Overproud Bawain Lagu Orang? Kenapa?

Overproud Bawain Lagu Orang? Kenapa?

Saya ingin dikenal sebagai Zubey saja, tanpa embel-embel lain yang berhubungan dengan band-band idola saya

Pada helatan Grammy ke 54, grup musik Foo Fighter memenangkan penghargaan “Best Rock Performance” untuk lagu “Walk”. Ada satu pernyataan menarik dari sang frontman, Dave Grohl yang mengatakan jika alih-alih rekaman di studio paling bagus di Hollywood, alih-alih direkam di sebuah komputer paling canggih di dunia, mereka merekam lagu “Walk” di sebuah garasi rumahnya, dengan alat rekam yang sederhana. Dan tidak peduli seberapa bagus studionya, seberapa canggih komputernya, yang penting adalah isi lagu itu sendiri dan spirit bermusik ketika mereka membuat lagu/musik.

Pernyataan Dave Grohl di atas seakan berbanding lurus dengan sikap bandnya terdahulu, Nirvana, di mana dengan semua keterbatasannya mampu mengubah arah musik dunia kala itu. Nirvana kemudian dikenal sebagai band yang sanggup membuat revolusi industri musik dengan musiknya. Semangat kebebasan berekspresi yang mereka usung kemudian menjadi tajuk utama dan dengan cepat mempengaruhi banyak remaja kala itu.

Sayangnya, banyak yang kemudian menjadi salah memaknai kebebasan berekspresi yang diusung oleh Nirvana dan gelombang musik alternatif tahun 90an. Banyak juga diantara mereka yang akhirnya malah menjadi terlalu nyaman membawakan lagu-lagu band idolanya, hingga sudah merasa bangga dan puas hanya membawakan lagu band orang lain.

Dengan segala kerendahan hati saya sampaikan, hal tersebut kemudian membentuk budaya yang seperti jalan ditempat, karena hanya berkutat pada romantisme era kejayaan musik alternatif tahun 90an saja. Bagaimana mereka terus mengagungkan jika grunge pernah menginvasi dunia kala itu. Bukannya saya tidak suka dengan grunge, sebaliknya saya merupakan penggemar berat musik grunge, hingga kemudian saya tergabung dengan sebuah band grunge, dan secara persona juga saya cukup nyaman dengan citra grunge ini. Hanya saja seperti saya bilang di atas, banyak diantara mereka yang kemudian terlalu overproud dengan hanya membawakan lagu-lagu dari band grunge yang mereka suka. Tidak heran jika pada akhirnya hanya sedikit band grunge yang muncul ke permukaan, karena kebanyakan dari mereka kurang percaya diri memunculkan identitas mereka sendiri.

Kebanyakan dari mereka lebih percaya diri dan bangga membawakan lagu orang lain (band idolanya), dan oleh karena itu lah band grunge lokal jarang dikenal ke khalayak umum selain misalnya Navicula, Cupumanik, atau mungkin Besok Bubar. Dalam scene musiknya pun masih banyak yang membuat acara tribute untuk band-band grunge terdahulu, hingga (dengan segala kerendahan hati saya sampaikan) pergerakan di scene musik ini seolah jalan ditempat. Bukannya tidak boleh membuat tribute untuk band-band terdahulu yang dianggap punya peran penting di scene musik grunge, hanya saja menampilkan identitas sendiri ke permukaan juga tidak kalah penting untuk disiarkan.

Mungkin jika mau digali lebih jauh lagi, banyak juga band-band grunge potensial dan punya karya sendiri yang mungkin jarang orang tahu. Sayang kalau misalnya karya mereka hanya mengendap di hardisk komputer masing-masing dan tenggelam oleh band-band cover version yang merayakan romantisme era Nirvana atau Pearl Jam berjaya misalnya.

Tulisan ini dibuat karena kecintaan saya pada musik grunge dan Nirvana, sebagai salah satu pelopor yang menggaungkan kebebasan berekspresi dalam bermusik. Maka sayang jika kebebasan bermusik yang digaungkan Nirvana menjadi ditanggapi dangkal dengan hanya meniru membawakan lagu-lagu mereka, tanpa kita sadar justru kita malah melupakan esensi kebebasan itu sendiri. Kebebasan dalam bermusik harusnya kan bebas bermusik seperti apapun juga, tidak harus mirip Nirvana, Pearl Jam, Alice In Chains, atau band-band lainnya yang dianggap pelopor di scene musik ini.

Kalau terpengaruh sih jadi satu hal yang wajar, karena sadar atau tidak sadar apa yang mereka (para musisi idola) lakukan tertanam di alam bawah sadar, hingga sedikit banyak mempengaruhi cara kita membuat musik, bahkan mungkin berpakaian ala mereka. Tapi tentu hal tersebut bisa dikombinasikan dengan cara kita sendiri, karena mungkin apa yang menjadi keresahan Kurt Cobain dalam lagu-lagunya bisa berbeda dengan keresahan yang kita rasakan. Atau mungkin permasalahan dan polemik yang terjadi di Seattle mungkin akan berbeda dengan permasalahan yang terjadi di Bandung. Perbedaan itu kemudian akan menghasilkan output yang berbeda pula, baik dari cara kita membuat musik atau pun cara kita membuat lirik. Jadi rasanya bukan hal yang susah untuk memunculkan identitas kita sendiri ke permukaan. Tinggal apakah kita sudah cukup percaya diri atau tidak.

Nirvana, Pearl Jam, dan Alice In Chains bisa keren karena mereka berhasil jadi diri mereka sendiri. Seberapa bagus kita ‘meniru’ mereka kita tidak akan pernah lebih keren dari mereka, dan sebaliknya, ketika mereka meniru kita, mereka tidak akan lebih keren dari kita hahaha. Sesuatu yang otentik menjadi penting dalam dunia musik, karena pada akhirnya yang akan muncul ke permukaan adalah mereka-mereka yang berhasil muncul dengan kekhasannya. Bagus, jelek hal itu kemudian jadi relatif dalam dunia musik, karena pada akhirnya musik akan menemukan pendengarnya sendiri.

Hal seperti itu juga pernah menghantui perasaan saya ketika saya akhirnya memberanikan diri tampil solo dan membuang citra saya sebagai gitaris band Freak, dengan musik dan persona yang baru. Tapi kemudian saya menemukan diri saya sendiri ketika saya tampil solo, di mana hal itu berhubungan pula dengan hobi saya di luar musik, yakni naik gunung dan berpetualang. Melakukan berbagai macam perjalanan lalu menuangkannya dalam sebuah lagu ternyata bisa jadi keasikan tersendiri buat saya. Hal tersebut mungkin tidak akan terjadi kalau saya takut untuk memunculkan identitas saya sendiri dalam karya saya. Tapi ketakutan itu saya lawan, karena saya ingin dikenal sebagai Zubey saja, tanpa embel-embel lain yang berhubungan dengan band-band idola saya.

Untuk teman-teman yang sedang berusaha memunculkan musiknya sendiri tetap semangat, karena akan selalu ada celah untuk kita bisa menyuarakan apa yang kita yakini lewat musik.    

BACA JUGA - 10 Musisi & Band Pengiring Entrance Para Pegulat

Zubey merupakan seorang gitaris dari band grunge bernama Freak. Belakangan dia tengah menikmati karir solo bermusiknya yang secara genre terbilang berbeda dengan bandnya. Selain itu, Zubey juga merupakan seorang content creator untuk kanal Youtube nya, "Jejak Zubey", yang banyak menyajikan konten seputar hobinya traveling.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner