Tidak Semua Orang Ingin Jadi Rock Star, Dunia ‘Terlaknat’ di Belakang Panggung

Tidak Semua Orang Ingin Jadi Rock Star, Dunia ‘Terlaknat’ di Belakang Panggung

Namun, ada satu titik di mana akhirnya kita menyadari bahwa sekadar manggung dan bersenang-senang saja tidak cukup. Seiring dengan banyaknya jadwal manggung, muncul tantangan baru yang harus dijalani. Saat itu, Forgotten di bawah satu manajemen bersama Jasad dan Burgerkill. Kami sering berbagi panggung bersama, baik di dalam maupun di luar kota. Masing-masing band sadar betul bahwa setiap panggung mereka ingin tampil maksimal baik dari segi performa di panggung maupun kualitas sound yang dihasilkan.

Dari situlah akhirnya kita sepakat untuk bergiliran menjadi teknisi. Misalkan ketika Jasad tampil, maka kita dan Burgerkill membantu Jasad mempersiapkan segala macam urusan teknis di panggung. Mulai dari roadies tukang angkut alat band, setting ampli, setting drum, kontrol monitor hingga ke urusan menjadi keamanan panggung. Begitupun sebaliknya, ketika Forgotten maupun Burgerkill manggung saling bergantian menjadi teknisi.

Dari pola tersebut, akhirnya masing-masing band bisa mendapatkan kenyamanan dan rasa percaya diri di atas panggung. Dan yang lebih penting lagi, masing-masing band bisa belajar lebih banyak terkait dengan karakter sound yang diinginkan. Proses tersebut berlangsung secara alami, namun akhirnya ada satu titik di mana masing-masing band menjalani kesibukan manggung sendiri-sendiri. Dari situlah awal Forgotten dan mungkin juga bagi Jasad dan Burgerkill untuk mencetak kader-kader teknisi baru bagi bandnya masing-masing. Sebuah hal yang tidak mudah dan butuh proses yang panjang. Namun beruntung, Ujungberung era tahun 2000an telah lahir band-band baru dengan rasa penasaran yang besar terkait proses produksi audio di panggung. Maka Forgotten memulai proses dengan mengajak band-band baru tersebut untuk belajar bersama secara langsung di atas panggung. Langkah awalnya menjadikan mereka teknisi sekaligus mencoba mempromosikan band mereka.

Ranah musik bawah tanah kota Bandung tidak akan pernah sama jika Addy Gembel tidak hadir di era '90an. Bersama grup musik ekstrim yang dinamai Forgotten, ia lantang menyuarakan hal-hal provokatif dan kontroversial, dengan dua jenis pilihan bahasa: frontal dan sangat frontal.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner