Coklat History -Dari Saparua Hingga Berhijrah Ke Cimahi Part 1- Artikel Musik Indie

Coklat History -Dari Saparua Hingga Berhijrah Ke Cimahi Part 1- Artikel Musik Indie

Bagi kalian penggiat di komunitas underground Kota Bandung, mungkin tak asing bila mendengar nama GOR Saparua. Pada era 90-an tempat ini menjadi krusial bagi komunitas underground Bandung, karena di tempat inilah banyak acara-acara musik cadas terselenggara disini. Masih di era 90-an, tempat ini seakan menjadi fenomena baru di wilayah Asia khusunya Bandung, Indonesia, bahkan ada anggapan “underground adalah Saparua dan Saparua adalah underground”.

Ya, Saparua adalah saksi dari lahirnya pergerakan komunitas underground Bandung. Banyak band underground lahir dari kawasan Saparua. Sebut saja PAS Band, Koil, Burgerkill, Dajjal, Pure Saturday, Puppen, Jasad, Balcony, Beside, Dinning Out, Forgotten, Mesin Tempur, Turtle Jr, dan lain-lain. Mereka bisa dikatakan seagai pionir dari perkembangan musik cadas di Kota Bandung yang belakangan terus berkembang dan menjadi tren. Dari tempat tersebut pula, Kota Bandung menasbihkan diri sebagai kota seni dan budaya. Banyak pergelaran seni, budaya, dan wisata yang tumbuh berkembang di lapangan yang dibangun sejak zaman kolonial itu.

Selain band banyak pula industri kreatif yang bergerak di bawah tanah, yang lahir di tempat bersejarah ini. Kita bisa menyebut beberapa nama seperti NAPI Records, yang menjadi contoh industri rekaman yang lahir di Saparua, lalu Ripple Magazine, sebuah media musik yang didirikan oleh komunitas underground Bandung di era Saparua, lalu Harder dan Riotic, sebuah distro yang lahir dari tangan dingin generasi emas 90-an.

Beberapa acara besar pernah sukses di gelar di Saparua kita bisa menyebut beberapa seperti, Hollabalo (1994), Bandung Berisik (1995), Bandung Underground (1996), dan Gorong-Gorong (1997). Dengan kapasitasnya yang mampu menampung 4.000 penonton, Saparua tidak akan sepi disetiap minggunya.

Namun, karena jumlah dari para penonton yang hadir disetiap helatan yang digelar di Saparua, membuat Saparua tidak lagi bisa menampung jumlah penonton yang semakin membludak jumlahnya. Hingga akhirnya para komunitsa underground ini pun bergerilya mencari tempat yang dirasa pas untuk bisa menampung banyaknya jumlah penonton. Mereka pun akhirnya menemukan Dago Tea House. Tempat ini pun akhirnya menjadi primadona baru setelah Saparua. 

(Septian Nugraha)

Foto : Istimewa

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner