Menggali Underground Yogyakarta (Part 3)

Menggali Underground Yogyakarta (Part 3)

by: Bobby Agung Prasetyo

Terjun ke dalam skena musik indie di tahun 1997 memang tak lepas dari perburuan kaset. Referensi masih sangat terbatas dan kaset menjadi satu-satunya media yang mudah didapat (ingat, vinyl sudah lumayan susah didapat dan CD masih teramat mahal). Risikonya, tak semua musik bisa kita akses, karena hanya terbatas yang ada di toko kaset. Hanya segelintir orang beruntung yang bisa menikmati musik “keren”.

Di Yogyakarta sendiri terdapat suatu pojok musik yang sering disebut ‘Ngejaman’ (karena letaknya yang berseberangan dengan sebuah tugu jam besar) yang terletak di antara jalan Malioboro dan benteng Vredeburg. Ngejaman merupakan sederetan lapak kaset tempat para kolektor dan penikmat musik berburu band/musisi idaman mereka dalam bentuk kaset. Sejak file-sharing semakin merebak di awal 2000an, Ngejaman seperti digerogoti zaman hingga akhirnya terpinggirkan.

Awal perburuan kaset untuk mendapat referensi yang cukup bermula dari jaringan pertemanan. Kompilasi indie pertama dari Yogyakarta bermula dari ‘’United Underground’’, sebuah kompilasi yang copy-nya kini hilang rimbanya. Ada pula sebuah sesi radio Geronimo bernama ‘Rabu Rock' yang sering memutar nomor-nomor milik band indie macam Puppen, Suckerhead, Getah, dll. Ternyata semua itu lebih dari sekedar musik. Terdapat sebuah semangat, etos, kepercayaan, dan prinsip yaitu Do it Yourself-DIY.

Kredo dan semangat DIY tentu tak pernah lepas dari skena musik indie. Dari awal kemunculannya dalam sub-kultur punk di Amerika, etos DIY selalu melekat hingga saat ini. Etos ini memberi banyak hal bagi perkembangan scene musik indie khususnya di Yogyakarta, bahwa setiap orang yang berkecimpung dapat melakukan semua dengan tangannya, mulai dari mengorganisir tur/gigs, merilis EP maupun album, hingga mencetak zine.

Alih-alih berorientasi ke profit, scene musik indie menjadi objective-oriented dan budaya berbasis komunitas (community-based culture). Tak ayal, kredo ini memicu perdebatan biner indie-mainstream yang tak berujung. Tak bisa dipungkiri bahwa banyak band yang menginginkan penghidupan yang layak, atau setidaknya hidup dari musik. Pelabelan sebuah band dengan sebutan “sell-out” seringkali terjadi. Shaggy Dog dan Superman is Dead adalah contoh band yang sempat mendapat label itu.

*diolah dari berbagai sumber

foto: net

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner