Dangdut Koplo Dramarama: Histeria Semu Kaum Berpunya

Dangdut Koplo Dramarama: Histeria Semu Kaum Berpunya

Indra Ameng dari kolektif ruangrupa adalah salah satu sosok “ramah Dangdut Koplo”. Di festival rutin besutannya, RRREC Fest, pada tahun ini memberi porsi cukup banyak serta derajat terhormat terhadap Dangdut Koplo: tampil di jam utama serta waktu pertunjukan yang panjang.

Hehe nggak juga sih. Tergantung pemusiknya. Juga attitude-nya. Yang punya spiritngelawan’ dan yang punya spirit eksperimental itu baru keren. RRREC Fest kemarin ngundang Prontaxan dari Jogja yang memang punya paket komplet. Mereka piawai bikin remix, highly entertaining, dan super brengsek. Jago dalam memadukan bad taste dengan good taste. Musik jenis ‘Funky Kota’ yang mereka mainkan bisa mencampur elemen-elemen itu, rasa lokal dengan kehidupan pesta malam yang hardcore,” jelas Ameng saat saya tanya apakah pamor moncer Dangdut Koplo ini pertanda baik.

“Yang dicari sebenarnya nilai-nilai yang terus bisa di-push sampai ujung dan diputarbalikkan. Antara indie dengan mainstream, juga antara lokal dengan global. Mengolah dari yang sudah ada dan menjadi ‘rasa’ yang berbeda. Jadi nggak serta merta cuma nempelin satu musik dengan yang lain,” tambahnya.

Hampir senada dengan Ameng, Kas, salah satu pentolan dari duo Gabber Modus Operandi yang kuat menyelipkan Jathilan dalam komposisinya berujar tentang apakah Dangdut Koplo ini pertanda baik: “Menurut gue sih iya, baik—baik dalam skala sempit. Paling gak dalam level penghancuran batas kelas dan menikmati identitas. Kalau gua sukanya di fenomena dugem yang lahir dari strata orang kaya, mengadopsi dari wannabe life tentang Berlin dan NYC yang kemudian justru mengerucut menjadi lahirnya purist membosankan, bahwa dance floor itu elit, cuma eskapisme dari ide hidup gemah ripah. Yang kemudian di-counter Pantura dan Dangdut Koplo lewat joget siang bolong serta kaya improvisasi, yang menurutku jauh lebih fun.”

“Koplo itu sebagai hook, elemen perekatnya. Formula yang sebenarnya sudah terjadi di Amerika Latin dengan Baile, Cumbia, dan semua konteks dance mereka yang hampir mirip. Juga Afrika lewat Gqom, Kwaito, atau Shaangan Electro,” tegas Kas.

Rudolf Dethu memiliki beragam profesi. Mulai dari manajer band, penulis buku, jurnalis, pengamat musik, aktivis gerakan sosial kemasyarakatan, koordinator program kesenian, sempat menjadi penyiar radio cukup lama, pun menyandang gelar diploma di bidang perpustakaan segala.

Pernah ikut menyelenggarakan salah satu festival industri kreatif terbesar di Indonesia, Bali Creative Festival, selama 2 tahun berturut-turut. Namanya mulai dikenal publik setelah turut berperan membesarkan Superman Is Dead serta Navicula.

Belakangan ini, Dethu disibukkan utamanya oleh 3 hal. Pertama, Rudolf Dethu Showbiz, band management yang mengurusi The Hydrant, Leanna Rachel, Manja, Athron, Leonardo & His Impeccable Six, Negative Lovers, dan Sajama Cut. Kedua, Rumah Sanur - Creative Hub, di mana ia menjadi penyusun program pertunjukan musik dan literatur. Ketiga, MBB - Muda Berbuat Bertanggungjawab, forum pluralisme yang mewadahi ketertarikannya pada isu kebinekaan dan toleransi.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner