Pikirin Konten, Biar Nggak Impoten

Pikirin Konten, Biar Nggak Impoten

Saya pernah menulis sebuah status di Instagram mengenai pentingnya secara disiplin membuat konten, dengan kalimat seperti ini: "Pada saat majalah musik satu-persatu bubar, saya khawatir: Aduh, musik kehilangan warta nih. Padahal, media perannya besar sekali, dalam memberitakan manuver band. Dan saya teringat opininya Ryan Holiday, dia bilang: "Kita hidup di lingkungan yang dikuasai opini publik, dan opini publik dikuasai pers. Siapapun pemilik media, dia bisa menguasai negara". Lalu, kalau majalah musik bubar, bagaimana publik bisa ngintip aktivitas band kita?

Beruntung, dunia kini berubah. Sekarang adalah "Zaman Kekuasaan Individu", dengan akun media sosial yang kita punya,kita diberi kekuasaan oleh internet untuk mengeksploitasi dan memproduksi berita kita sendiri. Kekuatan yang dimiliki pers dalam membentuk opini publik, sekarang ada di tanganmu sendiri. Sayang banget kalau kamu punya band, punya karya, tapi akun musisinya nihil warta tentang bandmu. Kebayang, kalau akun media sosial saya isinya cuma kehidupan keseharian, kontennya ternyata saya lagi maen sama anak dan lagi nongkrong? Memang nggak salah sih, tapi hal itu menyia-nyiakan warta tentang band, yang harusnya bisa kita pamerkan ke publik."

Kita begitu akrab dengan istilah "konten". Menurut definisi formal, konten adalah informasi yang disediakan oleh media untuk publik. Dengan infrastruktur yang sudah ada, dengan ponsel pintar yang ada di genggaman manusia, dengan tersedianya platform, kini manusia memproduksi konten-konten, bahkan secara disiplin konten diproduksi, agar perusahaan bisa terus-menerus menjalankan seluruh bisnis model baru mereka. Itu semua demi memenuhi kebutuhan pelanggan, dan memuaskan generasi baru miliaran orang di planet ini. Dan dunia konten, menghasilkan transaksi besar dalam model bisnis langganan konten, ini semua bisa dijangkau dengan keberadaan digital money. Karena itu, tidak heran ledakan perekonomian luar biasa dahsyat secara global, bisa terjadi dalam sebuah jaringan dunia maya. Dan era kapitalisme digital ini akan membentuk cara hidup manusia di masa depan.

Bisnis subscription content akan jadi model bisnis standar. Ekosistem konten semakin berkembang dan akan jauh lebih agresif. Sebagai contoh, Google melayani semua sisi kebutuhan manusia akan konten secara gratis, mereka segera akan menuai hasil panennya secara lebih besar lagi. YouTube Premium, YouTube Music sudah bergulir dengan sistem berlangganan, belum lagi layanan game berlangganan, publik bisa memainkannya secara streaming tanpa hardware dengan Google Stadia.

Che Cupumanik adalah biduan dari dua band grunge, yakni CUPUMANIK & KONSPIRASI. Ia pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah independen bernama JEUNE MAGAZINE, selama 29 edisi.

Kiprahnya dalam dunia musik pernah ditulis dalam sebuah buku berjudul "ROCK MEMBERONTAK", ditulis oleh orang dari litbang KOMPAS bernama Eko Wustuk.

Selain sebagai musisi, Che juga sering menjadi pembicara. Dia pernah bekerja sama dengan institusi KPK, tur ke beberapa kota untuk melakukan klinik penulisan lirik antikorupsi. Dia pernah tampil sendiri dalam pentas monolog di bentara budaya KOMPAS.

Selain menulis artikel di beberapa media dan portal musik, Che termasuk dalam tim 'ROCKOTOR TV', sebuah channel TV di YouTube yang mengupas gerakan musik grunge nusantara. Che kini sedang menyelesaikan proyek album solonya, dan tengah menyelesaikan penulisan buku karya perdananya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner