Misi Suci Black Horses: Sebagai Martir Memurnikan Kembali Musik Rock Nuansa '70-an

Misi Suci Black Horses: Sebagai Martir Memurnikan Kembali Musik Rock Nuansa '70-an

Foto didapatkan dari siaran pers. Kredit tidak disertakan.

Di tengah kian semaraknya musik EDM, lo-fi, hip-hop, dan jenis musik sejenis yang menggunakan sampling sebagai latar utama musiknya – Black Horses meyakini bahwa era rock purba atau classic rock nuansa 1970-an semakin pudar tajinya seiring berjalannya waktu. Masih menurut mereka, bermunculannya oknum yang mengaku dirinya musisi dengan hanya bermodalkan samples, fitur quantize, dan laptop meredupkan makna musik. Esensi dari musik yang sebenarnya perlahan punah seiring dengan teknologi maju masa kini.

“Musik yang dimainkan dan direkam dengan instrumen asli, aksi panggung soulful yang membakar dan jujur tanpa sequencer, persona rock 'n roll tanpa terlihat kampungan atau dipaksakan, aksi panggung yang membara harusnya lebih ditonjolkan oleh mereka-mereka yang mengaku musisi,” tegas Blackhorses.

Misi suci untuk membangkitkan kembali esensi musik semurni mungkin - Black Horses merilis single perdana bertajuk "Martyr". Sebuah persembahan, pemurnian kembali, kebangkitan lagi bagi khalayak yang begitu merindu dengan nuansan kugiran rock ala 1970-an. Tipikal sound mentah dan gahar tanpa bersolek samples, diimbangi dengan lirik yang jujur berangkat dari keresahan – kegundahan yang pernah atau sedang dialam tiap individu, dan yang paling utama disini – skill individu tiap personil yang mengagumkan.  Black Horses berupaya mengejentawahkan rock seutuhnya. Para rocker bebal yang sudah jarang perwujudannya saat ini. Kuda liar hitam panggung rock abad 21, mungkin itu visinya.

Black Horses yang beranggotakan Rafi (vokal), Kevin (gitar), Lucky (bas), dan Jul (drum) sudah mulai bermain musik dan mencipta karya musik sejak tahun 2015 awal. Di usia mereka yang masih sangat muda, dan angkat senjata dengan jalur berkesenian, tidak menampik kecongkakan dan kesan jumawa. Toh, hal ini lumrah dan sah-sah saja berlaku bagi mereka yang muda, berani menantang arus utama, bertaji keluar dari jalur, ugal, meliar dan (wajib) tahu caranya bersenang-senang dengan hidup. Beragam aspek ini pun menjadi pemantik setia yang pernah dilewati para rocker gaek yang pernah mengalami masa-masa menyenangkan tersebut. Setidaknya bagi mereka yang berhasil melewati masa umur 27, tetap setia mencipta karya selaras dengan gemilang jargon klasik dimabuk bebas bercinta dengan siapa saja, konsumsi pelbagai jenis obat-obatan rekreasional dan apalagi, selain berock’nroll’ria selama 24 jam tujuh hari penuh, dengan total 365 hari. Mungkin terlalu klise dan naif berbicara soal ini sekarang. Tetapi nyatanya, dari kasus Black Horses masih tetap ada entitas generasi bunga sejati yang melakukan hal ini. Koridornya tetap lewat jalur berkesenian dan berkebudayaan. Literasi ada, tetapi tidak banyak. Seperti yang Black Horses lakukan via gala karyanya, begitu juga tata kata siaran pers nikmat dibaca.

Keempat anggota Black Horses dipertemukan karena kecintaan pada jenis musik dengan visi dan misi yang sama. Terpilihnya nama Black Horses, bukan asal comot dari kamus. Terinspirasi dari kisah biblical The Four Horsemen of Apocalypse yang dirasa mampu menganalogikan tiap ciri personilnya. Saya jadi teringat tembang milik cult band psikedelik – progresif rock asal Yunani, Aphrodite’s Child berjudul "The Four Horsemen" yang rilis di tahun 1972 dan terdapat pada double album 666. Tercatat sebagai album rock pertama di dunia dengan konsep cerita yang apik di dalamnya. Tak terkecuali materi musik besutan multi instrumentalis Vangelis Papathanassiou (bas), vokalis dan pemimpin band mendiang Demis Roussos, Loukas Sidera (backing vocal) pada drum dan Silver Koulouris gitar - perkusi. Sayang, pasca rilis dan masih dalam proses tahap rilisnya, grup musik itu bubar jalan. Sedang dalam masa vakum. Padahal bisa dikatakan, album ini termasuk album konsep terbaik sepanjang masa di luar rilisan musik sejenis band-band dari Eropa, Inggris dan Amerika sebagai garda terdepan jagad musik rock itu sendiri.

Setelah sekian lama jamming, membangun kekuatan emosional bersama kala menciptakan lagu dan mulai bergerilya dari panggung ke panggung, di bawah label Spectrum Records, "Martyr" resmi dirilis. Demi mewujudkan kemurnian dari esensi musik rock yang dimaksud, "Martyr" sengaja direkam di garasi Black Horses yang berlokasi di daerah kemang. Tujuannya untuk menyuguhkan sound raw yang jujur tanpa embel-embel tambal sulam efek digital. Single "Martyr" juga di mixing langsung oleh Kevin sang gitaris dan proses mastering dikerjakan oleh Pandji Dharma (Sirati Dharma) di Palm House Studio. Untuk mengejar sound yang lebih vintage, single Martyr juga menggunakan Tape Machine Studer A827 pada tahap mastering.

“Lagu 'Martyr' yang multi intepretasi ini sebenarnya menceritakan tentang idealisme tiap manusia yang harus tetap dipegang teguh tanpa mempedulikan bisikan “setan” yang tidak sejalan, apapun itu idealisme maupun kepercayaannya. Suara tiap instrument yang dimainkan dan direkam langsung oleh tiap personil dan tidak di quantize memang memberikan rasa jujur di telinga pendengarnya. Suara vokal Rafi yang “kasar” dan tinggi, isian gitar Kevin yang menyayat dengan didominasi slide, suara bass Papi yang warm nan punchy, dan dentuman drum Jul yang menggema akan memanjakan telinga dan “membawa” jiwa para pendengarnya kembali ke era di mana musik rock yang sesungguhnya bertebaran di telinga pecinta musik tahun '70an.” Pemilihan lirik menggunakan bahasa Inggris, diakui oleh Black Horses berdasarkan mimpi sederhana mereka yang ingin didengar gaungnya di seluruh penjuru dunia.  

Single "Martyr" karya Black Horses sudah dapat didengarkan di music streaming kesukaan kalian seperti Spotify, iTunes, Amazon, Tidal, Pandora dan lain sebagainya. Single debut "Martyr" hanyalah teaser dalam kebangkitan rock era '70an dan akan tergabung dalam album Black Horses yang rencananya juga akan dirilis dalam bentuk fisik pada awal tahun 2020. Selamat menikmati.

BACA JUGA - Reaksi Kritisi Para 'Pahlawan Palsu' Lewat Single Kedua Mereka

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner