Children Of The Band: “Drugs Sudah Menjadi Bagian Besar dari Musik”

Children Of The Band: “Drugs Sudah Menjadi Bagian Besar dari Musik”

Kehadiran drugs di tangan beberapa musisi sempat diubah dan dimasukan dalam unsur musik sehingga menghasilkan musik psychedelic – dapat terasa efek memabukkan kala menggunakannya. Hingga kini musik psychedelic tetap bernyala dan mempunyai turunan yang cukup banyak, salah satunya psychedelic pop/Britpop yang sempat popular pada tahun 1980-1990-an terutama di Tanah Britannia sana. Pengaruh musik ini juga membawa salah satu band asal kota Jakarta menampakan dirinya, yaitu Children Of The Band. Mereka baru saja merilis sebuah debut EP self titled yang dibuat dalam kaset pita sangat terbatas.

Band yang digawangi oleh Benedict Pardede, Adink Permana dan Chris Holmz, memilih jalur psychedelic pop/Britpop dalam karir bermusiknya. Serta sosok Chris Holmz yang dulunya sempat juga mengalami masa kelam akan drugs addiction, kerap menuangkannya dalam beberapa musikalitas di lagu Children Of The Band. Berbeda dengan band lainnya, Children Of The Band tidak mengedukasi para penikmatnya untuk menjadi solusi ketika mendengarnya, hanya untuk penenang sesaat kala dikelilingi oleh berbagai masalah yang menimpa. Simak cerita menarik dari mereka.

 

Berdiri sejak tahun 2014, namun apa yang menyebabkan kalian mengeluarkan karya musik pada tahun 2017?

Christ Holmz: Well, kami bisa dibilang mulai ngeband sekitar tahun 2014 – Waktu itu Beben (Benedict Pardede) gabung dengan kami, dan dia mulai mem-produksi beberapa materi kami. Dia juga yang mendorong saya untuk menyelesaikan materi-materi yang ada. Sebelum itu, saya dan Adink (Agus Permana) banyak mengerjakan materi berdua, tapi secara on and off selama beberapa tahun, tapi kami – sebenarnya sih saya – agak bermalas-malasan (tertawa) dan kami juga semua punya pekerjaan tetap yang lain. Saya punya pekerjaan tetap yang tidak berhubungan dengan musik, dan Adink bermain juga sebagai session player di Sore untuk album terakhir mereka kemarin. Dia juga membantu pengerjaan beberapa band Indonesia dan Malaysia. Beben juga bekerja sebagai produser dan dia juga sibuk dengan Negative Lovers. Karena kami sibuk, karena itu baru di penghujung tahun 2016 kami bisa merilis materi. Sebenarnya kami juga sempat rilis kaset di Jakarta Record Store Day 2016, pada bulan April, tapi kami nggak begitu promosikan karena semuanya serba impulsif. Tapi sekarang kami lebih serius, dan rencananya akan banyak main live dan merilis materi tahun ini.

 

Bisa ceritakan awal mula terbentuk band ini dan kenapa kalian mengusung genre Britpop yang sempat populer dua dekade lalu ?

Christ Holmz: Pada dasarnya, saya sangat menyukai Negative Lovers, karena menurut saya mereka melakukan sesuatu yang tidak dilakukan band-band lain di Jakarta. Mereka juga punya pengaruh-pengaruh yang saya suka, seperti Spaceman 3, salah satu band 1980-1990-an yang terbaik. Kami pernah ketemu sebelumnya di sebuah gig, jadi saya senang waktu dia mau gabung dengan kami. Sama dengan Adink, yang sempat main dengan saya di band lama saya, Wild Zeroes. Kami pertama ketemu pertengahan 2000 silam, dan kami terikat melalui kesukaan kami pada Brian Wilson, album “Smile” Beach Boys, dan sisi-sisi anehnya Beach Boys. Saya begitu suka dengan band lamanya, Klarinet, sampai saya menikahi penyanyinya (tertawa). Jadi kami semua dari sisi indie skena musik rock. Begitu lah kami bertemu.

Beben: Britpo, mmmmm, mungkin hanya di benang merahnya aja ya, sound dan pola groove yang ‘baggy’, kami belum memutuskan sebenernya genre apa yang paling cocok, mungkin psychedelia lebih mewakili.

 

Musik pop yang kalian usung kental dengan unsur psychedelic, apakah hal tersebut karena kalian dulunya seorang drugs addiction, atau seperti apa ?

Christ Holmz: haha begitu banyak pertanyaan tentang drugs. Lagi nyari nih jangan-jangan. Ok, jadi Cobweb City adalah tentang teman lama saya dan kejadian yang terjadi 20 tahun yang lalu. Agak sedikit tentang dia dan hal-hal lain. Bisa dibilang memang tentang ketergantungan obat-obatan. Menurut saya memang drugs sudah menjadi bagian besar dari musik. Yang jelas sudah menjadi bagian besar dari musik psikadelia yang menghasilkan album-album klasik seperti Sergeant Pepper’s Lonely Hearts Club Band. Bob Dylan, juga banyak menulis materi awal dia yang eskperimental sambil menikmati speed. The Primal Scream, Happy Mondays juga terkenal ketika ecstacy mulai dikenal di UK. Tapi kamu tidak perlu memakai drugs untuk mendengarkan musik ini. Sudah bagus tanpa drugs. Karena itu musik yang keren. But you don’t have to take drugs to listen to this music; it’s great without drugs. Because it’s great music.

 

Jika disimak musik kalian sangat kental layaknya musik madchester sound seperti The Stone Roses, Happy Mondays, Primal Scream dan lainnya.

Beben: Band-band keren tersebut sih memang menjadi pengaruh musikal gua pribadi, jadi secara sadar / tidak sadar pasti terbawa kesana pada saat menggarap 2 lagu tersebut, mungkin dari metode produksi sih sebenernya. Ravers’ Rock!

 

Lewat lagu “Cobweb City-Suntan Lotion”, direkam dengan gaya Bagwater. Apa yang ingin kalian capai lewat rekaman dengan gaya seperti itu?

Christ Holmz: Kalau melihat Britpop atau masalah “baggy” atau pengaruh Primal Scream-Happy Mondays, dan musik era Madchester pada era 1990an, sebenarnya itu semua tidak direncanakan. Terjadi saja bukan sebuah keputusan yang sengaja. Tujuan dari Children of the Band adalah untuk menghindari konsep nge-band yang konvensional – dalam arti bertiga, berempat, atau berlima – main gitar, bass, drum, dan keyboard saja. Hal-hal membosankan itu. Saya sudah menulis lagu, tapi saya mengintrepetasikannya secara elektronika, atau setidaknya dalam konteks yang lebih eclectic dan se-eksperimental mungkin, dengan skill yang kami miliki, dalam konteks musik pop. Karena itu juga ada dua track looper di album ini (“Animal Perspective” dan “Happy Man”), dan banyak penggunaan sample, drum machine, dan suara vokal yang robotik. Buat saya dan Adink – kami berdua adalah “mesin” di belakang dua lagu pertama di kaset ini, “Cobweb City dan “Suntan Lotion, kami nggak merencanakannya untuk menjadi musik yang bernuansa 1990-an. Di sini ada satu orang yang sangat mengerti studio tapi tidak begitu berpengalaman dalam mem-program drum machine dengan penyanyi yang ambisius dan ingin buru-buru. Dua orang ini lalu bereksperimen dan merekam ide mereka secepat mungkin. Dan ya, mungkin keluarnya adalah sound yang “baggy” tadi, atau yang bernuansa seperti Beck. Terjadi saja. Seperti melakukan hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Tapi nggak direncanakan seperti itu! Saya rasa Adink banyak mereferensi Beastie Boys. Begitu kami sadar musiknya sedikit mengarah ke suatu sound, kami sedikit sengaja mengarahkannya kesana – musik 1980-an.Tapi saya rasa kami tidak terikat dengan genre apapun seperti Madchester. Kami lebih ke bro-fi. Kamu bakal lihat dan dengar di rilisan-rilisan berikutnya, yang lebih melibatkan Beben dan juga Fritz dari Sunmantra. Dia banyak membantu disana. It sure ain’t baggy, baby!

 

Seberapa penting peran Shaun Ryder, terlebih autobiography dalam musik Children Of The Band ?

Christ Holmz: Membahas Shaun Ryder dan bio-nya. Kami semua tertarik dengan sejarah musik, dan mengerti perkembangan musik akan membantu pengertian kami akan musisi-musisi modern yang menarik. Dan hal yang sedang dibahas dalam konteks sejarah musik  secara sadar dan tidak adalah sejarah musik dansa, sejarah musik hip-hop. Akar nya. Juga musik seperti New Wave 1980-an, New Romantic, dan skena Goth, Manchester, dan lain-lain. Karena itu buku biografi Shaun Ryder begitu menarik, karena setting-nya adalah pada era Manchester itu. Itu adalah era di mana musik dansa mulai dikenal khalayak umum di Inggris. Musik pop banyak yang berubah karena itu. Ada yang melawannya, ada yang mengambil pengaruh darinya. Meskipun buku tentang Shaun Ryder pasti banyak kisah tentang drugs, yang menarik bagi saya adalah pendekatannya terhadap musik. Dia itu suka mencuri, mengolah ulang musik – sama seperti di hip-hop atau musik folk. Saya benar-benar suka pendekatan dia, dan dia terus membuat musik bagus setelah Happy Mondays.

 

Dalam materi Children Of The Band, apakah memasukkan politik dalam liriknya ?

Christ Holmz: Tidak dalam materi yang ini. Tidak politis. Tapi menurut saya, musik yang politis itu penting dan perlu, khususnya sekarang, untuk membuat perubahan dan menginformasikan kesadaran sosial tentang banyak hal. Tapi memang musik politis susah untuk dibuat secara bagus – ada tantangannya. Tapi mungkin kami akan coba di masa depan.

 

Bagaimana pendapat kalian mengenai politik di Indonesia ?

Christ Holmz: Sebagai orang asing, saya sangat tertarik pada politik di Indonesia. Sangat menarik untuk melihat paralel politik di Indonesia dan di luar negeri, bagaimana isu-isu dibahas dan diselesaikan – dan juga perbedaan-perbedaannya tentu saja. Presiden Joko Widodo banyak mengingatkan saya akan Barack Obama, dan saya rasa mereka memiliki taktik yang sama untuk menang. Tentu saja, ada beberapa hal yang membuat saya cemas, seperti naiknya pemerintah otoriter dan sayap kanan di Amerika, seperti Donald Trump dan di Eropa. Persamaannya disini adalah semakin banyaknya garis keras relijius yang berusaha mengambil kontrol proses politik.

 

Sudah sejauh mana proses penggarapan materi untuk rilisan vinyl 12” ?

Christ Holmz: Kami sudah punya materi yang cukup untuk 12” dan kami harap bisa merilisnya pada International Record Store Day di bulan April nanti. Kami sedang melihat opsi-opsi printing yang ada, dan harga-harganya. Akan banyak track-track looper yang lo-fi yang telah kami kerjakan selama beberapa tahun terakhir dan versi aneh dari lagu-lagu kami. Lebih bro-fi dan tidak bagwater. Sementara ini judulnya “Living Like a Wild Zero”.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner