Menikmati The-New-Normal a la Mocca

Menikmati The-New-Normal a la Mocca

Sudah hampir dua bulan ini, kita semua menghabiskan waktu di rumah saja. Mengurangi mobilitas, memindahkan seluruh kegiatan harian ke rumah, work from home, school from home, semua lini terkena guncangan dari pandemi dunia ini.

Semua rencana yang Mocca canangkan di awal tahun 2020 bubar berantakan. Jadwal manggung yang sudah terisi di papan, satu persatu berubah status jadi tertunda, bahkan batal. Kita semua terkena panic attack, banyak "what if" yang bertebaran di kepala kita masing-masing. Belum lagi beratnya beradaptasi dari kebiasaan mobilitas tinggi menjadi di rumah saja.

Setelah melewati dua minggu stay at home, kita memutuskan untuk terus bergerak. Kita mulai meeting virtual, band dan manajemen bertemu secara virtual, merombak semua rencana, membuat rencana baru, dan menyusunnya ulang. Kita mulai semuanya dari nol. Hal ini membuat saya pribadi bersyukur bahwa positive thinking memang menjadi basic pemikiran Mocca dan manajemen. Kondisi yang membuat kita tidak bisa berkumpul, bisa kita cari jalan keluarnya. Karena Mocca pernah mengalami ini sembilan tahun yang lalu.

Pasca Arina pindah domisili ke Amerika Serikat tahun 2011, Mocca pun beristirahat. Semua kembali ke rumah masing-masing, tinggal di kota berbeda, kantor di Bandung yang biasa dipakai untuk bekerja pun ditutup. Walau masa panik sudah lewat, tetap saja terasa kosong. Kami pun sibuk dengan kehidupan masing-masing. Sampai kami menyadari dari social media, di masa vakumnya Mocca justru Swinging Friends semakin banyak bermunculan. Kala itu, Twitter adalah social media yang paling naik daun. Dan di Twitter pula banyak muncul akun-akun Swinging Friends dari berbagai kota: Tegal, Malang, Padang, Makassar, Indramayu. Dari situ kami sadar, karya kami sudah milik publik. Tanggung jawab kami bukan hanya untuk band dan manajemen, tapi juga pendengar.

Persis seperti apa yang dilakukan, kami berkumpul lagi menyusun langkah untuk “bertanggung jawab” pada Swinging Friends. Kami pasti bisa menaklukan jarak Long Beach – Jakarta. Kami mulai diskusi via email dan Blackberry Messenger, kami sepakat untuk membuat album baru. Materi awal untuk pembuatan album dikirim via email ke Arina, dibalas, dikirim balik, hingga seluruh materi terkumpul, dan lahirlah album Home tahun 2015. Album Home dikerjakan di dua negara, Indonesia dan Amerika, sedangkan untuk part instrumen tambahan dan mixing dikerjakan di Bandung dan Tangerang Selatan.

Berbekal pengalaman dahulu yang minim teknologi dan prasarana, kami yakin Mocca pasti bisa melakukan hal yang sama sekarang. Bahkan lebih maksimal hasilnya, dengan segala kemudahan teknologi yang ada sekarang.

Riko Prayitno

Riko Prayitno was born on 29 January 1977 in Bogor. Graduated from Art and Design Faculty of National Institute of Technology Bandung. Riko began playing guitar at an early age and began playing profesionally with Mocca in 1999. Since then, Riko and his band Mocca has released 5 albums and gained popularity through out Indonesia, Singapore, South Korea, Thailand, and Malaysia.

He also had tons of side projects, start with playing bass The Triange Band in 2011, producer of many band and singer, speaker for classes about music industry, and co-founder of music business community called BinArt Collective.

In April 2019, Riko released his personal EP called Mini Album. An album talk about his personal life, family, love life. Not only playing guitar, Riko sing his own songs in this album. Together with his only son Nala, they sing a love song for his wife.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner