“Rolling Stones dan Kultusnya di Bandung”

“Rolling Stones dan Kultusnya di Bandung”

Lewat Deddy Stanzah?

Ikon paling sahih dalam mengimitasi Jagger dan Stones di Bandung sejauh pengetahuan saya adalah sosok seorang Deddy Stanzah. Lihat penampilannya secara langsung tentu saya belum pernah. Tapi terimakasih internet, lewatnya lah saya bisa menapaki jejak-jejak audio visual penampilan beliau.

Dalam video di Youtube misalnya, ada tayangan penampilan Deddy bersama band Ivy Blues di Pasific BIP 1999. Diunggah oleh Danny Ivy, pada tayangan tersebut, Deddy membawakan lagu "Ruby Tuesday" dari Rolling Stones. Gayanya, liukannya, dan cara dia mengambil nada vokal memang sudah seperti Jagger.

Mundur jauh ke video penampilan Deddy Stanzah di Solo pada dekade 80-an yang diunggah Oetje F Tekol, penampilan Deddy tentu lebih provokatif lagi. Dia berjingkrak, bergoyang, dan bolak balik di atas panggung yang memang di-setting memanjang. Saking provokatifnya, sampai ada penonton yang memberanikan diri naik panggung untuk beradu dansa a la Jagger bersama Deddy. Eh tapi enggak lama disamperin dua Polisi Militer lengkap dengan pentungan di tangan yang nongkrongin penampilan Deddy bersama The Rollies kala itu.

Kalau lihat dua penampilan di atas, pantas saja jika banyak cerita konon di Bandung tentang bagaimana Deddy Stanzah mengadopsi gaya Jagger dan Stones. Satu yang paling populer mungkin kutipan ini: "Rolling Stones mah geus beak ku aing!".

Tapi persentuhan pertama Deddy dengan Rolling Stones bukan hanya saat dia bermain band bersama The Rollies --band yang konon namanya diambil dari gabungan Rolling Stones dan The Hollies-- pada 1967. Di tahun segitu, Rolling Stones-nya sendiri sudah merilis beberapa album sejak 1964.

Berdasarkan perbincangan saya dengan musisi kawakan asal Bandung, Harry Pochang setahun ke belakang, akses Deddy pada Rolling Stones rasanya berbarengan dengan aksesnya pada musik barat yang masuk sejak awal hingga pertengahan 60-an. Selain lewat piringan hitam yang saat itu hanya dimiliki oleh sebagian kecil orang berpunya, Deddy juga memiliki ragam majalah luar negeri yang mengulas soal musik.

Hal ini tak heran, karena Deddy merupakan orang dari kalangan berpunya. Ayahnya seorang petinggi militer dan ibunya seorang pengusaha besar di era Soekarno. Bahkan keluarganya pun mengelola sebuah Hotel di Bandung.

"Rollies yang awal itu berempat, (Deddy Stanzah, Tengku Zulian, Iwan Krishnawan, dan Delly Alpin). Stones banget," kata Harry.

Dalam perbincangan David Tarigan (Irama Nusantara) dengan wartawan senior Denny MR di sebuah podcast, Denny menyebut Deddy Stanzah sebagai orang yang paling cepat menangkap gejala di luar dan mengaplikasikannya dalam gerak gerik sehari-hari. "Deddy Stanzah-nya hilang dan yang kita lihat saat itu adalah Mick Jagger. Sebegitu parahnya dia menjiwai Mick Jagger sehingga dia bawa dalam kehidupan sehari-hari," ucap Denny.

Irfan Muhammad (menamakan nama penanya sebagai irfanpopish) adalah penulis buku @bandungpopdarlings. Sehari-hari dia bekerja sebagai jurnalis yang bertugas di Ibu Kota untuk desk Polhukam. Di luar aktivitas liputannya, Irfan sesekali masih menangani Yellowroom Records, label kecil yang dia mulai bersama sejumlah teman di Bandung sejak 2014 dan bermain untuk unit alternative, MELT.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner