For Revenge 2020: Dibuka Derana, Ditutup Jentaka

For Revenge 2020: Dibuka Derana, Ditutup Jentaka

Seluruh foto dalam artikel ini merupakan dokumentasi pribadi For Revenge.

Januari 2020 saya mengambil keputusan yang tidak mudah. Paska hengkang dari band masa remaja yang melabeli dirinya emo di tahun 2015 silam, akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke For Revenge (fR). Alasannya? Ya, anggap saja, saya sedang butuh media untuk meluapkan apa yang saya rasakan saat itu. Bisa jadi juga, saya terobsesi dengan Anthony Green, yang melakukan hal sama dengan Saosin-nya.

Namun kembali ke fR bukanlah keputusan yang mudah. Terlebih karena saya masih bekerja di salah satu stasiun TV swasta, skala prioritas dan masalah jarak pasti akan jadi sandungan ke depannya. Dua hal ini sebenarnya yang jadi alasan juga kenapa saya memutuskan resign dari fR kala itu. Bedanya kali ini, kami sudah sama-sama dewasa untuk bisa meredam konflik.

Yang jelas, karena bagi saya ini adalah keputusan yang besar, menjalaninya dengan setengah-setengah, bukanlah pilihan. Saya kembali ke band ini dengan ambisi yang besar pula. Sudah seharusnya fR naik ke level yang jauh lebih tinggi dari lima tahun lalu dari berbagai sisi, dari musikalitas sampai brand image, pikir saya. Mari bermain, dengan cara yang elegan.


Behind the Scene "Derana" - "Serana"

"Derana", yang dirilis 22 Januari 2020 mengawali era kedua saya bersama fR. "Derana" merujuk KBBI adalah tahan dan tabah menderita sesuatu (tidak lekas patah hati, putus asa). Bukan sekadar lagu, ini adalah doa yang mengawali perjalanan saya di era kedua bersama fR. “Sang Derana, bergegaslah!” satu kalimat yang jadi fondasi awal: band ini harus berlari kencang.

Seminggu kemudian, single kedua menyusul: "Serana" yang artinya merana, termenung. Sebuah lagu yang lebih soft dengan tujuan mengejar market yang lebih luas. Jika "Derana" adalah sisi idealis fR, maka "Serana" tidak bisa dipungkiri adalah sisi komersialnya. “Mari kita tulis lagu yang bisa diterima banyak telinga,” kata saya saat itu.

Ya, dua single sekaligus. fR memang butuh gebrakan cukup keras untuk bisa membuat band yang dianggap ‘mati suri’ ini hidup kembali. Maka tidak heran, kalau akhirnya kami merekrut Cikhal (eks-Revenge The Fate) untuk mengisi pos gitar, sampai melibatkan Pevita Pearce, Tanta Ginting dan Shenina Cinnamon untuk memvisualisasikan "Derana" dan "Serana".

`Menyadur konsep yin-yang, "Derana" dan "Serana" adalah satu kesatuan yang memadukan lembut dan keras. Maka, bentuk visualisasi kedua single ini pun dibuat terkait. Isu mental illness kami angkat dalam dwilogi ini. Dengan harapan, siapapun yang menyaksikannya bisa lebih aware, dan tidak menganggap isu ini sepele. Sudah banyak contoh nyatanya: Kurt Kobain, Chris Cornell, sampai Chester Bennington.

Boniex Noer, bermain di depan layar unit modern rock/emo For Revenge dan bekerja di belakang layar sebagai produser di salah satu televisi swasta.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner