Apakan Naif Keluar Dari Label Rekaman Besar?

Apakan Naif Keluar Dari Label Rekaman Besar?

Apakah memang label rekaman besar sudah tidak menarik bagi mereka, atau apakah dengan memilih jalur independen, dan memasarkan albumnya sendiri menjadi cara yang dinilai lebih menguntungkan?

Keputusan salah satu band besar di Indonesia untuk keluar dari perusahaan rekaman, yang telah menaungi mereka selama lebih kurang delapan belas tahun, tentu menjadi pertanyaan besar juga. Apakah memang label rekaman besar sudah tidak menarik bagi mereka, atau apakah dengan memilih jalur independen, dan memasarkan albumnya sendiri menjadi cara yang dinilai lebih menguntungkan?

Hampir setiap orang yang bergelut di dunia musik baik itu solois atau group, salah satu tujuan untuk karir bermusiknya adalah untuk masuk dapur rekaman, membuat album, laku , sampai popular. Dan label rekaman lah yang bisa mewadahi itu semua. Mereka mengakomodir biaya produksi, promosi, bahkan ada sebagian dengan sengaja mengakomodir hal penunjang lain seperti untuk urusan gossip atau sensasi yag di harapkan bisa mendobrak penjualan albumnya. Tidak semuanya memang, tapi ada beberapa.

Pertanyaannya adalah di zaman yang serba bajak membajak ini, di zaman yang sudah jarang sekali orang peduli, jika membeli karya yang asli itu adalah nafas bagi pelaku industri musik tanah air. Apa masihkah label rekaman besar itu bisa jadi pegangan?

Dalam pikiran setiap orang awam yang silau duluan akan gemerlap industri musik dan label rekaman besar, mungkin masuk menjadi bagian dari artis suatu label rekaman tertentu adalah suatu nilai kebanggan tersendiri. Tapi apa itu bisa berbanding lurus dengan semua hal yang di tawarkan seperti album yang laku, dan popular. Belum lagi pembagian hasil yang terpaut jauh antara si artis dan pemodal/si produser rekamannya.

Masihkah label rekaman besar menjadi tujuan seorang musisi untuk menempatkan karya-nya disana?

Sebuah pertanyaan yang di jawab oleh pertanyaan lainnya tentang sebuah rasa skeptis berada dalam negara, yang entahlah apa masih ada orang yang berpikir jika suatu karya haruslah di hargai hak ciptanya atau tidak.

Cara paling kongkrit menyikapi tentang industri musik yang pincang ini adalah balik lagi ke si band-nya itu sendiri. Bagaimana mereka menciptakan pasarnya sendiri, fanbase yang kuat, dan musik yang berkarakter. Sepertinya dengan cara seperti itu akan membuat si band atau musisinya akan bertahan lama di industri, baik itu mainstream maupun non mainstream. Tapi jika secara esensial, musik yang dangkal akan dihargai dengan dangkal pula, menjadi mudah dicerna dan mudah dilupakan.

Logikanya sederhana sebenarnya. Dengan fanbase yang hanya 1000 orang saja sebenarnya si band atau musisi itu bisa bertahan lama di industri, tapi dengan catatan semua fans-nya membeli rilisan fisiknya, datang ke konsernya, beli merchandise-nya. Karena yang membuat si musisi itu ada adalah para pendengarnya/penggemar. Maka dari itulah me-maintence fans itu perlu dan sebaiknya jangan ada jarak antara si artis dan penggemarnya. Bagaimana cara si artis me-maintence si fansnya agar tidak merasa bosan dengan karya yang coba si artis tawarkan. Dengan berbagai inovasi baru, musik yang fresh, lirik lagu yang membangun, juga kedekatan personal jika fans adalah friends.

Namun lepas dari itu, semoga industri ini terus ada, baik itu mainstream maupun non mainstream. Setiap musisi butuh wadah untuk berkarya. Karena hal yang paling ironis adalah ketika seorang musisi yang potensial pada akhirnya ragu memberikan karya-nya kepada label, karena alasan ketakutan akan stigma yang di bangun oleh label besar, yang dimana pasar adalah segalanya. Yang pada akhirnya si musisi itu sendiri terjebak dalam keasikan mendengarkan lagunya sendiri, tanpa berpikir jika apa yang ingin dia sampaikan itu sebaiknya sampai juga ke telinga banyak orang. Dan untuk itulah harusnya industri musik/label rekaman itu ada, untuk menyampaikan atau sebagai perpanjangan tangan seorang musisi untuk berkarya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner