Gemuruh Musik Pertiwi

Gemuruh Musik Pertiwi

Katzenmeister – “Dakhma”

Kolektif rock yang beranggotakan alumni Vincent Vega, Baby Eats Crackers, Sarasvati, These R Fake, Ellipsis, Sweetyard, dan DFFC ini menyimpan potensi yang bertaji dan siap meletup. Katzenmeister telah merilis tiga single. "Bend The Knee" dan “Straitjackets and Wards” sudah dirilis tahun lalu. Mereka menggabungkan elemen hard rock dengan asupan rock progresif dan eksperimental ala A Perfect Circle, Tool, Baroness, dan The Mars Volta. Sebuah rujukan menarik yang jarang diadopsi di negeri ini. Single terbarunya “Dakhma” baru saja dirilis di awal tahun 2019. Band seunik ini biasanya perlu diantisipasi.

 

Mooner – O.M

Mooner menunjukkan kalau musik rock yang berbasis gitar masih esensial dan patut dirayakan. Album ini dibangun dengan riff dan melodi gitar yang penuh suka cita. Mungkin, Jimmy Page hingga Jack White bakal tersenyum bahagia kalau mendengarkan album ini. Musik rock/metal bisa berkelindan padu dengan irama serta narasi melayu kuno yang ajaib. Album yang dirilis di penghujung tahun 2018 ini menyelamatkan stagnansi rock lokal yang terlalu hingar-bingar nihil makna atau terlalu medioker saat menganut sekte Sabbathian. Ini salah satu album rock yang paling arif dan eksotik di tahun 2018 kemarin.

 

Ratpack – Ratpack EP

Saya menyukai mini album dari unit D-beat hardcore ini. Mereka memainkan irama punk/hardcore yang lugas ala band-band yang berawalan “Dis” dan selalu berdurasi pendek. Terselip juga sensibiltas punk rock klasik macam Anti Cimex, Totalitar, dan Mob47. Total ada enam lagu yang intens dan adiktif. Band seperti ini memang lebih cocok manggung di venue yang sempit dan pengap. Seperti musiknya, pasti dijamin penuh keringat dan gejolak yang ugal-ugalan.

 

Screaming Factor – End of Judgement

Setelah 10 tahun berkutat di studio rekaman dan panggung, akhirnya Screaming Factor menuntaskan album yang pernah dijanjikan. Sepuluh lagu di sini seperti membayar lunas penantian banyak orang. Progres musiknya saya akui berkembang jauh. Sudah menghantam batas-batas genre musik keras – dari sekat rock, metal hingga hardcore. Mereka mengundang kontribusi banyak kawan mulai dari Antipathy, SATCF, Crucial Conflict, hingga Death Vomit. Tema dan liriknya makin seru, dipacu lebih naratif serta sastrawi. Novi dkk berbicara soal sistem ekonomi kapitalistik, eksistensi manusia, catatan historis ‘65, passion mereka pada musik dan skena, hingga nekat melabrak institusi pendidikan bak versi paling cadas dari “Another Brick in the Wall”. Akhir dari penghakiman, CD ini masih berputar dalam rotasi tinggi di speaker saya. Sungguh album yang eksplosif dengan pesan baik agar berani menjalani hidup.    

Sudah, gitu saja. Selamat merayakan hidup bersama musik yang penuh dengan tenaga dan sarat akan distorsi. Kalau takdirnya (pelaku) musik ini selalu membangkang dan merepotkan, itu wajar. Mungkin benar apa kata Komunal lewat lagu “Gemuruh Musik Pertiwi” yang saya pinjam untuk judul tulisan ini: Di sini uang dan politik tak ada artinya!” 

Samack lahir dan tumbuh di kota Malang. Sempat menerbitkan Mindblast Fanzine (1996-1998) dan situs musik Apokalip (2007-2010). Tulisannya seputar musik dan budaya pop pernah dimuat di Jakartabeat, The Metal Rebel, Rolling Stone Indonesia, Vice Indonesia, Warning Magz, Whiteboard Journal, GeMusik, serta berbagai media lainnya. Sesekali menjadi editor untuk sejumlah buku dan penerbitan. Saat ini beraktivitas di bawah insitusi Solidrock serta mengelola distribusi rekaman bersama @demajors_mlg.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner