Mengais Gairah pada Setiap Rak Toko Rekaman

Mengais Gairah pada Setiap Rak Toko Rekaman

Sumber foto: Facebook RSD Indonesia.

Kolom kali ini seputar momen perayaan Record Store Day 2019, sembari menyimak rilisan spesial dari Delirium Carnage, Kandala, Komunal, hingga Rajasinga.

April 2019 menjadi bulan yang sangat riuh dan meribut di negeri ini. Anda boleh bilang itu masa-masa “politis” karena bertepatan dengan momen kampanye pemilu, hari pencoblosan di kotak suara, hingga proses hitung-cepat yang belum kelar-kelar juga tapi sudah menuai aneka keributan dan sudah saling klaim kemenangan di banyak media. Iya, praktek politik yang membosankan.

Maaf, saya malas membicarakan hal-hal seperti itu. Karena sebenarnya ada satu momen yang lebih menarik...

Pada dimensi yang lain, April justru menjadi bulan yang menyenangkan khususnya bagi penggemar (rekaman) musik. Pada bulan itu momen Record Store Day (RSD) dirayakan di segala penjuru dunia, tak terkecuali di Indonesia. Momen RSD di Indonesia dirayakan dengan banyak cara dan kebiasaan. Gaya kolektif dan gotong-royong bikin RSD selalu dirayakan bareng-bareng dalam satu ruang dan waktu oleh para pelaku setempat.


Foto di RSD Indonesia 2019 | Sumber: Facebook RSDIndonesia

Kebanyakan RSD memang dikemas dalam format records fair di banyak kota dan bertempat di public space atau kedai terbuka – seperti di Jakarta, Batam, Yogya, Solo, Malang sampai Surabaya. Komplit dengan meja-meja lapak yang berderet mengular, perilisan album rekaman eksklusif, atau sesi talkshow dan pertunjukan musik yang intim.

Sisanya lagi – seperti misalnya di Bandung dan Palembang – masih setia merayakan RSD di lokasi yang “benar”, yakni di toko rekaman. Harapannya mungkin biar semangat RSD lebih tepat sasaran. A good thing. Bukankah konon menurut sang pencetus, Eric Levin dkk, momen RSD memang lahir untuk mendukung keberadaan record store atau toko rekaman independen?!

Seperti yang sudah-sudah, pelaksanaan RSD di Indonesia masih dipelopori oleh para pelaku musik independen – mulai dari label rekaman, distributor, lapak online dan toko rekaman setempat. Ritual seperti ini sudah rutin dijalankan sejak beberapa tahun lalu – selain Cassette Store Day (CSD) di setiap akhir tahun. Penggagasnya pun masih orang-orang di lingkaran skena musik independen di kotanya masing-masing. Tentunya mereka sudah kenal satu sama lain. Lha wong orangnya itu-itu saja, masih satu tongkrongan juga. Bagusnya, momen kayak gini bisa bikin mereka lebih erat, kompak, serta kerap membuka ruang kerjasama baru.

Dalam momen-momen seperti ini, saya justru sangat suka dengan interaksinya. Seperti misalnya menemukan kawan (baru atau lama) yang ternyata memiliki selera musik sama. Kadang juga berbagi wacana dan informasi musik, sembari merekomendasikan sebuah album atau label untuk orang yang dirasa tepat. Status pedagang dan pembeli pun kadang sudah tidak penting lagi, semuanya melebur jadi satu sebagai sesama pencinta (rekaman) musik.

Samack lahir dan tumbuh di kota Malang. Sempat menerbitkan Mindblast Fanzine (1996-1998) dan situs musik Apokalip (2007-2010). Tulisannya seputar musik dan budaya pop pernah dimuat di Jakartabeat, The Metal Rebel, Rolling Stone Indonesia, Vice Indonesia, Warning Magz, Whiteboard Journal, GeMusik, serta berbagai media lainnya. Sesekali menjadi editor untuk sejumlah buku dan penerbitan. Saat ini beraktivitas di bawah institusi Solidrock serta mengelola distribusi rekaman bersama @demajors_mlg.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner