Berdosakah Jika Tak Antusias pada HUT RI?

Berdosakah Jika Tak Antusias pada HUT RI?

Saya baru menyadari bahwa pelajaran Pendidikan Moral Pancasila [PMP], atau PPKn [Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan] itu ada benarnya. Dulu, sering dapat pertanyaan “Apa yang harus kita lakukan sebagai pelajar di era kemerdekaan ini?” dan jawabannya selalu kurang lebih begini: “Mengisi kemerdekaan dengan belajar sebaik-baiknya dan mensyukuri kemerdekaan yang telah kita dapatkan ini.”

Dulu sih menjawab itu sebenarnya tanpa kurang tahu maknanya. Baru sekarang ini saya sadar benar maksudnya. Kemerdekaan ini terbiasa—bahasa Inggrisnya sih—kita taken for granted, alias disepelekan, dianggap sesuatu yang biasa, tanpa kita sadari betapa berharganya itu.

Baru di usia tak remaja lah, saya memikirkan bahwa betapa beruntungnya saya dilahirkan di zaman ketika Indonesia sudah tak lagi dijajah atau jaman perang kemerdekaan. Kalau menonton film tentang perang di Indonesia, atau membaca buku tentang zaman perang kemerdekaan, atau mendengar cerita kakek nenek, saya tak bisa membayangkan seperti apa rasanya hidup di zaman perang.

Saya ini penakut. Waktu kecil, melihat segerombolan anak kampong sedang nongkrong saja, saya sering deg-degan, takut dipalak. Waktu remaja, setiap pulang sekolah di terminal bus, melihat segerombolan anak STM sedang nongkrong pun, saya juga merasa takut dipalak—meskipun nyatanya selama tiga tahun sekolah itu tak pernah terjadi.

Kalau di zaman perang, saya kemungkinan akan jadi pengecut yang tak mau ikut berperang. Lebih memilih di rumah dan berharap saja rumah tak diserang Belanda. Mau jadi pejuang yang memilih jalur intelektual atau organisasi macam Bung Karno dan teman-teman, rasanya saya tak akan bisa. Sekarang saja, saya malas berorganisasi. Tak mengerti politik. Tak mau pusing memikirkan hidup orang lain. Tak mau pusing memikirkan negara.

Apalagi kalau harus maju ke medan perang. Melawan tentara penjajah dengan bambu runcing. Belum apa-apa, saya pasti sudah terbayang bakal ditembak. Tak terbayang juga saya harus ikut perjuangan macam tentara Jenderal Sudirman yang keluar masuk hutan bergerilya. Saya diajak naik gunung atau kemping saja malas, karena malas memikirkan harus buang air besar di hutan.

Soleh Solihun adalah mantan wartawan musik yang kini jadi stand-up comedian, penulis buku dan pemain film.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner