A Page About : Daramuda, Sekali Berarti Sesudah Itu Mati

A Page About : Daramuda, Sekali Berarti Sesudah Itu Mati

Foto didapatkan dari akun instagram @sandrayatifay

Daramuda telah memilih untuk lahir dan memilih untuk mematikannya. Sebelum akhirnya mereka tua dan menjadi sial, karena seperti apa kata Soe Hok Gie, ‘’yang tersial adalah yang terlahir dan mati tua’’.

Dalam sebuah puisi berjudul ‘’Maju’’, ada hal menarik yang dituliskan Chairil Anwar pada bait ke dua puisi tersebut, "Sekali Berarti Sesudah Itu Mati", yang kemudian jadi kutipan terkenal "Si Binatang Jalang" kala dirinya mengobarkan semangat perjuangan mengusir penjajah, tujuh dekade silam. Kutipan tersebut kemudian menjadi relevan dengan yang belum lama ini saya baca, tentang bubarnya proyek musikal paling santai bernama Daramuda Project. Tidak ingin pamit tanpa jejak yang membekas, trio ini kemudian merilis single perpisahan berjudul ‘’Selamat Tinggal’’.

Dengan segala kerendahan hati dan tanpa bermaksud mengesampingkan dua personil lainnya, cerita kemudian berfokus pada Rara Sekar, di mana bagi orang yang menggemarinya mungkin akan kembali patah hati dengan berita bubarnya Daramuda, setelah dulu Rara juga membubarkan proyek musik Banda Neira. Bubarnya Banda Neira kemudian sedikit terobati dengan kemunculan kembali Rara Sekar di proyek musik Daramuda, sampai akhirnya proyek ini juga bubar, dan para penggemar harus kembali menelan pil pahit itu.  

Bicara tentang Daramuda maka kita akan bicara tentang tiga perempuan cantik bertalenta yang terdiri dari Danilla Riyadi, Rara Sekar, dan Sandrayati Fay. Menjadi menarik ketika ketiganya justru seakan ingin melepaskan citra tentang ‘’tiga perempuan cantik bermain musik’’. Seakan menjadi anti hero dalam semesta Marvel. Seperti halnya Deadpool yang meskipun secara kemampuannya layak disandingkan dengan superhero lainnya, tapi Deadpool lebih memilih bersenang-senang dengan kemampuan super yang dia miliki, daripada harus tampil layaknya superhero yang wajib terlihat sempurna di segala sisi, termasuk dengan sederet peraturan dalam bertingkah laku yang diatur sedemikian rupa, agar menjadi contoh sebagai manusia super yang baik.

Pun begitu dengan Daramuda Project ini. Mereka memilih untuk bersenang-senang tanpa pretensi apapun, dan mungkin yang jadi poin utama kelompok ini adalah tidak adanya keharusan, seperti tidak harus laku, tidak harus terkenal, dan tidak harus-tidak harus lainnya, yang seperti kebalikan dari apa yang biasa dibebankan kepada kelompok lainnya yang ada di ranah arus utama, yang harus menjual, harus laku, dan harus terkenal. Trio Daramuda Project seperti antitesis dari apa yang biasa digambarkan orang tentang kelompok musik yang terdiri dari para personil berwajah cantik, dengan suara yang melenakan telinga.

Daramuda seperti tidak ingin digemari dengan pilihan tema lagu yang kontras dari hal-hal populer, atau pun pernyataannya dengan kalimat “bukan idola remaja”. Tapi masalahnya, siapa yang bisa menolak pesona Rara Sekar, Danilla Riyadi, atau pun Sandrayati Fay? Satu orang Rara Sekar saja bisa membuat banyak pria “Berjalan lebih jauh dan menyelam lebih dalam”, demi mendapat perhatian si dara cantik yang identik dengan kacamatanya itu. Apalagi ditambah Sandrayati Fay dan Danilla, yang bahkan di setiap tarikan nafasnya bisa membuat teror yang berpotensi merusak hubungan sepasang kekasih, karena membuat si pria salah fokus.

Namun mereka seperti telah selesai dengan keinginan untuk tampil cantik dan menarik, atau pun melakukan segala cara demi sanjung puji banyak orang. Mereka hanya ingin bertingkah ‘iseng’ dengan apa yang mereka bisa, yakni bernyanyi dan bermusik. Sayangnya keisengan mereka ditanggapi serius, hingga akhirnya mereka diharuskan mempunyai identitas dan diberikan ruang untuk tampil. Panggung musik bawah tanah atau pun arus utama sepertinya memang sedang kekosongan penampil yang tidak hanya menarik secara visual, tapi juga menarik secara suara, dan Daramuda punya dua hal itu, menarik secara audio visual.

Memutuskan untuk lahir dan kemudian memutuskan untuk mati adalah pilihan. Daramuda telah memilih untuk lahir dan juga memilih untuk mematikannya. Sebelum akhirnya mereka tua dan menjadi sial, karena seperti apa kata Soe Hok Gie jika yang tersial adalah yang terlahir dan mati tua. Daramuda Project memilih untuk sekali berarti, sesudah itu mati. Lebih tepatnya mati untuk dikenang dengan manis lewat karya terakhirnya di lagu ‘’Selamat Tinggal’’.

Apa yang terjadi pada Daramuda ini mungkin jadi sedikit mengingatkan pada bubarnya kelompok musik Semakbelukar. Kolektif yang dibidani oleh David Hersya ini juga memilih ‘mematikan’ grupnya, kala namanya justru mulai dikenal dan diapreasi positif oleh banyak orang. Memilih musik melayu untuk diketengahkan, alih-alih tersaji banal dengan penulisan lirik lagu galau, David malah menuliskan tentang rasa marah dan malas adalah anugerah untuk kita yang berpikir.

Baik Semakbelukar atau pun Daramuda mungkin keduanya sadar jika ketika namanya semakin muncul ke permukaan maka akan semakin tinggi ekspektasi orang pada mereka. Akhirnya mereka menjadi dituntut harus selalu kontras, sarkas, menghibur, dan banyak lagi lainnya yang justru perlahan mematikan grupnya itu sendiri, karena bermusik kemudian menjadi tuntutan bukan pelepasan. Jadi sebelum grupnya dimatikan oleh ekspektasi banyak orang, mereka memilih lebih dulu mematikannya.

BACA JUGA - Untuk Setiap Sudut ‘Gelap’ Kita, Ada Glenn Disana

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner