Lewat ‘To The Same End’ Noose Bound Lahirkan Album Hardcore Paling Kelam

Lewat ‘To The Same End’ Noose Bound Lahirkan Album Hardcore Paling Kelam

Sumber foto : Diambil dari rilisan pers Noose Bound

Banyak melibatkan penggiat skena kota Malang, Noose Bound mengemas semua materi albumnya dengan sound yang berat, dilengkapi dengan nuansa gelap, catchy dan bouncy meski memiliki sentuhan chaotic

Noose Bound, metallic-hardcore asal Malang yang terbentuk pada akhir tahun 2017 lalu dan diawaki oleh Bagas (vokal), Alfin (bass), Devrizal (gitar), Icang (gitar), dan Rio (drum) ini meluncurkan debut album pertama mereka berjudul To The Same End pada 11 Februari 2022 lalu, dibawah bendera Samstrong Records (Jawa Tengah) dan The Set Fire (Jakarta). 

Album ini berisikan sepuluh track yang bereksplorasi dengan berbagai elemen musik seperti death metal, beatdown hardcore, mathcore hingga post-Hhardcore. Namun mereka tetap berusaha memegang teguh pakem hardcore punk yang menjadi landasan utama mereka, yang terinspirasi dari berbagai band metallic hardcore tahun 90-an semacam Disembodied, Zao, Earth Crisis, Merauder, serta band-band jelmaannya pada era sekarang seperti Knocked Loose, Code Orange, Jesus Piece, sampai Incendiary.

Dalam setiap lagunya mereka menyajikan lirik-lirik introspektif dalam rima penuh amarah, kecemasan, keputusasaan, juga refleksi diri yang semuanya berkutat dalam garis hidup dan mati. Dalam album To The Same End ini mereka berusaha mengaburkan batasan antara hardcore dan metal dengan membawa pendengar mereka menikmati riff-riff kelam dalam balutan beat hardcore punk, two-step, down tempo, blast beat, hingga break down yang eksplosif dan berenergi. Mereka mengemas semua materinya dengan sound yang berat, dilengkapi dengan nuansa yang gelap, karakter yang selama ini selalu mereka bawa dan sudah menjadi ciri khas mereka.

Struktur lagu yang minim repetisi namun tetap menjaga groove di setiap track-nya, Noose Bound berupaya untuk tetap terdengar catchy dan bouncy meski memiliki sentuhan chaotic disaat yang bersamaan. Mereka menghindari penulisan lagu yang generik, klise, dan mudah ditebak. Ditambah dengan penampilan beberapa guest vocal dari skena lokal Malang seperti Nanda dari Sharkbite di track “Serpent, Servant”, Fauzi dari Hand of Hope di track “Lost in the Plot”, juga solois Patricia Levyta di track penutup “Idle Call”, menambah dinamika tersendiri pada keseluruhan album tersebut.

Satrio Utomo dari band Screaming Factor sebagai audio engineer sekaligus co-director album tersebut  berhasil memolesnya secara maksimal, dengan memberikan sound yang modern dan gahar, hingga hal tersebut menambah citra ‘kejam’ dari band ini. Illustrator yang mengintepretasikan lirik-lirik dari album mereka adalah Helmi Brillian dari band Interadd. Noose Bound berniat untuk melibatkan sebanyak mungkin penggiat skena kota kelahiran mereka agar turut ambil bagian didalam album pertamanya.

Sebelum To The Same End dirilis, mereka telah lebih dulu memuntahkan deretan single pancingan seperti “Paint Me Red”, “The Needle”, “Lost in the Plot”, hingga yang terbaru, “Haplessburg” di berbagai kanal digital.

Album To The Same End merupakan amunisi penuh amarah dari Noose Bound yang siap untuk dihujamkan kepada para penikmat musik cadas dalam gerilya mereka dari panggung ke panggung di tahun ini. Simak salah satu karya mereka yang diambil dari album To The Same End berjudul Hope “Lost in the Plot”, yang turut menggandeng nama Fauzi dari band Hand of Hope.

BACA JUGA - “Promise Not to End It” : Sebuah Salam Perkenalan Dari Ladon

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner