Gempita Rockabilly Nusantara: Sejarah, Evolusi & Gemah Ripah

Gempita Rockabilly Nusantara: Sejarah, Evolusi & Gemah Ripah

Rockabilly Revival

Mulai dikenalnya istilah “rockabilly” di Nusantara tiada lepas dari popularitas tiga sekawan Stray Cats yang mendunia, termasuk di Indonesia. Barangkali tembang “Runaway Boys” yang nyelip di dalam album kompilasi (bajakan) punk rock & new wave—saya lupa judul kompilasinya—di awal 80an itulah menjadi tonggak penting pertama menyeruaknya irama gaul baru: Rockabilly.

Walau sejatinya rockabilly bukan barang baru dan kehadirannya yang sekarang adalah daur ulang alias “rockabilly revival” namun kedatangannya kali ini berhasil menarik atensi remaja. Brian Setzer, Slim Jim Phantom, Lee Rocker sukses mengemas rockabilly menjadi lebih segar sekaligus kekinian. Para anak muda di kota-kota besar di Indonesia macam Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Denpasar ramai-ramai merangkulnya. Resep Stray Cats yang menggabungkan antara sound Sun Studio, jambul dan minyak rambut berlebih, main drum berdiri, bas betot, serta digarami elemen punk rock (style dan attitude) terbukti ampuh. Seandainya saja Stray Cats sepenuhnya mempertahankan gaya bak Elvis Presley barangkali bakal kurang diminati. “Ogah ah, gaya om-om, bapak-bapak banget,” negasi macam begitu sepertinya akan menyeruak.

Lagu-lagu ciamik dari trio asal New York tersebut seperti “Rock This Town” dan “(She’s) Sexy + 17” menyusul memeriahkan album-album kompilasi bajakan punk rock & new wave berikutnya. Setelah itu barulah album macam Built For Speed mulai dijual di toko-toko kaset. 

Demam Stray Cats kemudian dimulai. Di Denpasar di tembok depan sebuah hotel di bilangan jalan Hayam Wuruk terpampang besar tulisan Suranadhi Stray Cats Complex. Logo kucing pompadour Stray Cats juga mulai banyak muncul di sana-sini. Di acara-acara internal sekolah serta bar-bar di seputaran Kuta lagu “Rock This Town” mulai rajin dikumandangkan.

Sementara di Jakarta, menurut David Tarigan, sama juga. Di kompleks tempat dia tinggal beberapa rekannya merajah logo Stray Cats di lengannya. Belum lagi gambar kucing pompadour di kaos serta stiker yang ditempelkan entah di gitar dan perangkat sehari-hari. Dalam skala nasional, majalah Hai termasuk rajin mengekspos Stray Cats. 

Rockabilly memang belum jaya wijaya pamornya saat itu. Namun perlahan eksistensinya mulai menggerogoti benak kawula muda.

Rudolf Dethu memiliki beragam profesi. Mulai dari manajer band, penulis buku, jurnalis, pengamat musik, aktivis gerakan sosial kemasyarakatan, koordinator program kesenian, sempat menjadi penyiar radio cukup lama, pun menyandang gelar diploma di bidang perpustakaan segala.

Pernah ikut menyelenggarakan salah satu festival industri kreatif terbesar di Indonesia, Bali Creative Festival, selama 2 tahun berturut-turut. Namanya mulai dikenal publik setelah turut berperan membesarkan Superman Is Dead serta Navicula.

Belakangan ini, Dethu disibukkan utamanya oleh 3 hal. Pertama, Rudolf Dethu Showbiz, band management yang mengurusi The Hydrant, Leanna Rachel, Manja, Athron, Leonardo & His Impeccable Six, Negative Lovers, dan Sajama Cut. Kedua, Rumah Sanur - Creative Hub, di mana ia menjadi penyusun program pertunjukan musik dan literatur. Ketiga, MBB - Muda Berbuat Bertanggungjawab, forum pluralisme yang mewadahi ketertarikannya pada isu kebinekaan dan toleransi.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner