Gitar Akustik Dalam Ruang dan Waktu

Gitar Akustik Dalam Ruang dan Waktu

Gitar akustik syarat akan nilai-nilai sejarah. Pewaris bunyi romantis ini sangat mampu bertahan (dengan esensinya), bahkan telah ber-evolusi dengan baik

Gitar akustik syarat akan nilai-nilai sejarah. Pewaris bunyi romantis ini sangat mampu bertahan (dengan esensinya), bahkan telah ber-evolusi dengan baik. Sebut saja si orkestra kecil, yang secara fungsinya tidak hanya bersifat sebagai peritmik saja (instrumen pengiring) namun dalam berbagai kesempatan, instrumen ini pun mampu menjadi penyampai pesan sebuah cerita (melodik).

Jika saya tarik lebih jauh lagi, kedua sifatnya bisa dimainkan secara beriringan antara ritem, bass line dan melodi, tentunya dengan tujuan yang sama, yakni mengindahkan sebuah komposisi secara utuh, saling bertutur lewat nada, hingga menguatkan satu sama lainnya. Merujuk pada karya-karya besar yang telah lahir jauh sebelum saya mendeklarasikan sebagai gitaris akustik, karya-karya tersebutlah yang secara tidak langsung menggiring saya menapaki ruang ide, kompromi serta action, bahkan ada ketertarikan untuk meniru (tidak melulu meniru cara bermainnya, akan tetapi meniru cara berpikirnya).

Karya itu lahir dari tangan musisi-musisi seperti Big bill bronzy (ragtime Blues), Django reinhardt (Gipsy Jazz), Al di meola (Latin/jazz), Tony rice (Bluegrass), Tommy emmanuel, Don ross, Earl klugh, Keb 'mo', Nuno bettencourt, hingga Jack johnson. Karya-karya mereka sangatlah penting untuk didengarkan, mengingat keotentikan mereka adalah pemantik yang paling baik. Dari mendengarkan, maka lahirlah sebuah keputusan yang akhirnya menjadi prinsip untuk selalu membangun keotentikan dalam berbagai kesempatan. Kemudian saya aplikasikan ke setiap group/project musik apapun yang sedang saya jalani saat itu, terkhusus format musik duo, trio, combo bahkan solo. Atas apa yang sudah saya paparkan diatas, kita coba analisa keterkaitan karyanya :

1.  Dengan format Duo (Sarah N' Soul) dalam lagu “I Don't Wanna Know”, saya menyatukan persepsi bermain ritem, bass, melodi dalam waktu bersamaan secara beriringan yang hanya menggunakan satu gitar akustik dan teknik-teknik yang dimainkan telah mempercantiknya. Lagu ini bersumber pada pola permainan dalam karyanya Big Bill Bronzy, juga cara bermainnya Tommy emmanuel. Dalam lagu lainnya adalah “Jodohmu di Kunci G”, dengan prinsip yang sama, lagu ini bersumber pada karya dan cara bermainnya gitaris Al Di Meola. Bangunan Waltz yang menjadi iramanya, secara kaidahnya sering digunakan untuk mengiringi orang berdansa. Namun saya kembangkan menjadi lebih variatif secara bentuk ritemnya dan lebih agresif dalam memainkan nada-nada melodinya.

2. Dengan format trio (Trias Akustika), saya telah berbaur dengan instrumen lain yaitu Bass elektrik dan Cajon sebagai perkusinya. Penataan musik pun tidaklah mudah dengan format ini. Dalam lagunya yang berjudul “Innocence Voice” dengan irama funk, sepenuhnya saya bermain slide gitar dilagu ini. Karakteristik lagu ini bersumber pada salah satu karyanya Keb ‘Mo'. Juga single lainnya yang berjudul “Cantik-Cantik kok Panasan” yang terdengar unik serta apik. Sepak terjang format trio ini mengantarkan ke beberapa panggung festival negeri ini, yang salah satunya adalah Jakarta Blues Festival.

3. Dengan format combo/band (Blues Libre), gitar akustik pun berbaur dengan instrumen yang lebih banyak lagi, yakni drum, bass elektrik, harmonika juga pedal stell/lab steel. Lalu bagaimana Cara menyatukan persepsi dari setiap instrumennya? Dalam album pertamanya yang bertajuk The Journey kita bisa mendengarkan gitar akustik tetap dengan keotentikan bermainnya. Hal itu tergambar dalam lagu “Baby Come On”, “Love Your Life”, juga pola riff gitar dalam lagu “Malaria” (Harry roesly) yang di re-arrange oleh Blues Libre bahkan menjadi versi yang cukup mencengangkan para pendengarnya. Dengan lahirnya album ini, banyak sekali kesempatan bermusik yang didapat, salah satunya adalah main di salah satu festival jazz besar di Manila, dan penjualan fisiknyapun sudah terjual di beberapa negara seperti Jepang, Norwegia, hingga Belanda. Semua format itu adalah proses bermusik yang panjang dan memberikan kesan yang mendalam : “mereka sangat membebaskan saya untuk tumbuh secara pemikiran dan berkembang secara ekslporasi”.

Mengawali karier musiknya pada akhir tahun 90-an dengan berbekal basic musik Klasik, Nissan Fortz mulai memperluas wawasan musiknya sambil menjalankan karirnya sebagai musisi dengan ikut berkecimpung di komunitas-komunitas musik Kota Bandung seperti komunitas Country, Blues dan komunitas musik lainnya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner