Hutan Tropis Merespon Kerusakan Alam Sumatera Selatan Melalui '3500 Hz'

Hutan Tropis Merespon Kerusakan Alam Sumatera Selatan Melalui '3500 Hz'

Foto-foto didapatkan dari rilisan pers yang dikirimkan oleh Departemen Promosi Demajors.


"Kegelisahan, kemarahan, sekaligus suara kekaguman atas indahnya alam ini adalah ekspresi Hutan Tropis" – Jimi

Mari ke daerah Bukit Barisan, Sumatera Selatan. Di sana, terbentuk sebuah band yang dinamai Hutan Tropis, dengan Jemmie Delvian (Jimi) sebagai tokoh yang ada di belakang nama ini. Band ini dibentuk pada tahun 2012 dan merupakan bentuk kepedulian atas apa yang terjadi di kampung halamannya. Pasalnya, penduduk desa yang dulunya mayoritas adalah petani beralih menjadi karyawan tambang. Hal ini lah yang mendasari Hutan Tropis untuk berkarya, merespon kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitarnya.

Berangkat dari sana, mereka merilis album perdana bertajuk 3500 Hz. Latar cerita dari pemilihan album ini sangat menarik. Dikutip dari rilisan pers, 3500 Hz adalah frekuensi audio yang dihasilkan oleh serangga tonggeret (famili Cicadidae) yang juga dikenal dengan nama sesiagh dalam bahasa Besemah di Sumatera Selatan. Serangga ini membantu keseimbangan alam dengan turut menyempurnakan proses fotosintesis tumbuhan. Hutan Tropis ingin menjadi seperti sesiagh, mengantarkan harapan agar seluruh sumber daya alam dapat tetap terpelihara.

Terdapat sembilan buah lagu dalam album 3500 Hz. Album ini dirilis oleh Demajors Records setelah Ardian Septico (representatif Demajors Lampung) dan Yulius Samiaji (manajer Hutan Tropis) merekomendasikan Hutan Tropis pada David Karto, pendiri Demajors. Tepat setahun setelah itu, 3500 Hz dirilis pada tanggal 31 Agustus 2018.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner