Romantisme ‘Indies’ 90an

Romantisme ‘Indies’ 90an

Bicara tentang Indies selalu jadi romantisme seru bagi saya. Terlebih konteksnya pada akhirnya bukan hanya bicara tentang musiknya saja, tapi juga budaya yang melatarinya

Katanya era 90an itu menjadi era akhir dari musik, yang dimulai sejak tahun 40an (atau bahkan lebih). Menariknya, pada era 90an juga dinamika yang terjadi di industri musik sangat beragam, termasuk salah satunya tentang kubu Amerika dan Inggris. Dua pusat industri musik dunia ini masing-masing tampil menyajikan menu musiknya, dengan Amerika yang menginvasi dunia dengan musik alternatif (beberapa menghubungkan dengan grunge), dan Inggris yang menawarkan perlawanan lewat British Invasion nya. Band-band yang lahir dari hasil dinamika industri saat itu semuanya punya pengaruh kuat, bahkan lucunya persaingan ini juga kemudian lebih mengerucut pada dua raksasa Britania Raya, Oasis dan Blur. Seolah melupakan invasi Amerika lewat gelombang musik grunge, publik musik di Inggris nyatanya lebih menyukai isu persaingan Blur dan Oasis, terlebih ketika berita kematian Kurt Cobain (Nirvana), musik grunge seolah tidak lagi menarik untuk diikuti. 

Perseteruan Blur dan Oasis pada awalnya muncul karena hal-hal yang konyol. Pada awal kemunculan Britpop, Blur dan Oasis merupakan dua band yang saling menghormati dan mengagumi satu sama lain. Sikap itu terlihat jelas kala acara NME Awards 1995, di mana Blur memborong lima penghargaan dan Oasis hanya mampu mengambil tiga buah.

“Aku tidak berpikir bahwa kami seharusnya mendapatkan lebih banyak [penghargaan] dari Blur. Mereka adalah band top,” aku Liam Gallagher (vokalis Oasis) sesaat usai acara berlangsung.  

Sampai akhirnya ‘genderang perang’ mulai dikumandangkan berkat tingkah tengil Liam yang mengundang Damon Albarn (vokalis Blur) untuk menghadiri pesta perayaan single “Some Might Say” milik Oasis yang berhasil nangkring di posisi puncak tangga lagu. Albarn mengiyakan ajakan Liam, namun, niat baik Albarn justru dibalas dengan perlakuan tak menyenangkan dari Liam, di mana Liam dengan nada mengejek menghampiri Albarn seraya berteriak “Nomor satu!”, tepat di muka Albarn.

Momen yang ditangkap oleh majalah NME tersebut kemudian juga menuliskan jika Albarn merasa itu sebuah tantangan dari Liam dan Oasis kepada bandnya, Blur. Satu hal yang lucunya ditanggapi serius pula oleh produser Blur, Stephen Street, sampai akhirnya pertarungan kedua band ini dimulai tepatnya saat Oasis hendak merilis single “Roll With It” (diambil dari album What’s the Story? Morning Glory). Rencana Oasis sampai juga ke telinga petinggi Food, label yang menaungi Blur. Food kemudian memberi tawaran kepada Albarn untuk merilis “Country House” dari album The Great Escape bersamaan dengan jadwal peluncuran Oasis. Berita ini kemudian menjadi santapan media cetak sampai elektronik yang ramai-ramai menggorengnya, hingga menjadikan kabar perseteruan mereka sebagai tajuk utama pemberitaan.

Tensi persaingan kian mendidih dengan adanya saling serang secara verbal yang dilakukan masing-masing personel kedua band. Makin bertambah panas kala rivalitas Blur-Oasis nyatanya juga melebar hingga ranah sosial-politik. Persaingan Blur-Oasis bisa dibaca sebagai pertarungan wilayah utara (Oasis dari Manchester) dan selatan (Blur dari London). Blur dianggap mewakili kelompok kelas menengah Inggris, sedangkan Oasis jadi representasi kelas pekerja.

Pertarungan itu pada akhirnya dimenangkan oleh Blur dengan angka penjualan lagu “Country House” sebanyak 274.000 copy, mengalahkan lagu “Roll With It” milik Oasis yang memperoleh angka penjualan sebanyak 216.000 copy. Kekalahan ini membuat Liam kian membenci Blur, meski pada akhirnya kekecewaan Liam dan Oasis sedikit terobati kala album (What’s The Story?) Morning Glory terjual hingga empat juta copy, jauh mengungguli Blur.

Hampir dua dekade menjadi santapan media dengan semua isu permusuhannya, Noel (Oasis) dan Damon Albarn (Blur) perlahan mulai menunjukan kedekatannya, bahkan terlibat dalam beberapa proyek musik bareng. Pada 2013, Noel dan Albarn tampil satu panggung membawakan nomor klasik milik Blur, “Tender,” dalam rangka kegiatan amal. Dua tahun setelahnya, mereka lagi-lagi bermain bersama kala menghadiri perayaan ulang tahun ke-60 Paul Simonon, bassist grup punk-rock veteran, The Clash. Bahkan, pada tahun 2017, Albarn mengajak Noel untuk mengisi vokal di track “We’ve Got the Power” yang terdapat dalam album Humanz milik band bentukan Albarn, Gorillaz.

Berbeda dengan sang kakak, Liam masih belum menunjukan tanda-tanda berdamai dengan Blur, meski konteks permusuhan antara Liam dan Blur tidak lebih dari sekedar jokes, yang secara impact tidak terlalu besar. Sangat berbeda dengan konteks permusuhan mereka pada era 90an dulu, yang melibatkan media hingga label rekaman besar.

Publik mengenang Blur dan Oasis sebagai raksasa dari Britania Raya. Dua duanya punya pengaruh kuat, termasuk bagi saya yang menyukai band-band dari tanah Britania. Di Bandung sendiri akrab dengan sebutan ‘anak indies’, untuk siapapun yang menyukai jenis musik dari band-band asal Inggris ini. Mungkin jika merunut pada umur saya, era keemasan ‘anak indies’ berjaya hanya saya rasakan di beberapa ‘halaman terakhir’ saja, sebelum akhirnya skena musik di Bandung perlahan mulai berubah dan tren musik pun berubah. Namun seperti halnya cerita perseteruan Oasis dan Blur di atas, bicara tentang Indies selalu jadi romantisme seru bagi saya. Terlebih konteksnya pada akhirnya bukan hanya bicara tentang musiknya saja, tapi juga budaya yang melatarinya, seperti fashion misalnya. Mungkin banyak diantara kita yang masih hafal betul dengan dandanan ‘anak indies’ era itu, yang mungkin hingga hari ini masih terlihat catchy.   

Tentang apa yang ditangkap oleh buku Bandung Pop Darlings misalnya. Hal tersebut juga menjadi penanda jika pernah pada suatu masa ‘anak-anak indies’ ini ‘megang’ dengan semua cerita dan kekhasannya. Beberapa artefak yang mengamini pernyataan itu kemudian menjadi muncul ke permukaan, hingga membuat generasi yang memang lahir pada era itu merasa menemukan romantisme tersendiri. Sedangkan bagi anak muda ‘hari ini’, hal tersebut kemudian menjadi rujukan baginya untuk ngulik lebih jauh soal apa itu Indies, Inggris, dan sesuatu yang Necis, berdasar pada musik tertentu, yang dengan semua kekhasannya mampu melahirkan ‘pengikut’ yang mengimani A sampai Z nya musik britpop, indie pop, atau indies ini. Ya awalnya memang selalu menjadi poser terlebih dahulu. Seperti kata lagu Jamrud, biar bingung asal British.  

BACA JUGA - Seputar Piringan Hitam Kiri Kanan

Aulia Ramadhan

Aulia Ramadhan merupakan seorang vokalis dari band Portree. Selain bermusik dia juga merupakan seorang produser untuk sebuah program radio bernama Substereo. Rama juga sering disibukan dengan beberapa event yang melibatkan dirinya menjadi seorang Master Ceremony atau MC

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner