Tongkrongan, Band Paket, dan Cara Kancah Berbagi

Tongkrongan, Band Paket, dan Cara Kancah Berbagi

Berbagi sudah jadi bagian dari kancah kita. Sejak hari pertama. Dari situ kemudian muncul kantung-kantung tongkrongan kota yang cukup memberi pengaruh pada perjalanan kancah ini di era selanjutnya.

Saya tidak tahu sekarang. Tapi dulu, di akhir dekade 80 atau awal dekade 90, saat musik independen mulai lazim jadi pilihan baru anak muda, tongkrongan menjadi hal yang vital. Lewatnya lah CD atau majalah impor yang awalnya hanya dimiliki oleh satu dua orang bisa berputar. Di-copy berkali-kali. Jadi bahan perbincangan. Sehingga satu tongkrongan bisa punya akses pada referensi yang sama.

Maklum saja, hari itu referensi belum berkecambah seperti hari ini. Internet yang mudah akses masih sangat jauh. Bahkan mungkin belum terbayangkan. Tayangan TV dari luar tak semua bisa menjangkau. Bukan hal yang murah juga membeli  langsung rilisan dari luar. Maka tongkrongan dan pertemanan hadir sebagai jawaban. 

Kita misalkan saja. Tanpa pegiat papan luncur di Taman Lalu Lintas (TL), mungkin tidak akan pernah ada infastruktur musik independen yang mapan di Bandung. Kalau pun ada, mungkin itu tidak dimulai segera sejak akhir dekade 80.

Seperti kita tahu, banyak pegiat musik independen era awal di Bandung adalah mereka yang rajin main Skate di ruang terbuka hijau di bilangan Jalan Belitung ini.

Di situ ada Helvi, Dxxxt, dan Richard Mutter yang kemudian merintis toko pernak pernik band --sekaligus gudang referensi skena, Reverse. Ikut main juga Adhi-Udhi yang kemudian membentuk Pure Saturday, Nishkra yang lebih dikenal sebagai salah satu inisiator poptastic!, Shendy, skater legend yang juga vocalis The Waves, Arian yang mahsyur bersama Puppen dan Seringai, serta banyak lagi.

Saat saya mewawancarai Helvi untuk Bandung Pop Darlings, Helvi mengibaratkan TL sebagai ruang pengguliran wacana dalam kehidupan anak muda Bandung saat itu. "Selain skateboard, fesyen dan musik juga jadi tema yang sering kita obrolin. Karena kondisinya serba terbatas kita mengakses (referensi fesyen dan musik) dengan cara pinjam meminjam saja."

Kalau mau kita andaikan lagi, coba bayangkan Pure Saturday tanpa mixtape berisi lagu-lagu Britpop/indiepop dari Lusi Mersiana (Kubik). Ceritanya barangkali bisa berbeda. Kita tahu kalau Uci --sapaan akrab Lusi-- menyuplai beberapa mixtape berisi lagu dari band-band Inggris yang dia dapat saat sekolah di Amerika pada hari-hari pertama Pure Saturday (saat itu namanya masih Tambal Band). Sebelum itu, personel Pure Saturday hanya akrab dengan The Cure.

Atau boleh jadi Pure Saturday tak akan digadang-gadang sebagai band indie yang pertama kali membuat, merekam, dan merilis karyanya dalam bentuk album tanpa campur tangan Pas Band yang membagi shift rekaman mereka. Karena keguyuban ini, Pure Saturday jadi pelatuk yang membuat band-band independen terutama di Bandung dan Jakarta mulai membuat, merekam, dan merilis karyanya sendiri.

Irfan Muhammad (menamakan nama penanya sebagai irfanpopish) adalah penulis buku @bandungpopdarlings. Sehari-hari dia bekerja sebagai jurnalis yang bertugas di Ibu Kota untuk desk Polhukam. Di luar aktivitas liputannya, Irfan sesekali masih menangani Yellowroom Records, label kecil yang dia mulai bersama sejumlah teman di Bandung sejak 2014 dan bermain untuk unit alternative, MELT.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner