Down for Life Terpilih untuk Mewakili Indonesia di Wacken Open Air, Jerman!

Down for Life Terpilih untuk Mewakili Indonesia di Wacken Open Air, Jerman!


Dari pasukan berpeluh merah hingga gerombolan babi dari neraka memanaskan panggung Wacken Metal Battle Indonesia 2018!

Jumat, 29 Juni 2018, bertempat di GTV - Studio 8A MNC Studios, berlangsung “Final Show Wacken Metal Battle Indonesia 2018”. Dengan tata letak panggung yang dibuat sedemikian rupa lewat ragam ornamen, yang jika dikerucutkan pada tampilan visualnya, akan melahirkan interpretasi seperti sebuah arena bertarung, lengkap dengan tata lampu dan backdrop panggung megah nan provokatif, berisikan “ancaman” pada sepuluh finalis Wacken Metal Battle Indonesia 2018, dengan dua buah pilihan, go fight or go home? Untungnya, kesepuluh finalis band tersebut memilih pilihan yang pertama, go fight!

Hal ini terbukti, ketika pintu GTV - Studio 8A MNC Studio terbuka sekitar pukul 2 siang, dan diawali dengan penampilan Monoserus. Band asal Pekanbaru ini hadir dengan patahan nada berirama, juga dinamika yang menunjukan grafik yang terus naik sejak lagu pertama dimulai, hingga menuju lagu terakhir, tempo lagu semakin menunjukan agresivitasnya, hingga mencapai klimaks, dengan ketukan drum yang lebih rapat, dan diimbangi pula dengan pola permainan gitar yang juga cepat. Dua hal tersebut kemudian bersahutan dengan permainan tata lampu di atas panggung, yang seakan menegaskan jika band ini punya sensitivitas menjalin dinamika menarik dalam penampilannya.

Kemudian, setelah Monoserus, pasukan berpeluh merah dari Gianyar, Bali, Bersimbah Darah menjadi finalis berikutnya yang tampil. Seperti apa yang dikatakan Addy Gembel, sang panglima dari “neraka”, yang berdiri di atas podium khusus, untuk mempresentasikan sepuluh finalis Wacken Metal Battle Indonesia 2018 ini, yang mengatakan jika lewat musiknya, Bersimbah Darah mampu mengubah pulau dewata menjadi pulau "neraka". Ungkapan tersebut tergambar saat mereka langsung “gaspol” dengan rapatnya ketukan drum ala grindcore, dengan teknik grinding-nya tersebut, dan makin dilengkapi dengan bahasa tubuh sang vokalis, yang seakan mencari mangsa untuk diterkam. Hal itu seperti menegaskan jika band ini adalah ancaman yang berat bagi sembilan band lainnya.

Dari pulau Bali, beralih ke kota Malang, dengan band Karat yang menjadi pewaris semangat Malang dalam barometer musik Indonesia. Berbeda dengan dua band sebelumnya yang banyak bermain riff-riff gitar berdistorsi dan patahan ritmis yang straight to the point, Karat menambahkan juga pola permainan melodius ala para gitaris shredder dunia. Komposisi musik yang variatif juga membuat band ini punya hal menarik untuk disimak. Sampai akhirnya, sekira pukul empat sore, acara dihentikan sejenak, untuk menghormati umat Muslim melaksanakan ibadah shalat Ashar.

Selepas break shalat Ashar, acara kembali diteruskan dengan penampilan dari Angel Of Death, yang membuka penampilannya dengan sedikit aksen simfoni orkestra dalam balutan musiknya. Mereka menawarkan agresivitas sayatan distorsi gitar dan sedikit aksen simfoni orkestra, seperti apa yang tertangkap di lagu “Budaya Penyesatan”, “Dimensi Logika”, atau pun “Menentang Surga”. Dengan paket komplit tersebut, band ini jadi punya senjata yang ampuh untuk menerobos masuk ke dalam tiap gendang telinga yang mendengarnya. Menarik untuk dicatat, dan dijadikan poin lebih untuk sang drummer yang bermain solid malam itu, dengan variatifnya pola ritmis lagu-lagu mereka, serta dikuatkan dengan aksi panggung, dan tampilan visual sang vokalis yang menarik lewat sorot matanya.

Jika Angel Of Death membuka penampilannya dengan sedikit aksen simfoni orkestra dari sampling yang mereka buat, maka band selanjutnya, Humiliation membuka penampilannya dengan menyajikan sampling berupa prolog dari Morgue Vanguard, sang rapper berbahaya asal Bandung, yang dengan segala sumpah serapahnya diharapkan bisa menyuntikan limpahan energi bagi Humiliation, dalam pertarungannya malam itu. Sedikit unsur pentatonis lewat alat musik kecapi yang dimainkan sang gitaris, membuat band ini jadi punya senjata lain, yang kemudian makin dikuatkan dengan garangnya riff-riff gitar berdistorsi tebal, seperti halnya di lagu “Ironi Agnostik”, dengan awalan sebuah senandung bernuansa etnik, hingga kemudian makin dipanaskan dengan lagu “Karnaval Genosida”, yang cukup berhasil membakar penonton, untuk saling menabrakan diri dan berbagi keringat.

Setelahnya, band veteran asal Surabaya, Valerian, yang menyajikan musik power metal, dengan balutan progresif rock, seperti di lagu “Glorious Anthem”, dimana permainan keyboard nya seakan “menghantui” setiap melodi dan ritmis musik yang mereka bawakan. Tapi tentunya bukan jenis hantu yang ingin diusir oleh “orang pintar”, tapi sejenis hantu yang memang diundang untuk berpesta dalam irama gabungan antara power metal, trash metal, dan progresif rock, yang disajikan dengan baik, terlebih oleh gaya sang vokalis yang cukup ikonik, terlebih dengan kolaborasi mereka dengan seorang “Lady Rocker” asal Jakarta.

Puas bernyanyi bersama dengan romantisme rock 80an, acara kembali break untuk menghormati umat muslim beribadah shalat Maghrib. Lalu diteruskan kembali dengan sesi interview dengan Beside, band yang menjadi juara tahun lalu, dan menjadi wakil Indonesia untuk tampil di Wacken Metal Battle di Jerman. Beside berbagi pengalamnnya bermain di Jerman, dan membagikan poin-poin menarik yang sekiranya bisa diambil oleh band-band finalis untuk dijadikan bekal jika seandainya mereka lolos sampai ke Jerman.

Sekitar pukul 8 malam, band dari timur Jakarta, Dead Vertical, menjadi finalis berkutnya yang tampil. Uniknya, mereka punya satu hal kontradiktif, dengan jumlah personil yang hanya tiga orang itu, mereka seakan tampil seperti rombongan prajurit siap tempur, dengan persenjataan lengkap, lewat distorsi tebal dan ketukan drum yang mampu menghantam pendengaran. Hadirnya dua orang yang bersahutan bernyanyi, menambah daya ledak band ini, untuk memuntahkan amunisi lirik dan musiknya. Kemudian, adanya solo bass ditengah salah satu lagu mereka, menjadi jembatan yang keren menuju coda lagu yang mereka mainkan. Sampai akhirnya mereka menutupnya dengan lagu “Benteng Terakhir”.

Selesai penampilan trio berbahaya asal Jakarta, Trojan menjadi finalis berikutnya yang tampil. Band ini menorehkan catatan khusus, ketika tahun ini menjadi kali kedua bagi Trojan menapaki panggung Wacken Metal Battle Indonesia 2018. Dengan estetika menarik berupa ilustrasi musik gamelan Bali, yang lengkap dengan senandung  yang melenakan telinga di awal penampilannya, Trojan seakan punya tugas berat untuk tetap berada di tensi tinggi ketika menyajikan musiknya. Hal itu terbukti ketika mereka seakan tidak mau memberi jeda pada penonton untuk sedikit bernafas, dan terus menginjak pedal gas dengan kecepatan maksimum. Saat Trojan tampil, pemandangan circle pit pun terlihat, dimana hal itu tidak tercipta saat band-band sebelum Trojan tampil. Sehingga hal ini jadi poin tersendiri bagi Trojan malam itu. Sampai akhirnya mereka menutup penampilannya dengan lagu “Reality In Chaos”, dengan lead gitar mematikan pada coda lagunya.

Selanjutnya, ada band asal Solo, dengan usianya yang hampir mencapai dua dekade, Down For Life. Mereka tampil dengan baju batik lusuh, yang secara tampilan mungkin merupakan versi lain dari Rob Zombie dari tanah Jawa, yang makin dikuatkan dengan sampling musik gamelan Jawa di awal penampilannya. Sampai kemudian lagu “Pesta Partai Barbar” berkumandang, dan bertambah menarik saat sang vokalis, Stephanus Adjie menyuruh penonton memanaskan area pertunjukan yang biasanya dikuasai artis-artis pop di televisi. Adjie cukup sering memberi pandangan kritisnya di atas panggung. Sebagai vokalis dia cukup matang membangun mood pertunjukan jadi sebuah pesta yang menyenangkan. Ditutup oleh lagu “Pasukan Babi Dari Neraka”, Down For Life berhasil menyuguhkan penampilan maksimalnya di Final Show Wacken Metal Battle Indonesia 2018.

Kaluman menjadi band terakhir yang tampil di panggung Wacken Metal Battle Indonesia 2018. Band asal Bandung tersebut seakan punya tugas berat untuk menyelamatkan “wajah” musik cadas Bandung, dengan citra yang kadung melekat sebagai kota dengan komunitas metal terbesar di dunia tersebut. Hadirnya Ferly di sisi kiri panggung, cukup mengancam bagi band-band lainnya, dimana gitaris yang pernah tergabung di banyak band berbahaya asal Bandung tersebut, punya kemampuan musik yang mumpuni, dan patut diawasi ketika sayatan-sayatan distorsinya diimbangi pula oleh Aries, sebagai vokalis yang punya kemampuan menerjemahkan lagu dengan teriakan maksimal, dan tampilan visual yang juga mengancam.

Selesai dengan penampilan sepuluh finalis, giliran Beside yang tampil di panggung Wacken Metal Battle Indonesia 2018. Beside yang menjadi juara tahun lalu tersebut membuktikannya dengan penampilan maksimal, dan lagu-lagu yang akrab di telinga para metalhead dimanapun, seperti lagu “Aku Adalah Tuhan” atau pun lagu “Dead Of War”.  Mereka menunjukan kelasnya sebagai band yang diperhitungkan dan sudah bisa disejajarkan dengan band-band metal dunia, yang jadi influence mereka.  Hingga akhirnya memasuki pukul 11 malam mereka menyudahi penampilannya, dan berlanjut pada acara yang dinanti-nanti, yakni pengumuman pemenang Wacken Metal Battle Indonesia 2018.

Setelah melewati proses penjurian, dan beberapa tahapan dari sekitar 322 band di 72 kota di Indonesia, hingga menyisakan 10 besar finalis, yang bertarung di panggung Wacken Metal Battle Indonesia 2018, pengumuman pemenang malam itu jadi satu hal yang menegangkan, tidak hanya bagi band-band yang tampil, tapi juga bagi para juri yang terdiri dari Dadan Ruskandar (Manajemen Burgerkill), Samack (Jurnalis Musik Senior), John Resborn (The Metal Rebel) dan Sascha Jahn (Metal-Rebel Headquarter, Jerman), dimana keputusan untuk memilih satu band terbaik yang dianggap pantas mewakili Indonesia di Jerman, tentu bukan hal yang mudah. Dari Pasukan Berpeluh Merah Hingga Gerombolan Babi Dari Neraka, dari agresifitas musik yang ditunjukan Dead Vertical sampai Trojan, dari pulau dewata sampai tanah pasundan, semuanya menyajikan penampilan terbaiknya, hingga akhirnya Addy Gembel menyebutkan Down For Life sebagai pemenangnya, dan berhak mewakili Indonesia di ajang Wacken Metal Battle di Jerman.

Kemenangan bagi panglima pasukan babi dari neraka ini, merupakan hadiah yang pantas bagi band yang hampir menginjak usia dua puluh tahun tersebut. Dengan segala macam dinamika yang terjadi di tubuh band ini, dari mulai pergantian personil, stagnasi yang dirasakan Stephanus Adjie, sebagai member paling lama di band ini, hingga akhirnya menemukan kekuatan baru dengan personil-personil barunya, dan membuktikan kemampuannya di panggung Wacken Metal Battle Indonesia 2018 malam itu. Dengan kemenangannya ini, Down For Life akan berangkat ke Jerman pada Agustus mendatang, dan menjadi perpanjangan tangan komunitas musik di tanah air, untuk melebarkan sayapnya ke tanah Eropa, dan memberi tahu dunia, jika Indonesia punya band-band dengan potensi besar yang layak diberikan ruang, hingga mata dunia tertuju pada negeri ini. Lalu tentang pertanyaan “Apakah Simponi Kebisingan Neraka dari Down For Life Mampu Membawa Mereka Ke Jerman? Maka jawabannya adalah YA. Mampu, dan bisa.

Selesai pengumuman pemenang, acara dilanjutkan dengan penampilan dari DeadSquad. Sebagai “tuan rumah”, mereka seakan tidak mau kalah dengan band-band yang tampil di final Wacken Metal Battle Indonesia 2018 malam itu, dan disambut para pasukan mati yang memang telah menantikan penampilan dari idolanya tersebut. Satu malam yang akan diingat sebagai malam yang mempertemukan ambisi, hasrat, dan totalitas dalam bermusik, yang dibayar dengan penampilan maksimal dari sepuluh band finalis, serta dua band tamu, Beside dan DeadSquad. Totally kickass!

COMMENTS

You must be logged in to comment.

Website ini hanya diperuntukkan bagi Anda yang berusia 18 tahun ke atas.