Funk. MSG Untuk Musik Indonesia? (Bagian 3 dari 3)

Funk. MSG Untuk Musik Indonesia? (Bagian 3 dari 3)

Rata-rata nama di atas adalah musisi dengan skill mumpuni dan berlatar belakang sekolah musik. Makanya tidak heran bila dari blues, jazz, R&B mereka melipir ke funk. Maka kemudian ada perasaan menyenangkan ketika di awal 2000an menemukan funk di skena independen. Adalah TOR, band Jakarta dengan kadar funk yang agresif dan aksi panggung seru yang sempat merajai pensi-pensi SMA bertahun-tahun. Album perdana Lorem Ipsum (2012) kemudian dirilis, dengan pengaruh dari penyanyi/gitaris funk '90an Nigeria, Keziah Jones. Bicara funk 2000an di Indonesia, TOR adalah nama yang patut diperhitungkan.

Lalu ada Hightime Rebellion, band dengan vokalis perempuan yang merilis album Neurobic (2017). Mereka meramu disko, psychedelic, rock, dance dan funk dalam musiknya. Sayang justru setelah merilis album perdana band ini jarang sekali manggung.

Mundur ke 2014, supergroup Art Of Tree merilis album perdana Selftitled masih dari tangan dingin EQ Puradiredja sebagai produser musiknya. Terdiri dari musisi terbaik dengan jam terbang tinggi, terjadilah perpaduan antara jazz, funk dan hip hop yang lezat, bergizi dan juga berbahaya.

Tahun 2015, band funk/rock four-piece Blotymama merilis album perdananya, Blotytime. Terdiri dari para musisi dengan jam terbang yang juga tinggi, salah satunya gitaris sessionist Ade Avery (Raisa, Afgan) dan vokalis Teddy Adhitya. Teddy kemudian bersolo karir dan merilis album Nothing Is Real (2017) yang masih bernuansa funk.

Vokalis/gitaris 70sOC dan penjaga konten Pophariini.com. Suka membaca tentang musik, tentang subkultur anak muda dan sangat gemar menonton film.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner