Konser Ratimaya Sarasvati: Mimpi yang Menjadi Nyata

Konser Ratimaya Sarasvati: Mimpi yang Menjadi Nyata

Sarasvati tak pernah berdiam diri. Hampir setiap tahun grup musik satu ini selalu membuat sesuatu yang mengejutkan. Entah berupa karya baru, atau berupa pertunjukkan dengan aneka ragam konsep yang unik. Selaras dengan tema yang mereka angkat di sosial media, konser kali ini merupakan realisasi dari mimpi mereka. Dengan menggaet ‘Merchant of Emotion’, sebuah studio kreatif berisi anak-anak muda potensial Bandung yang fokus dalam pengembangan cerita dan karakter untuk konten hiburan.

Awal Oktober kali ini, Sarasvati menyuguhkan sebuah konser album yang berkolaborasi dengan seni teater, nama yang diangkat sesuai dengan nama albumnya, “Ratimaya”. Ratimaya sendiri saat diutarakan di konferensi pers dua hari sebelum konser digelar, nama ini diumpamakan sebagai mimpi yang bisa mewujudkan hal apapun sementara tidak benar-benar diwujudkan dalam dunia nyata. Terdapat sepuluh buah lagu di dalamnya dan jika disatukan menjadi satu buah cerita karya Sarasvati yang disebarkan kepada ribuan manusia ketika berada di Sasana Budaya Ganesha, Kamis (1/10).

Sekitar pukul delapan malam, pertunjukkan itu bermula dengan visual bergambarkan jendela, kemudian berdiri seorang perempuan berambut pendek berpakaian dress yang mencolok berwarna merah, ternyata ia adalah sang tokoh protagonis malam itu, Risa Sarasvati. Keanggunan malam itu berbeda dari ia yang kenakan biasanya. Elegan, dari jauh pun kilauan-kilauan payet di bajunya menyilaukan mata.

Sesaat sedang memalingkan mata ke pandangan seorang laki-laki yang mempesona, seketika terdengar suara perempuan kecil, berjubah hitam dan sangat imut ala-ala bocah SMA. Adik kecil itu bernama Ratimaya, ceritanya sudah masuk dalam dunia mimpi. Risa membawakan lagu pertama dalam konsernya kali itu yang berjudul ‘Centini’. Sorotan lampu warna-warni yang berkolaborasi lewat asap putih dengan durasi cukup lama, dan membutuhkan keringat. Ratimaya memperkenalkan dirinya sebagai perempuan kecil yang menyatakan senang berada dalam dunia mimpinya dan kemudian dihampiri seekor burung bernama Arsa, teman bermain di alam mimpinya.

Arsa yang bersuara lantang dan memikat membuat Ratimaya mengikutinya ke dalam rumah seseorang dengan memasukinya tanpa ijin. Ratimaya memang diciptakan sebagai perempuan yang cantik, polos dan periang. Diiringi denngan lagu ‘Takut’, ya lagu kedua yang dinyanyikan waktu itu, saat sedang mendengarkan dengan khidmat, tiba-tiba ada suara wanita yang sedang melagamkan nyanyian ala sinden, mencari dimana orang itu berada, terkejut yang dirasakan ada tiga buah kain putih yang berterbangan, memang sengaja diterbangkan dengan alat drone yang harganya cukup mahal memang. Saat pandangan mata melihat ke bawah, terdapat perempuan memakai alas kepala berwarna putih yang duduk ditengah-tengah penonton. Jadi, disitu ia berasal dari tadi.

Kain hitam yang berada ditengah panggung pertunjukan, menjadi sorotan utama. Disana muncul tokoh dari novel Sarasvati sebelumnya, yaitu Dara dan Mara. Berpakaian seperti badut, berkarakter lucu, jahil, sangat ingin bermain dengan orang-orang sampai menggoda para personil Sarasvati yang saat itu sengaja menjadi seperti patung hidup. Keluarlah Ratimaya yang sedang berkesusahan mencari Arsa. Ia dipaksa Dara dan Mara untuk bermain lompat tali sebanyak 100 kali agar bisa ditunjukkan dimana Arsa berada. Berlari bersama Arsa yang sudah ditemukan keberadaannya diiringi penampilan Sarasvati dengan lagu ‘Moon&Stars’.

Penari-penari latar yang berbeda setipa lagu, memakain kostum yang unik tak terbayangkan sebelumnya. Di tengah panggung itu terdapat Risa dan seorang lelaki memakai topi gak besar. Setelah memperhatikan tajam, itu adalah Anji, seorang musisi yang berciri khas dengan topi yang menyelimuti kepalanya. Berkolaborasi membawakan lagu ‘Apakah Mata Kami Buta’ sangat membuat takjub penonton yang datang saat itu yang dibawa dalam dunia cermin.

Lain dengan konser-konser sebelumnya yang berkutat dengan hantu-hantu menyeramkan yang ditampilkan, kali ini Sarasvati benar-benar meniadakan konsep seperti itu. Kenyataan yang dirasakan Sarasvati tentang karyanya sebelumnya ialah lebih banyak pendengar atau penyuka baru Sarasvati yang lebih terarik menelusuri cerita dari lagunya dibandingkan mencari tahu Sarasvati lebih jauh. Dalam lagunya kali ini yang meremake ulang single dari Homogenic, ‘Unfolding Sympathy’ dengan Risa yang berganti pakaian dengan dress hitam ditambahkan aksesori kain kemilau berwarna merah yang dililit. Penari latar yang menjelma menjadi seorang pelayan dengan topinya dan nampan besi sembari menari, berputar-putar lincah setelah itu meramaikan keadaan dengan penonton yang menangkap kapal-kapal kertas yang dilemparkan para pelayan. Kertas itu berisikan kalimat monolog yang diucapkan Risa.

‘Story Of Peter’ dibawakan kembali malam itu dengan mendatangkan Peter yang tinggi menemani Risa membawakan lagi tersebut. Selanjutnya, Ratimaya saat itu sudah terlalu banyak mengeluh, didatangkan seseorang wanita berkebaya merah yang datang dengan lagu daerah ‘Lir-ilir’ dengan nada yang member kesan menyeramkan. Ratimaya yang menari di atas kasur dengan kain yang bergoyang-goyang, Risa yang dibawah panggung memberikan persembahan lagu ‘Karam’. 

Sosok lelaki yang gagah, sangar, sambil menjinjing gitar akustik lalu duduk ditengah panggung ditemani Risa. Kali ini, Agung Ridho gitaris dari band metal Burgerkill yang hadir malam itu. Memetikkan nada lagu dari ‘Rasuk’, malam itu mereka berhasil menciptakan momen yang langka. Setelah itu, Risa kembali ke atas panggung dan tertidur di atas kasur putih. Ternyata Ratimaya yang besar adalah Risa yang sekarang sudah terbangun dari mimpinya disamping wanita berkebaya merah itu yang ternyata adalah ibunya. Risa yang sesudah terbangun sembari mengatakan bahwa “Bangun adalah bagian terbaik dari mimpi.” Berakhir sudah konser mereka malm itu, semua para pemain berkumpul di panggung dengan menyanyikan lagu penutup ‘Wizard Girl’.

Meriah sangat terkonsepkan dan penuh kejutan memang benar-benar dibuktikan seperti yang dikatakan Tim Sarasvati saat konferensi pers. Benar-benar istimewa ramuan konsep baru yang mereka lahirkan. Mimpi yang Sarasvati pupuk untuk membuat karya yang berbeda, terkabulkan pada malam itu.

Foto: Cynthia Novianti

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner