Trialisme & Lirikus, Terimakasih Musik!

Trialisme & Lirikus, Terimakasih Musik!

Seorang lirikus pada umumnya sangat senang mengutak-atik kata karena dengan cara itulah ia menemukan kepuasan batiniah, mengawinkannya dengan musik yang beragam tentu menjadi pelesir tambahan, intepretasi lebih luas, sudut pandang lebih jauh dari penikmatnya. Maka bisa disimpulkan trialisme tak mengubah rasa/gaya penulisan lirik si penggubah, namun justru membuatnya menjadi lebih lebar. Umpamanya kita boleh membuat semacam permainan imajinasi, bayangkan apabila lirik yang dibuat Jason Ranti dinyanyikan oleh Rhoma Irama atau lirik Ahmad Dhani dinyanyikan Ibu Waldjinah.

Sekelumit opini diatas bukan tanpa sebab, saya cukup beruntung bisa menjadi bagian dan berperan serta dalam menulis lirik untuk Mr.Sonjaya, Bendi Harmoni dan Syarikat Idola Remaja. Jikalau ada pembaca memperhatikan syair yang saya tulis bagi tiga grup musik tersebut, ia bermuara pada gaya bahasa yang sama namun menjadi lebih luas karena tema dan karakter si band seperti itu adanya, Mr Sonjaya lebih pop, Bendi Harmoni lebih ke steady/reggae, dan Syarikat Idola Remaja yang lebih ke musik ‘tongkrongan’. Tentu saja itu membuat pekerjaan menulis lirik menjadi lebih mudah karena karakter musik si band sudah terbentuk.

Dengan contoh tersebut jangan heran apabila banyak musisi/penulis lagu terkadang mampu berimajinasi tentang siapa yang cukup ideal untuk membawakan hasil karyanya, bahkan si penyanyi atau si band dapat membuatnya lebih hidup. Jadi sebenarnya trialisme sebagaimana diterangkan tak akan membuat tumpang tindih karya dan mengubah gaya seseorang, karena peran aransemen musik akan membawanya pada ruang yang tepat.

Ketika lirik yang saya tulis hadir di 3 ruang berbeda tak membuat salah satu lebih diistimewakan dari lainnya, ia setara dalam prosesnya bahkan mengajak saya menuju dimensi tak terduga sebelumnya, bertemu banyak orang dengan berbagai selera musik atau bahkan bisa bertemu legenda. Maka dari itu Trialisme pada kasus saya justru membawa berkah tersendiri, hobi merangkai kata menjadi tersalurkan dengan banyaknya ruang yang bisa dimasuki. Mungkin sedikit perlu energi lebih dalam membagi waktu serta mengelola 3 dimensi itu menjadi sebuah syarikat yang saling menguatkan, bersama-sama mengarungi perjalanan musik meski dengan warna yang berbeda. Bukankah sejatinya seni adalah keindahan?

Dan tak seperti Franz Ferdinand sang putra mahkota yang tewas karena tak ingin adanya perpecahan, kita layak berucap “Terimakasih Musik” telah memberi kesempatan kepada manusia untuk terus belajar hal baru. Dimana musik dipijak, disitu lirik ditebar. Semoga panggung lekas kembali, kita bikin Festival...!

BACA JUGA - Aku Berkarat Seperti Besi

Dimas Wijaksana

Dimas Wijaksana adalah seorang buruh harian lepas, serta menulis lirik untuk Mr.Sonjaya, Bendi Harmoni, Syarikat Idola Remaja.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner