Ketika Semua Kembali ke Rumah

Ketika Semua Kembali ke Rumah

Saya mengawali minggu-minggu pertama saya di rumah dengan kesedihan sekaligus kemarahan dalam keheningan. Tentu saja, saya tidak pernah meluapkannya di media sosial. Untuk apa membagi keresahan di saat seperti ini? Cukup suami saya dan Tuhan yang mengetahuinya. Mengetahui bahwa saya amat sangat merindukan momen-momen di atas panggung dengan gelisah, murung, malas makan, seperti seseorang yang sedang dilanda jatuh cinta, di masa lagi menumbuhkan kepercayaannya tiba-tiba ditinggalkan begitu saja dengan kekasihnya.

Brengsek! Corona ini memang brengsek! Ia menyakiti hati saya, merenggut kebahagiaan saya! Butuh waktu untuk menyentakkan kesadaran diri bahwa saya menghadapi kehidupan normal yang baru. Saya harus beradaptasi dan mulai menyusun strategi terhadap keseharian saya dan tatanan kehidupan baru ini harus segera dibangun kembali. Saya harus berdamai dengan kenyataan bahwa saya tidak mungkin berada di panggung dalam waktu dekat. Saya harus belajar melepas sesuatu yang saya cintai. Setelah kehilangan mama saya 15 tahun lalu, kehilangan panggung adalah ujian terberat yang kedua dalam hidup saya. Seakan-akan separuh hidup saya hilang. Hilang! Ini bukan perkara uang, namun kebahagiaan!

Kenyataan sekarang ini mengingatkan saya pada tahun-tahun awal membuat Endah N Rhesa. Tidak ada satu pun kafe yang mau menerima format kami, yang mana saat itu format band kafe selalu masif. Tidak ada radio yang memutarkan lagi kami karena berbahasa Inggris. Semangat hampir pudar saat label menolak demo kami. Ah, tapi kami bisa survive hingga sekarang. Memang tidak gampang. Rhesa berkata, "Apa bedanya sekarang dengan dulu, Hon (panggilan Rhesa kepada saya)? Kita tetap bisa akan berjalan. Ya, memang harus menemukan strategi baru. Tapi harus bisa!".

Dia selalu gemas mendapati saya bermuram durja. Padahal, saya tahu Rhesa memiliki kegelisahan yang sama, namun ia tidak akan membuang waktunya untuk sekadar bersedih dan tidak melakukan apa-apa. Segera, ia mencari jalan keluar untuk menghibur saya agar kembali ceria, sibuk, dan membuat keadaan rumah tangga ini membaik. Dia memang selalu tenang menghadapi benturan, mungkin karena berhadapan dengan saya yang meledak-ledak sehingga ia terbiasa meredam fluktuasi emosi saya. Sebagai kepala rumah tangga sekaligus teman satu band ini, Rhesa memang terbiasa mencari solusi agar kami bisa mengatasi berbagai kendala. Ia adalah seorang pemikir. Buat Rhesa, pandemi ini membuatnya tertantang untuk mengerahkan seluruh kreativitasnya agar bisa produktif dan menghasilkan.

Endah Widiastuti

Endah Widiastuti lahir di Palembang tanggal 4 Mei 1983. Merupakan gitaris, penyanyi, dan penulis lagu duo musik Endah N Rhesa yang dibentuk bersama Rhesa, suaminya. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan ketertarikannya bernyanyi dan bermain gitar hingga akhirnya menyelesaikan kuliahnya di jurusan Music Education, Universitas Pelita Harapan. Sejak tahun 2004 hingga kini, Endah N Rhesa sudah menghasilkan puluhan lagu yang terdokumentasi dalam 5 album studio, beberapa EP dan single. Selain rekaman dan tampil di panggung, Endah N Rhesa membangun komunitas kreatif di Earhouse, kedai mungil milik mereka di Pasar Kita Pamulang, yang berdiri sejak tahun 2013. Selain bermusik, Endah juga suka bersepeda, membaca, menulis dan bermain game. Ia memelihara kucing pincang yang selalu membuatnya tersadar bahwa hidup adalah perjuangan dan patut disyukuri mau bagaimana pun kondisinya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner