Berkarakter dengan Berkarya

Berkarakter dengan Berkarya

Bagaimana caranya kita bisa bersaing dengan produk mereka? Dalam hal ini, saya berpikir kita tidak dapat menyaingi produk yang bahannya saja tidak kita punya, maka saya harus membuat produk yang bahan bakunya tidak mereka punya, dan bahan ini harus bagus jika dibuat menjadi instrumen gitar. Dari sini, saya mulai menggali info seputar kayu-kayu Indonesia yang sangat beragam dan berlimpah ini, sifat-sifat kayu apa saja yang diperlukan untuk membuat suatu instrumen yang baik, dan ternyata sangat banyak, bahkan orang seluruh dunia pun mengakui keelokkannya dan kualitas suaranya. Contohnya, Javanese rosewood, Macassar ebony, amara, mango, trembesi. Ini, menurut saya hanya sebagian kecil dari sekian banyak kayu-kayu yang Indonesia miliki.

Saya tentunya tidak berhenti sampai di situ. Saya banyak bereksperimen dengan membuat gitar dari kayu-kayu yang khas hanya tumbuh di Indonesia, misalnya kayu lengkeng, kayu weru, kayu waru (hibiscus) dan banyak lagi. Hasilnya? Sangat memuaskan. Kayu-kayu tersebut mempunyai suara yang khas dan bagus. Jika kita bisa mempromosikan kayu-kayu tersebut dengan benar, maka kita akan mempunyai produk yang sulit untuk disaingi negara-negara lain.


GITAR GENTA DENGAN SERAT KAYU MANGGA | Keindahan motif serat kayu mangga yang diakui juga oleh klien Genta di Hawaii

Di lain pihak, ada banyak negara-negara lain yang sudah mengetahui akan hal ini, contohnya pohon sonokeling. Produsen gitar terbesar di negara kita saat ini adalah bukan milik negara kita. Kalau boleh saya menyebutkan merk lagi (ya sepertinya harus boleh), perusahaan tersebut adalah Yamaha, Cort, Samick yang notabene pemiliknya adalah Jepang dan Korea. Mengapa mereka membuat pabrik gitar di Indonesia? Karena mereka melihat ketersediaan kayu mahoni, sonokeling, eboni yang ada di negara kita.

Bagaimana kita bisa bersaing dengan perusahaan pemodal asing raksasa tersebut? Sebagai contoh, pada saat saya mencari bahan kayu sonokeling di Indonesia (Jawa tepatnya), sudah sangat sulit, dan kalaupun ada harganya sudah selangit. Apa penyebabnya? Karena perusahaan-perusahaan besar tersebut sudah memasuki hutan-hutan yang ada di Indonesia dan membeli pohon-pohon atau kayu tersebut secara besar-besaran. Saya belum membahas mengenai kayu sonokeling yang sempat masuk daftar CITES, dan ada kemungkinan di sini ada kepentingan lain yang turut serta.

Suar Nasution merupakan seorang musisi yang pernah membidani grup musik Pure Saturday sebagai vokalis dari tahun 1996 - 2004, dan menghasilkan dua buah album, Self Titled (1996) & Utopia (2001). Selain itu Suar juga pernah membuat side project bersama D' Jonis, dan salah satu lagunya yang berjudul "Do The Cobra" menjadi soundtrack film Janji Joni. Keluar dari Pure Saturday, Suar disibukan dengan pekerjaannya sebagai Well test supervisor di PT. Schlumberger Indonesia, PowerWell Services & EXPRO, Libya, hingga menjadi Multi Phase Flow Meter Engineer di Kuwait, pada rentang waktu 2001 hingga 2015. Setelah itu Suar aktif mengelola usaha keluarganya di bagian penelitian dan pengembangan (Litbang) di PT. Genta Trikarya, Bandung.

Selain disibukan dengan pekerjaannya, Suar juga masih aktif bermusik dan salah satu lagunya yang berjudul "Derai Terindah" masuk dalam soundtrack film Filosofi Kopi 2. Selain itu, Suar juga membentuk grup musik SUAR bersama Yoga Patria pada tahun 2018. Grup ini menghasilkan beberapa single, antara lain "Terjadilah", "Waking Up", "Dewasa" dan "Terjadilah" (Re-mix).

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner