Halo, Apa Kabar Toko Rekaman di Masa Pandemi?

Halo, Apa Kabar Toko Rekaman di Masa Pandemi?

Saya amati ada beberapa hal yang mereka lakoni sekadar supaya bisa bertahan dan stoknya tidak menumpuk. Pertama, yang pasti, perniagaan berbasis online semakin mereka galakkan. Stok dan katalognya mulai dipajang semua di internet. Hampir setiap hari selalu update dagangan. Segala kanal yang ada dimaksimalkan. 

Tidak cukup di situ saja. Sebagian bahkan nekat bikin program diskon, obral atau cuci gudang. Ada yang jual sistem paketan atau bundling dengan harga lebih murah. Yang penting laku dan barang keluar, pikir mereka. Tidak apa-apa meski margin keuntungan jadi lebih tipis atau bahkan impas. Pokoknya segera jadi duit buat beli beras buat anak-istri di rumah!

Coba fokus di jualan online, ternyata tidak bikin dagangan toko rekaman itu makin laku dan kondisi jadi baik-baik saja. Banyak pula yang stuck. Mungkin mereka terlambat beradaptasi dengan kondisi pandemi. Dikiranya wabah ini cuma sebentar dan orang-orang bakal kembali datang berbelanja dengan normal. Ternyata masalahnya tidak sesederhana itu.

Lagipula ini pasti bakal kembali lagi ke masalah prioritas belanja, pola konsumsi, dan sedikit faktor daya beli. Nyatanya banyak orang yang terpaksa ikut berdagang dan mengobral koleksinya. “Wajar, karena semua orang juga lagi susah dan ‘tiarap’. Malahan banyak pelanggan yang mau jual koleksi CD dan vinyl-nya ke kita demi bertahan hidup. Lha kitanya mau beli pake apa?” keluh seorang pengelola toko rekaman.

Tapi uniknya, ada satu-dua toko rekaman yang bilang kalau dagangannya semakin laris. Mulai ada banyak permintaan dan transaksi. Kebanyakan dari para kolektor serius atau mungkin om-om yang “dirumahkan” oleh kantornya untuk Work From Home. Orang-orang seperti itu yang malah menggunakan waktunya untuk belanja online, sembari memburu plat-plat incarannya – seperti Koes Plus dan Miles Davis sampai AKA dan Pink Floyd.

Persis seperti yang saya baca kemarin dari situs Medcom.id, bahwa ada beberapa toko rekaman meraup untung besar dari penjualan piringan hitam selama masa pandemi. “Mungkin selama WFH dari rumah, mereka jadi punya waktu lebih untuk hobinya. Salah satunya denger musik dari koleksi vinyl,” ujar Bagus Permana, pemilik Kamar Gelap Records.

Memang, menurut beberapa kawan, rasa bosan berada di rumah dan WFH bikin sebagian orang mulai mengembangkan hobi dan minat barunya. Salah satunya dengan mengoleksi rekaman fisik, terlebih piringan hitam. Opini itu ada benarnya kalau melihat ternyata penjualan sepeda, buku, perabot kamar, bahkan tanaman hias dan ikan cupang juga ikut melonjak belakangan ini.

Samack lahir dan tumbuh di kota Malang. Sempat menerbitkan Mindblast Fanzine (1996-1998) dan situs musik Apokalip (2007-2010). Tulisannya seputar musik dan budaya pop pernah dimuat di Jakartabeat, The Metal Rebel, Rolling Stone Indonesia, Vice Indonesia, Warning Magz, Whiteboard Journal, GeMusik, serta berbagai media lainnya. Sesekali menjadi editor untuk sejumlah buku dan penerbitan. Saat ini beraktivitas di bawah institusi Solidrock serta mengelola distribusi rekaman bersama @demajors_mlg.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner