Mengapa Saya Menggawat-gawatkan Black Metal? (Bagian 1)

Mengapa Saya Menggawat-gawatkan Black Metal? (Bagian 1)

Seandainya Mayhem tidak merintis black metal, Nergal mungkin tidak akan pernah jadi juri The Voice, Polandia. Lho, mengapa begitu? Harap sabar, kalimat barusan jangan langsung dianggap sebagai jawaban dari judul yang sengaja saya tulis demikian. Ngomongin soal black metal, apalagi di Indonesia, sepakat atau tidak, akan mengantarkan pada satu tema yang kerap membuat saya gelisah, gregetan, gemas, dan kadang-kadang muak. Kalau bosan sih, tidak. Sebabnya, kalau sudah merasa bosan, untuk apa saya sampai detik ini masih membawakan isu black metal ini, sementara masih ada dua sekuel film dokumenter yang mengantri di belakang. Dan lagi, untuk apa saya kemarin repot-repot membikin status Facebook yang jumlah komentarnya menembus angka 700-an.

Tema yang saya maksud tadi adalah Satanisme. Tidak menampik kalau memang isu tersebut diangkat dan dikuatkan oleh beberapa band black metal. Band black metal adalah satanis; pemuja setan; pengabdi setan; dan lain-lain. Namun, itu merupakan tema yang lantas oleh media secara semena-mena dilabelkan pada black metal, dilanggengkan sebagai mode berpikir secara sembrono oleh masyarakat, dan bahkan sebagian dari kita yang tinggal di skena tersebut.

Hernandes Saranela

Hernandes Saranela merupakan pembuat film personal di bawah bendera kolektif Cinemarebel Yogyakarta. Vokalis dari band Punk DEMSTER & band Pagan Metal ENUMA ELISH. Juga menjadi pengajar film dan akting di salah satu kampus di Jogjakarta.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner