyuguhkan romantisme lewat debut mini albumnya, Future Syndrome yang pertama kali dirilis pada tahun 1997 dalam format kaset pita. Album yang menjadi catatan penting bagi ranah musik extreme tanah air ini dihadirkan dalam format piringan hitam/vinyl, dengan menggandeng dua label kenamaan, Oblivion Records dan Grimloc Records. Selain menjadi romantisme bagi para penikmat karyanya, bisa dibilang album ini juga merupakan gerbang petualangan Forgotten hingga dua dekade ke depan, yang hingga hari ini tetap konsisten menghasilkan album epik, meski formasi awal ini sudah berubah dan hanya menyisakan Toteng dan Addy Gembel.

Seturut dengan itu, Carnivored melepas amunisi panas terbarunya lewat sebuah album berjudul Labirin. Album yang disinyalir mampu menggetarkan gendang telinga ini makin bertambah lengkap kala Carnivored menggandeng nama-nama musisi cadas tanah air seperti Anggi Ariadi (Revenge the Fate), Vicky Mono (Burgerkill) dan Stevi Item (DeadSquad). Secara musikalitas, Carnivored masih ada di pertemuan antara death metal, modern groove metal, thrash metal hingga progressive metal. Namun, ada kejutan yang mereka tawarkan. Jika biasanya kita disuguhkan lagu-lagu bertempo cepat, riffs yang teknikal dan blast beat yang padat, kali ini Carnivored terjun bebas ke area baru dalam death metal yang sama sekali belum pernah mereka jamah.

Masuk bulan Maret 2021 Mustache and Beard membuat inovasi menarik dengan menggelar konser virtual berkonsep Augmented Reality. Konser online/virtual yang menjadi solusi bagi banyak musisi pada era pandemi ini, kemudian memantik ide kreasi Mustache and Beard untuk menyuguhkan sebuah pertunjukan bertajuk “Pentas 360° : Realitas Maya - Mustache and Beard”. Pentas ini sendiri merupakan kegiatan konser secara digital dengan menggunakan teknologi video dan audio 360°, dan bisa dibilang konser video dan audio 360° pertama di Indonesia selama masa pandemi. Dalam konser ini penonton dapat menonton Mustache and Beard kapan saja dan dengan latar dimana saja. Menariknya lagi, penonton juga dapat foto dan video bersama Mustache and Beard yang kemudian bisa langsung di unggah ke sosial media /instagram.

Selain itu, beberapa rilisan yang masuk ke redaksi pada bulan Maret juga sangat menarik untuk disimak, dari mulai Taruk yang merilis single “Mencekam”, lalu ada juga GHO$$ yang merilis single “$$$$omeday”, Reality Club yang merilis single “I Wish I Was Your Joke”, Roadtrip to Antarctica merilis single “1978”, hingga Feel Koplo yang merilis mini album 'A Culture A 6'. Perilisan mini album ini menjadi ajang pertaruhan bagi Feel Koplo untuk menjawab pertanyaan publik tentang apakah duo ini bisa berhasil menawarkan karya sendiri atau tidak, mengingat duo ini dikenal publik sebagai grup yang kerap me-remix lagu-lagu popular musisi lain. Kali ini mereka hadir dengan ‘musiknya sendiri’.

Bersambung

BACA JUGA - Tentang Musik dan Pola Kreasi Menarik Tahun 2019

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner