440Hz Atau 432 Hz? – Perdebatan Tiada Akhir Perihal Standar Tuning Alat Musik

440Hz Atau 432 Hz? – Perdebatan Tiada Akhir Perihal Standar Tuning Alat Musik

Sumber foto: https://harizmaart.deviantart.com/art/Music-590349870

Hasil studi sains menyebutkan gelombang 432 hertz lebih utuh, dan lebih damai di telinga. Gelombang ini disebut juga ‘KUNDALINI FREQUENCY’.

Sebelum dinamai ‘kundalini frequency’, selama beberapa dekade kalangan musisi dunia terus berdebat panjang perihal frekuensi garpu tala yang secara analog digunakan sebagai standar tuning gitar dan alat musik lainnya.

Pada tahun 1955, ditetapkan sebuah standar internasional di Kongres Musik London, bahwa frekuensi nada dasar A sama dengan 440 hertz. Tujuan standarisasi ini untuk menyamakan perbedaan titi nada konser (concert pithces). Dengan begini, maka jumlah getaran per detik dari nada A (oktaf tengah) adalah sebanyak 440 hertz.

Tidak adanya perwakilan komponis Perancis yang diundang dalam konferensi tersebut, membuat Perancis sangat menentang penalaan 440 hertz. Salah satunya Iapor Laurent, ia berpendapat bahwa alasan Perancis tidak diundang, karena seluruh musisi dari negaranya saat itu akan sudah hidup sehari-hari dengan frekuensi 432 hertz sebagai standar nada A. Lucunya, malah beredar tuduhan, bahwa siapapun yang menganut ‘mahzab’ 432 hertz, adalah golongan pro Nazi-Jerman – mengingat Hitler pernah menggunakan gelombang tersebut sebagai propaganda guna menyebarkan rasa takut untuk musuh perang. Laurent Rosenfeld pernah menulis artikel tentang isu ini, berjudul How the Nazis Ruined Musical Tuning (September 1988).

Sebagian kalangan lain mengatakan bila nada A mengikuti gelombang 432 hertz, maka nadanya akan membawa musik pada ‘tingkatan lain’. Maria Renold, seorang sarjana musik, dalam bukunya berjudul Intervals, Scales, Tones, and the Concert Pitch, menggambarkan ada dampak berbeda kala ia mencoba seteman 440 hertz dan 432 hertz. Maria telah menanyai ribuan orang dari berbagai negara selama 20 tahun penelitian. Ia mengevaluasi perasaan mereka saat mendengarkan musik lewat dua jenis frekuensi tersebut.

Sebanyak 90% orang ternyata lebih menyukai tuning 432 hertz. Komentar mereka beragam. Ada yang bilang nuansanya utuh, damai, seakan suara matahari. Konon, Maria Renold sendiri dipengaruhi seorang mistis Austria, bernama Rudolf Steiner – seseorang yang pernah dikenal atas gagasannya bernama “kecerahan Luciferik” nada tinggi, dengan menganjurkan tuning A = 432 hertz sebagai unsur spiritualistik.

Sampai saat ini, penelitian Maria Renold belum ditinjau ulang oleh peneliti kekinian. Diana Reutsch, seorang psikolog kognitif dikabarkan masih meneliti ulang kinerja Maria Renold, namun hingga saat ini belum ada kabar pasti perihal hasilnya.

Jika Maria melakukan eksperimen dengan alat musik non-elektrik, maka Trevor Cox (seorang insinyur akustika) melakukan studi informal secara online. Trevor meminta orang-orang untuk menyatakan pilihan mereka di antara potongan-potongan musik digital yang berganti-ganti. Eksperimen ini dalam rangka men-digitalisasi tujuh jenis garpu tala yang berbeda frekuensi. Di antara 7 sampel, frekuensi 432 dan 440 hertz termasuk di antaranya. Hasilnya? Sebagian besar dari 200 responden lebih berminat pada tala 432 hertz.

Tala frekuensi 432 hertz telah didukung pula oleh tokoh musik dunia, termasuk legenda tenor opera asal Italia, (almarhum) Luciano Pacarotti, dan soprano Italia, Renata Tebaldi. Menurut pengakuan mereka, bernyanyi dengan standar tala 432 hertz mengurangi ketegangan pada pita suara mereka.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner