Ketika Sastra dan Musik Saling Mencurahkan Dirinya

Ketika Sastra dan Musik Saling Mencurahkan Dirinya

Ilustrasi oleh Muhammad Senna.

Tahu kah kita semua kapan musik bersastra dan sebaliknya, kapan sastra bermusik? Saya, Oscar Lolang, adalah alumni Antropologi, bukan sastra maupun musik, jadi harap maklum, ini adalah kajian yang saya pahami sendiri, berdasar proses pembelajaran saya sendiri. Maaf, jikalau saya tidak mampu berkata-kata banyak yang berangkat dari istilah-istilah sastra maupun musik. Pula, dari alasan tersebut saya juga bingung menjawab pertanyaan demikian: kapan musik bersastra dan kapan sastra bermusik. Tulisan ini akan menambah kebingungan ini. Namun, bukankah kebingungan itu baik? Karena kita bertanya-tanya, dan dalam tulisan ini saya akan memberi ruang dan fokus dalam pertanyaan-pertanyaan yang akan muncul nanti.

Seorang kawan pernah bertanya: “Ketika seorang rapper ngerap tetapi tanpa beat, apakah itu musik?”. Menurut saya, itu adalah musik. Untuk perihal demikian, kawan-kawan rapper dan pelaku musik dan budaya hiphop sudah merumuskan namanya, yaitu rap acapella. Dengan demikian, gejala rap tanpa beat pendukung sudah sah secara normatif menjadi suatu tindakan bermusik, karena sudah disetujui secara paripurna tanpa perlu adanya forum atau rapat besar. Beberapa rapper kerap melakukan ini di panggung-panggung. Pertanyaan baru kemudian muncul, "Apakah kalau orang yang membaca puisi atau karya sastra, kemudian hal tersebut adalah musik?". Pertanyaan tersebut lebih susah dijawab dari yang sebelumnya. Maka, rapping tanpa beat telah menemukan dan memperluas konteksnya terkait musik. Di paragraf berikut saya akan mengurai konteks tersebut.

Gampangnya, kalau musik adalah ritme, maka rapping adalah musik. Saya pernah berbincang dengan satu kawan, di obrolan tersebut kami setuju bahwa rap tidak hanya menciptakan kata-kata dan kalimat yang ber-rima, tetapi juga bisa membuat beat sendiri di dalamnya. Ketika kita mendengar rap acapella, kita tidak hanya mendengar permainan kata yang ucapkan dengan apik tetapi kita juga bisa menangkap ketukan yang sangat perkusif di sana. Tidak hanya vokal, kata-kata telah menjadi instrumen. Maju lagi ke pertanyaan berikutnya, jika musik adalah olahan nada-nada, apakah rap tetap menjadi musik? Pertanyaan yang bisa mengembalikannya adalah, apakah penampilan solo drum juga adalah musik? Memang suatu karya musik bisa sekali terjadi tanpa ritme atau tidak perkusif. Contoh saja musik madrigal. Namun, menurut saya, ketukan atau beat atau ritme perkusif dalam musik adalah bentuk pemahaman soal musik yang paling primitif.

Oscar Lolang is a folk singer-songwriter from Indonesia. His background as an Anthropology student plus his fondness for Nick Drake, Peter Paul and Mary, Pete Seeger, and Simon & Garfunkel makes him capable to put boldness and honesty in his music. It's depicted since his earlier Soundcloud song (Bila), his first and second single (Eastern Man and Little Sunny Girl), to his first album 'Drowning in a Shallow Water'.

Since he was a child, he has been playing guitar and putting a lot of interest to history, culture, humanism, and folklore. Joined a young record label from Jakarta, Karma Records in late 2015, Oscar has released one demo-album titled Sanctigold (2016), one mini-album titled Epilogue (2017), and a full length album titled Drowning in a Shallow Water (2017). He has collaborated with other fresh names in Indonesian Indie Music Scene like .Feast, The Panturas, Sky Sucahyo, to Efek Rumah Kaca.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner