Dengan Abusrditas-nya, Mawang Dinyatakan Bebas Dari Dakwaan Pengadilan Musik

Dengan Abusrditas-nya, Mawang Dinyatakan Bebas Dari Dakwaan Pengadilan Musik

“Terus kalau pun banyak orang tidak mengerti dengan karya saya, tidak masalah juga. Tidak ada keharusan agar mereka harus mengerti dengan karya saya”

Mawang. Satu nama yang belakangan menjadi perbincangan karena dinilai mempunyai karya yang tidak lazim. Lewat sebuah lagu berjudul “Kasih Sayang Kepada Orang Tua”, Mawang mengagetkan pubik luas dengan cara bernyanyi yang dinilai ‘absurd’, lengkap dengan penulisan lirik tidak kalah absurd, karena tidak bisa dikategorikan ke dalam bahasa apapun. Kecuali bahasa musik, ... mungkin.

Namun Mawang bukan tidak mempunyai narasi besar dalam karya-karya yang dianggap awam tidak lazim tersebut. Untuk lagu berjudul “Kasih Sayang Kepada Orang Tua” misalnya, Mawang menuturkan jika ungkapan kasih sayang kepada orang tua tidak bisa digambarkan dengan kata-kata yang biasa, dan caranya menginterpretasikan itu –salah satunya- dengan mengetengahkan lagu berlirik absurd, yang dilengkapi pula dengan gimmick dan performing art dia di atas panggung.

Atas hal tersebut Mawang didakwa ke Pengadilan Musik. Sebuah program dari DjarumCoklat Dot Com (DCDC) yang secara rutin mengundang dan mengkaji materi-materi terbaru dari band-band independen maupun solois tanah air yang aktif dalam membuat karya. Lewat program ini, mereka akan menyandang predikat sebagai Terdakwa, dan harus menghadapi berbagai tuntutan yang dilontarkan oleh Jaksa Penuntut. Di edisi kali ini, Mawang yang dipanggil untuk menjadi Terdakwa ini dituntut bisa berbicara atas nama karyanya, Mawang akan bebas dari tuntutan dan materinya akan dinyatakan layak untuk dikonsumsi oleh publik.

Bertempat di Kantin Nasion Rumah The Panas Dalam, Jalan Ambon No. 8A, Bandung, pada Kamis, 31 Oktober 2019 Mawang diadili oleh dua Jaksa Penuntut, yaitu Budi Dalton dan Pidi Baiq. Kursi Pembela akan ditempati oleh Yoga (PHB) dan Ruly Cikapundung. Pengadilan akan dipimpin oleh seorang Hakim yaitu Man (Jasad) dan jalannya persidangan akan diatur oleh Eddi Brokoli sebagai Panitera.

Bertindak sebagai pembela, Rully datang dengan kostum menyerupai Mawang, lengkap dengan rambut palsunya, serta kaleng kerupuk, sebagai bagian dari gimmick yang dia hadirkan di persidangan malam itu. Rekannya, Yoga PHB seperti biasa, datang dengan kaus parodi, yang kali ini dia memplesetkan nama Mawang menjadi Bawang.

Banyak hal yang menjadi bahan cecaran Jaksa penuntut di Pengadilan Musik malam itu. Seperti misalnya tentang absurditas Mawang yang diakui olehnya terpengaruh oleh musisi semisal John Cage (musisi/komposer yang dikenal berkat orkestrasi senyapnya, di mana dirinya hanya duduk di depan piano, tanpa memainkannya) yang dia kenal lewat pembelajaran dari dosen-dosennya di kampus (Mawang kuliah di salah satu kampus seni di Bandung).

“kalo ngomongin musik sebenarnya dengan cara saya bicara, berjalan, nafas, dan banyak aspek dalam hidup saya bisa dikategorikan ke ranah musikal, karena di dalamnya ada dinamika, aksen, ritme, dan komponen-komponen yang biasanya ada dalam musik. Kalau pun mau dibikin nada ya pasti bisa. Terus kalau pun banyak orang tidak mengerti dengan karya saya, tidak masalah juga. Tidak ada keharusan agar mereka harus mengerti dengan karya saya. Kalau misalnya udah suka, mungkin nanti mereka bisa cari tahu sendiri. Misalnya saja kalo orang suka bola, atau dalam hal ini Persib contohnya. Itu mereka tahu semua nama-nama pemainnya, padahal kan itu tidak diajarkan di sekolah” , jawab Mawang, ketika ditanya tentang musik menurutnya.

Ketika ditanya tentang konsep musik yang Mawang sajikan, Mawang menjawab jika dirinya terpengaruh apa yang disebut dengan konsep-konsep yang ada sampai dia minimalisir. “Dari sesuatu yang asalnya luas lalu saya bentuk secara minim tapi maximal, seperti yang dilakukan oleh Slamet Abdul Sjukur lah contohnya" (seorang komponis yang dikenal sebagai salah seorang pionir musik kontemporer Indonesia. Karya-karyanya lebih banyak dinikmati di mancanegara, khususnya negara-negara Eropa, daripada di Indonesia. Ialah yang mempunyai ide yang disebut minimaks-red)

Ada sesuatu yang begitu serius dibalik hal-hal absurd dan jenaka yang Mawang sajikan dalam karyanya. Ketika ditanya tentang ada tidaknya kekhawatiran tentang citra Mawang yang selalu dinilai jenaka tersebut, Mawang menuturkan jika dirinya tidak masalah dengan anggapan orang lain. “Proses berkarya jangan ada batasan pengaruh dari luar. Kalo kita menilai diri kita seperti apa kita tidak akan tahu nanti kita akan seperti apa. Kalo dibilang serius ya ini serius. Tapi kalo nganggapnya becanda juga ga masalah”, ujar Mawang.

Selain pembelaan yang dilakukan Mawang terhadap karyanya, dia juga didaulat untuk tampil malam itu, dengan membawakan lagu-lagunya, termasuk lagu “Kasih Sayang Kepada Orang Tua”. Lanjut di sesi persidangan, Mawang juga menjelaskan tentang arti dari “Maw & Wang, yang menurutnya dilatari pengalamannya yang suka nulis percakapan-percakapan sendiri, di mana ada dua sisi Maw & Wang.

“Kaya Yin dan Yang lah. Saya juga suka mendebat diri sendiri lewat Maw & Wang itu. Atau selain itu, sederhananya karena banyak diantara teman-teman saya yang manggil Maw dan juga Wang. Jadi bebas saja mau dipanggil Maw atau Wang juga. Sama kaya karya saya. Mau dianggap serius atau becanda silakan. Lagi pula saya ingin dikenal sebagai musisi yang ikhlas dan nyaman dengan karya saya”, ujar Mawang kala menjawab pertanyaan dari dua jaksa penuntut, Budi Dalton dan Pidi Baiq. Dirasa bisa mempertanggung jawabkan karyanya, Mawang dinyatakan bebas dari dakwaan, dan dirinya bisa bebas berkarya, meski banyak awam menganggapnya absurd. Pengadilan Musik malam itu diakhiri dengan pemberian plakat dan foto bersama dengan perangkat pengadilan.

BACA JUGA - Mampu Tunjukan Kebolehannya Bermusik, Pusakata Dinyatakan Lolos Dari Pengadilan Musik

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner