Solidaritas, Pop, dan Buruh

Solidaritas, Pop, dan Buruh

Tapi yang paling hardcore, membuka mata lebar-lebar sekaligus membuat tersentak malam-malam, termasuk rasa malu hati menuliskannya di sini, adalah ketika suatu hari saya mendapatkan buku kumpulan puisi Wiji Thukul. Saya pikir naskah ini tak perlu sedikitpun kutipan darinya karena kita bisa langsung mencari dan membaca puisi-puisi itu dalam gejolak diri emosi masing-masing. Dalam kasus saya, setelah membaca buku itu, saya langsung menulis lagu berjudul “Penakut”, akhirnya terlupakan karena demo tak kunjung direkam, menunjuk pada diri dan nyali saya di hadapan apa yang telah dilakukan Thukul.

Hari ini, kendati tidak juga menjadi betul-betul pop, kondisi musik Indonesia tentu sudah cukup berubah dari apa yang terjadi di era 1980an dan awal 1990an, di mana pilihan suara tambah beragam. Sudah tak terlalu asing mendapati lagu-lagu Indonesia yang memberi kita kesadaran akan hidup kaum buruh, melalui berbagai website dan YouTube atau pun sejumlah rekaman fisik yang seringkali terbatas. Belum lagi sejumlah kreasi teks dan visual format lainnya, sampai pada t-shirt dan stiker. Karya-karya itu memberi masukan akan apa yang terjadi di pabrik, rumah dan jalan, tentang apa yang mereka dan sama-sama kita harapkan; keadilan pekerja yang diperjuangkan.

Atau mungkin kita dapat tambah berempati bila dalam taraf rendahnya dialami sendiri. Pada malam lembur di kantor periklanan awal 2000an dulu, saya bisa bernyanyi keras-keras pada bait terakhir “My Name is Jonas” dari Weezer, tanpa perlu memastikan tema lirik lagunya, saat komputer akhirnya berkenan dimatikan: Workers are going home!  Tak perlu tempat bekerja yang keras dan gaji yang terlalu minim untuk tahu kerinduan tubuh akan beristirahat dan fungsi uang bagi hari-hari.

Dari activist sampai slacktivist, atau siapa pun kita, ruang solidaritas selalu tersedia. Lakukan apa pun, meski kadang tertakar remeh, atau dianggap tidak sampai pada inti masalahnya. Produk-produk pop, baik yang terasa menyerang berbahaya atau bahkan mendekati parodi tanpa tawa (mungkin contohnya termasuk tulisan ini sendiri), menyelundup dalam bentuk lampu kamar gaya hidup dan masih bisa menjadi pengingatnya. Cahaya kasual untuk membaca yang terjadi di sekitar kita.

Harlan Boer adalah penulis, musisi, produser, dan seniman visual. Pernah tergabung bersama the Upstairs, C'mon Lennon, dan menjadi manajer band Efek Rumah Kaca. Sebagai singer-songwriter hingga kini sudah merilis sejumlah single, 4 mini album, dan 2 album penuh. Tinggal dan bekerja di Jakarta.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner