Rubah or Die!; Music Disrupts Pandemic 4.X

Rubah or Die!; Music Disrupts Pandemic 4.X

Hingga di awal 2020 semua seakan tiba-tiba berhenti. Wabah Covid-19 yang melanda seluruh dunia menghantam seluruh relung-relung kehidupan manusia termasuk musik. Saya kenang hari ini, “Nggak pernah kebayang, 2020 akan mengalami seperti ini. Perubahan yang sangat drastis dan miris!” Ketakutan dan keterbatasan melakukan sesuatu merubah secara telak pola hidup, pola pikir, dan perilaku manusia. Umumnya semua menyikapi ini sebagai kemunduran langkah. Tidak sedikit kawan, para pelaku seni, yang berhenti bermusik, mulai mencoba banting setir ke arah lain, seperti mulai berjualan online atau lainnya. Semua itu ditempuh dengan harapan bisa bertahan menghadapi kondisi zaman saat ini.

Berbagai kondisi ini patut disebut sebagai kondisi perubahan musik yang radikal terutama dalam hal apresiasi musik yang melibatkan keramaian, sebutlah gigs dan festival. Terkungkungnya gigs dan festival satu esensi dasar ekosistem musik ini bagai memangkas sebelah sayap ranah musik sehingga megap-megap untuk mengepakkan sayapnya mencapai ketinggian yang baru. Ia stuck! Stagnan. Dunia musik memang bisa dibilang sebagai salah satu dunia yang paling terhambat dan cenderung mundur setelah ada pandemi ini. Hilangnya peluang live performance secara tiba-tiba mematikan pelaku bisnis di dunia industri musik yang di dalamnya merupakan para performer itu sendiri.

Namun sesungguhnya, berbagai kebuntuan pada dasarnya dicipta untuk membangun berbagai tatanan baru. Perubahan kondisi ini pasti juga dibarengi dengan celah baru untuk mengikuti arah perubahan itu. Hanya saja, kita harus lebih memahami dan mengobservasi, apa saja yang mengalami perubahan, apa yang jadi berkurang, dan apa yang malah jadi bertambah. Dari semua itu, kita bisa memprediksi hal baru apa saja yang sekiranya harus kita pelajari atau adaptasi agar kita tetap bisa melangkah di jalur yang sama dengan cara melangkah yang baru.

Daripada menyikapi kondisi dengan beralih profesi, para pelaku seni sebenarnya bisa tetap menjadi diri sendiri. Asalkan kita bisa segera meng-upgrade beberapa hal yang akan mendukung pergerakan kita di era pandemi ini. Perubahan konsep live performance yang asalnya digelar dalam bentuk gigs dan fetsival yang melibatkan keramaian menuju live performance virtual membukakan ruang-ruang baru yang tentunya membukakan juga ranah lain dalam tetap bertahan di ranah musik. Dalam virtual, sebutlah berkembang ranah fotografi dan videografi yang tentunya menjadi aspek penting saat segalanya menjadi tontonan versi jarak jauh dan online. Visualisasi yang menarik akan bisa mempertahankan minat masyarakat untuk tetap menonton kita. Dalam hal ini, tentunya kemampuan dan kreativitas para fotografer dan videografer harus berkembang lebih maju, karena semua pelaku seni kini beradu tampil melalui karya yang lebih visual.

Penulis adalah musisi bernama Marliana S. Yonas. Dikenal dengan nama Deana Struggle atau mrl deana, lahir pada Mei 1991 di kota Bandung. Berada di ranah underground sejak 2006, dan saat ini bermain bass bersama Annabelle, Murka, dan Hellfrog Project. Sesekali menjadi pendaki, dan juga session model.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner